Kesenjangan Penggunaan Kontrasepsi Tinggi

- Editor

Kamis, 22 November 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keinginan perempuan menjarangkan kehamilan cukup tinggi. Namun, pengetahuan mereka tentang berbagai jenis kontrasepsi sangat rendah. Akibatnya, pilihan kontrasepsi tidak didasarkan atas kebutuhan dan kondisi tubuh hingga rentan terhenti dan meningkatkan risiko kehamilan.

“Ada kesenjangan informasi kontrasepsi,” kata peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Titut Y Prihyugiarto usai paparan hasil Survei Kinerja Akuntabilitas Program (SKAP) di Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Menurut SKAP Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) 2018, tingkat fertilitas masyarakat sebesar 2,38 anak per perempuan usia subur, hampir sama dengan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 sebesar 2,4. Makin tinggi pendidikan dan tingkat ekonomi masyarakat, kian rendah tingkat fertilitasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH)–Spanduk tentang alat dan cara metode kontrasepsi jangka panjang terpasang di Pameran Peringatan Hari Keluarga Nasional XXI di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (12/6/2014). Metode kontrasepsi jangka panjang yang bersifat non hormonal belum banyak dilirik masyarakat karena persoalan budaya.

Sementara 99 persen masyarakat tahu minimal dua alat atau cara kontrasepsi modern. Namun, hanya 17 persen warga yang tahu delapan alat atau cara kontrasepsi modern. Uniknya, makin tinggi pendidikan dan ekonomi, makin rendah prevalensi penggunaan kontrasepsi modern.

Dari delapan jenis kontrasepsi modern, empat kontrasepsi terbanyak digunakan berjenis hormonal hingga pasti memberi efek samping pada penggunanya. Jumlah pengguna empat kontrasepsi itu mencapai 90 persen responden sehingga wajar jika muncul banyak keluhan sebagai efek samping kontrasepsi, seperti gemuk, jerawatan, haid tak teratur, sakit kepala, hingga depresi.

Namun, penggunaan kontrasepsi nonhormonal belum banyak dilirik warga seperti sterilisasi wanita (tubektomi) atau sterilisasi pria (vasektomi). Persoalan budaya masih menjadi pertimbangan masyarakat untuk menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan jangka panjang.

Perlu konsultasi
Menurut Titut, saat seseorang akan memilih kontrasepsi, dia harus berkonsultasi dengan tenaga kesehatan atau petugas lapangan KB (PLKB) untuk menentukan kontrasepsi yang paling sesuai dengan kondisi tubuh dan kepentingan mereka.

Namun, pemberian informasi menyeluruh itu kerap tak berjalan akibat terbatasnya jumlah dan waktu tenaga kesehatan dan PLKB. Karena itu, kader sebagai tenaga terdepan program KB perlu dibekali pengetahuan lengkap tentang kontrasepsi modern dan efek sampingnya.

“Kader bisa dibekali dengan buku saku kontrasepsi yang menjelaskan kontrasepsi modern secara sederhana, jika perlu dengan gambar,” katanya. Hal itu penting karena sebagian besar kader berpendidikan rendah dan berumur.

Namun, cara itu dianggap efektif mengingat jumlah kader banyak, mereka lebih dekat dengan masyarakat, dan banyak akseptor memilih kontrasepsi atas saran teman atau keluarga.

KOMPAS/M ZAID WAHYUDI–Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Sigit Priohutomo menyerahkan penghargaan kepada 10 provinsi dengan capaian kinerja dan akuntabilitas program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga terbaik pada 2018 di Jakarta, Rabu (21/11/2018). Kesepuluh provinsi itu sesuai urutan paling awal adalah DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Jambi, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sulawesi Barat dan Gorontalo.

Besarnya kesenjangan pengetahuan kontrasepsi modern memicu lonjakan pengguna kontrasepsi tradisional, terutama di kota dan masyarakat terdidik. Cara pantang berkala dan sanggama terputus dipilih karena dinilai minim efek samping meski risiko kegagalannya tinggi hingga memicu kehamilan tak diinginkan.

“Masyarakat juga harus belajar menimbang efek samping dan risiko jika sampai terjadi kehamilan tak diinginkan, baik bagi janin atau ibu,” kata Titut.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala BKKBN Sigit Priohutomo mengingatkan target pembangunan kependudukan adalah mencapai penduduk tumbuh seimbang dengan tingkat fertilitas 2,1 dan berkualitas.

“Meski ada perdebatan soal efektivitas penduduk tumbuh seimbang, negara dan provinsi yang fertilitasnya mencapai 2,1 atau lebih rendah punya tingkat ekonomi dan kualitas penduduk lebih baik dibanding daerah yang fertilitasnya tinggi,” katanya.

Karena itu, hasil SKAP 2018 bisa dijadikan acuan bagi provinsi untuk mengevaluasi dan menentukan program dan sasaran pembangunan KKBPK. Hasil SKAP itu bisa melengkapi berbagai survei lainnya sehingga kebijakan yang diambil sesuai kebutuhan dan sasaran tiap daerah.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 22 November 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB