Konseling saat hamil diperlukan agar pasangan usia subur memilih metode kontrasepsi jangka panjang yang efektif mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk. Saat ini penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang masih rendah, sementara angka putus pakai pemakaian alat kontrasepsi jangka pendek tinggi.
Ketua Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasmi, pada peringatan Hari Kontrasepsi Dunia, Selasa (30/9), di Jakarta, mengatakan, keputusan memilih alat kontrasepsi apa yang akan dipakai perempuan sebaiknya tak dilakukan setelah melahirkan.
Perempuan perlu waktu untuk menentukan pilihan alat kontrasepsi yang akan dipakai. Tak jarang, suami menjadi pengambil keputusan dalam memilih alat kontrasepsi. Karena itu, konseling selama kehamilan menentukan metode kontrasepsi apa yang akan dipilih, metode jangka panjang atau jangka pendek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Melalui konseling, bidan berperan mencerdaskan ibu hamil. Kami memiliki panduan cara bagi ibu hamil dalam memilih alat kontrasepsi. Alat kontrasepsi jangka panjang, yaitu IUD dan implan, diutamakan,” kata Emi.
Sebanyak 76,6 persen persalinan di Indonesia dibantu bidan yang saat ini jumlahnya mencapai 300.000 orang dan tersebar di sejumlah daerah. Untuk menunjang peningkatan cakupan metode kontrasepsi jangka panjang, bidan dilatih memasang IUD dan implan. Kini, 35.000 bidan memiliki kemampuan itu.
Ketua Asia Pacific Council on Contraception Biran Affandi mengatakan, meski IUD dan implan adalah alat kontrasepsi efektif dalam pengendalian pertumbuhan penduduk, tenaga kesehatan tetap akan memberikan gambaran semua alat kontrasepsi. Keputusan pemilihan alat kontrasepsi di tangan pasien.
Menurut Biran, sebagian masyarakat memercayai suntik sebagai metode penanganan kesehatan paling manjur sehingga memilih suntik sebagai alat kontrasepsi. Padahal, suntik sebagai alat kontrasepsi tak berdampak signifikan dalam pengendalian jumlah penduduk. Tingkat putus pakai suntik pun tinggi. ”Masyarakat suka mencoba-coba alat kontrasepsi berbeda sampai menemukan yang sreg,” ucapnya.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Fasli Jalal memaparkan, pelayanan KB di daerah tak merata. Penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek menyebabkan pasien harus bolak-balik ke tempat layanan kesehatan, padahal distribusi alat kontrasepsi bisa terhambat. Hal itu bisa menyebabkan putus pakai. (ADH)
Sumber: Kompas, 2 Oktober 2014