KONFERENSI Dimetil Eter Asia Ke-8 berlangsung di gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di Jakarta, Rabu (13/11). Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi BPPT Adiarso menyebut ini sebagai kesempatan istimewa untuk berbagi ide, teknologi, dan aktivitas bisnis guna mengembangkan energi ramah lingkungan ini.
Kita memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah untuk bahan bakar terbarukan dimetil eter. Dari berbagai negara yang hadir di konferensi ini ada yang sudah memproduksi dimetil eter, seperti Jepang, Korea, China, dan Kanada. Kita dapat segera mengadopsi teknologinya,” kata Kepala BPPT Marzan Azis Iskandar.
Dimetil eter adalah bahan bakar yang dapat dicairkan dengan karakter seperti elpiji. Sumbernya dapat berasal dari gas alam, batubara, limbah plastik, limbah kertas, limbah pabrik gula, dan biomassa.
Dimetil eter kerap digunakan untuk aerosol propellant (gas pendorong) cairan semprot seperti hair spray, deodoran, cat semprot, dan sebagainya. Ini termasuk bahan kimia tidak beracun. Senyawanya tidak mengandung unsur sulfur dan nitrogen sehingga emisinya lebih rendah dibandingkan bahan bakar lain, terutama dari fosil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material Unggul Priyanto, penggunaan dimetil etil telah diteliti BPPT dan penggunaannya tidak mengandung risiko. Dimetil eter tidak korosif terhadap bahan logam.
”Dimetil eter tidak merusak lapisan katup tabung. Penggunaannya aman untuk dicampurkan dengan elpiji atau 100 persen menggantikan elpiji,” kata Unggul.
China saat ini dikenal sebagai negara produsen dimetil eter di Asia yang paling progresif. Konsumsinya mencapai 120.000 ton per tahun untuk aerosol propellant, bahan baku industri kimia, dan bahan bakar rumah tangga yang dicampur dengan elpiji.
Di negara-negara produsen mobil, seperti Jepang dan Swedia, sebagian produk mobil terkini sudah dikembangkan menggunakan dimetil eter. Dimetil eter diyakini menjadi energi masa depan. Dalam bentuk cair, bahan bakar ini mudah didistribusikan.
Batubara muda
Direktur Pengembangan PT Arrtu Mega Energie, Guntur Sumariyono, mengatakan, perusahaannya akan mengawali produksi dimetil eter dengan target produksi 1 juta ton setahun. Sumber bahan bakunya adalah batubara muda yang masih melimpah di Indonesia.
”Teknologi yang dipilih yang mampu menggunakan batubara muda dan biomassa,” kata Guntur. Untuk itu, Guntur mengikuti Konferensi Dimetil Eter Asia tersebut. Perusahaannya ingin mengadopsi salah satu teknologi produksi dimetil eter.
Pembangunan konstruksi pabrik akan dimulai tahun 2014 di Riau. Ketersediaan batubara muda diperkirakan mencukupi 100 tahun untuk produksi 1 juta ton per tahun dimetil eter.
”Batubara muda mudah hancur. Kalorinya juga rendah sehingga mudah terbakar,” kata Guntur. Karena sifatnya itu, batubara muda sulit atau tidak ekonomis untuk didistribusikan. Karena itu, banyak perusahaan membiarkan atau membuang batubara muda.
Di sisi lain, ketersediaan biomassa dari sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan juga melimpah. Limbah produksi sawit, misalnya, dapat dioptimalkan menjadi biomassa bahan baku dimetil eter. Demikian juga limbah pertanian seperti sekam dan batang padi.
Prediksi konsumsi
Kekayaan sumber bahan baku menyebabkan dimetil eter bisa segera diproduksi di Indonesia. Adiarso mengatakan, prediksi konsumsi elpiji pada tahun 2030, yakni 17 tahun lagi, meningkat 4 persen per tahun. Angka ini dihadapkan pada pertumbuhan produksi elpiji yang hanya 2,6 persen.
”Ini mengindikasikan dimetil eter menjadi pilihan pengganti elpiji. Potensi kebutuhan pasar terhadap dimetil etil pada tahun 2035 diperkirakan mencapai 50 juta ton,” kata Adiarso.
Dimetil eter memiliki tingkat kompetitif yang menarik. Di sisi lain masih diperlukan standar dimetil eter.
Guntur mengatakan, biaya produksi dimetil eter 80 persen dari biaya produksi elpiji. Dari sisi keekonomian, ini cukup menjanjikan. Infrastruktur distribusi elpiji dapat dimanfaatkan secara langsung.
”Teknologi yang dibutuhkan sudah tersedia dari berbagai negara yang sudah mengembangkan dimetil eter ini,” katanya.
Secara umum, proses produksi dimetil eter meliputi proses gasifikasi untuk membentuk gas sintetis. Kemudian gas sintetis dipurifikasi dan menjadi dimetil eter.
Gas sintetis ini campuran gas karbon monoksida dan hidrogen. Gas ini penting digunakan di berbagai industri, seperti industri pupuk, pereduksi bijih besi, dan pengilangan minyak bumi.
Dimetil eter telah memenuhi kriteria kemampuan bersaing dari segi harga, efisiensi, dan ramah lingkungan. Dimetil eter juga memperoleh kesempatan istimewa dengan adanya Konferensi Dimetil Eter Asia Ke-8 di Jakarta. Kini, masyarakat menanti untuk mendapatkan dimetil eter atau elpiji murah ini.
Oleh: Nawa Tunggal
Sumber: Kompas, 15 November 2013