Kontes robot diharapkan dapat merespons kebutuhan industri di era revolusi industri 4.0. Hal itu memungkinkan karena adanya kecerdasan buatan yang dimasukkan sebagai salah satu komponen robot yang dilombakan.
Ketua Panitia Pelaksana Kontes Robot Indonesia (KRI) Nasional 2018 Sri Atmaja mengatakan, revolusi industri ke-4 atau yang dikenal dengan revolusi industri 4.0 itu berpotensi mendorong terjadinya banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Kompetisi robotik dinilainya mampu menjadi ruang bagi mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya terhadap perubahan tersebut.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU MUSTIKA–Seorang peserta mengendalikan robot dalam Kontes Robot Indonesia 2018 regional 2 yang diselenggarakan di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Sabtu (12/5/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dengan adanya revolusi industri keempat, akan ada perubahan yang sangat signifikan dari segi teknologi, termasuk mengantisipasi perubahan sosial ekonomi yang akan timbul. Ini jadi suatu tantangan merespon revolusi industri ke-4,” kata Sri, dalam jumpa pers tentang Kontes Robot Indonesia Nasional 2018, di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Senin (9/7/2018).
Rencananya KRI Nasional 2018 digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada 10-13 Juli. Kejuaraan itu akan diikuti oleh 91 tim dari 43 universitas yang ada di Indonesia. Total peserta ada 569 orang. Adapun lima kategori yang dilombakan yaitu, Kontes Robot Asian-Pasific Brodcasting (ABU) Indonesia, Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI), Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Humanoid, KRSBI Beroda, dan Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI).
Dalam kejuaraan itu, moto yang digunakan adalah “intelligently think, mechanically linked.” Sri menjelaskan, moto itu sengaja diambil agar mahasiswanya bisa adaptif dan responsif untuk mempersiapkan dirinya dalam menghadapi persaingan di era revolusi industri ke-4.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–Dua robot sepakbola sedang bertanding pada ajang Kontes Robot Indonesia wilayah regional Sumatera di Pekanbaru, Sabtu (28/4/2018).
Kecerdasan buatan
Menurut Ketua Dewan Juri KRI Nasional 2018 Wahidin Wahab, dalam kompetisi robotik, itu ada unsur kecerdasan buatan yang mulai digunakan. Mahasiswa dituntut untuk membuat sistem pemrograman yang canggih agar robot yang dibuatnya bisa menyelesaikan tantangan-tantangan yang terdapat dalam kejuaraan.
Wahidin mencontohkan, untuk robot pemadam api misalnya, robot itu diprogramkan untuk menelusuri labirin yang sudah dibuat panitia dan mencari sumber api yang ditentukan secara acak. Robot harus bisa menemukan titik api itu dalam waktu 2-3 menit.
Sementara dalam kompetisi robot sepak bola, robot diprogramkan untuk memiliki kecerdasan tertentu sehingga bisa mengejar maupun menendang bola ke arah gawang agar bisa mencetak gol. Robot harus bisa melakukannya sendiri tanpa interaksi langsung dengan manusia saat di lapangan pertandingan.
“Ada kecerdasan buatan yang dimasukkan. Kecerdasan buatannya memang belum sampai tingkat yang terlalu rumit. Ini diharapkan jadi riset mahasiswa yang bisa dilanjutkan untuk membuat kecerdasan buatan yang lebih canggih lagi,” kata Wahidin.
Menurut Wahidin, potensi Indonesia untuk kompetitif dalam kecerdasan buatan itu cukup baik. Hal itu dilihatnya dari prestasi anak muda Indonesia dalam bidang robotik yang cukup mentereng.
Pada Juni 2018 ini, Tim Ichiro dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya menang dalam empat kategori dalam RoboCup 2018, di Montreal, Kanada. Kejuaraan itu merupakan kompetisi robot sepakbola tingkat dunia. Adapun nomor-nomor yang mereka menangi yaitu Juara I kategori Humanoid League Teensize, Juara II kategori Drop In Challenge Teensize, Juara II Technical Challenge Teensize, dan Juara III Best Humanoid.
Wahidin meyakini, Indonesia memiliki sumber daya yang berkualitas untuk bergerak di bidang kecerdasan buatan. Namun, untuk memasuki industri robotik, Indonesia masih sulit bersaing. Kendala yang dialami adalah mahalnya suku cadang dan bahan baku pembuat robot sehingga harus mengimpornya terlebih dahulu. Hal itu membuat harga jual produk Indonesia kurang kompetitif di kancah internasional.–NINO CITRA ANUGRAHANTO
Sumber: Kompas, 10 Juli 2018