Minat pelajar untuk meneliti didorong dan ditumbuhkan dengan menyediakan kompetisi berskala nasional dan internasional. Harapannya, peneliti muda mampu mengasah kreativitas dan berinovasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kepala Subdirektorat Kelembagaan dan Peserta Didik Direktorat Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suharlan mengatakan, bakat penelitian di kalangan pelajar harus dikembangkan. Kegiatan, seperti Olimpiade Penelitian Sains Indonesia (OPSI), digelar setiap tahun sebagai pengganti program Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR).
”Jika virus-virus meneliti sudah dibudayakan, setiap provinsi dapat menggalakkan kegiatan meneliti ini di setiap sekolah. Tujuannya agar terjadi pemerataan minat di semua daerah,” tutur Suharlan, di Jakarta, Selasa (21/10). Tahun ini, pertama kalinya OPSI yang sudah memasuki tahun ke-5 digelar di luar Jakarta, yakni di Yogyakarta.
Menurut Suharlan, pada tahun ini terdapat 1.200 naskah yang diikutsertakan dalam OPSI 2014. Dari seleksi awal, terpilih 90 naskah yang akan dikompetisikan di Yogyakarta mulai hari Selasa ini.
Kompetisi meliputi bidang sains dasar (matematika, fisika, kimia, biologi), sains terapan (elektronika/mesin, pertanian, kesehatan, lingkungan, informatika/komputer), dan ilmu pengetahuan sosial/humaniora (ekonomi, bahasa, psikologi/pendidikan, sejarah, budaya, dan humaniora). Peserta yang merupakan pelajar SMA dari semua provinsi akan melewati tahap seleksi dan penilaian, yaitu pemasangan dan pameran poster, serta presentasi hasil penelitian.
Terintegrasi
Sejumlah sekolah mengembangkan program penelitian yang terintegrasi dalam pembelajaran. Salah satunya, SMA Santa Laurensia di Tangerang. Di sekolah itu, murid mendapatkan pengetahuan dan keterampilan meneliti sejak di kelas X.
Para siswa mampu menghasilkan penelitian yang kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan potensi di lingkungan mereka. Hasil penelitian siswa diikutkan dalam ajang lomba nasional ataupun internasional.
”Dengan program penelitian, siswa jadi kreatif, inovatif, dan mampu berpikir untuk mencari solusi,” kata LC Destri Nudyawati, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Santa Laurensia. (ELN)
Sumber: Kompas, 22 Oktober 2014