Aplikasi Transgenik Perlu Hati-hati

- Editor

Kamis, 17 Maret 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan dan membudidayakan tanaman pangan dan pakan transgenik di Indonesia harus diimbangi dengan kesiapan yang hati-hati.

Jika produk-produk itu membanjiri pasaran, kelalaian akan menyebabkan kerusakan pada lingkungan, ekonomi, dan kesehatan. Kerusakan ini sulit teratasi karena terkait dengan alam.

Demikian benang merah dari beberapa narasumber yang diwawancarai berkaitan penerapan pengembangan pangan transgenik di Indonesia, Rabu (16/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hari Kartiko, ahli bioteknologi dari Yogyakarta, mengatakan, ilmu dan teknologi memiliki manfaat dan risiko. Penerapan rekayasa genetika pada produk pangan atau pakan membutuhkan laboratorium penelitian genetika yang tersertifikasi.

”Pengembangan tanaman transgenik berarti kita main-main dengan gen. Bila tanaman hasil rekayasa genetika itu dilepas ke alam begitu saja, bisa berakibat buruk,” katanya.

Hari menyarankan, pengembangan pertanian transgenik dilakukan secara ketat atau terkarantina. Tidak dijadikan satu dengan tanaman konvensional. Tujuannya untuk menghindari persilangan yang bisa mentransfer sifat buruk pada tanaman transgenik pada tanaman konvensional.

Muhamad Nurrudin, Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia, mengingatkan, pengembangan tanaman transgenik bukan satu-satunya solusi mengatasi kekurangan pangan. Menurut dia, warga harus didorong untuk mengonsumsi pangan selain beras, seperti singkong dan ubi jalar.

Ia berharap produsen dan pemerintah memberi label pada produk transgenik. Dengan demikian, konsumen berhak menentukan produk pilihannya.

Dari sisi kesehatan, hasil penelitian Krzytowska dan rekan- rekan (2010) dari University of Life Warsawa, Polandia, yang dimuat di situs Pusat Informasi Bioteknologi Amerika, menunjukkan, imunitas lima generasi tikus diuji melalui pemberian pakan pelet yang mengandung 20 persen tristicale (persilangan gandum dengan gandum hitam) yang tahan terhadap herbisida tertentu. Hasilnya, tikus generasi kelima menunjukkan kelainan kelenjar getah bening dan peningkatan jumlah sel darah putih.

Perlindungan hukum

Direktur Eksekutif Institute for Global Justice Indah Sukmaningsih mengatakan, pemerintah harus membentuk mekanisme perlindungan hukum bagi petani yang menanam benih tanaman transgenik.

Ia mengingatkan kasus penahanan petani di Jawa Timur pada 2004-2007 akibat menyilangkan benih. Mereka tidak tahu bahwa hal itu dilarang.

Jika memang benih masih dilindungi hak paten, masyarakat harus disosialisasikan terkait larangan melakukan penyilangan. (ICH)

Sumber: Kompas, 17 Maret 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB