Inkubasi Sorgum untuk Bioetanol

- Editor

Sabtu, 17 Agustus 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menginkubasi teknologi pembuatan bahan bakar nabati bioetanol atau pengganti bensin dari sorgum di Cibinong Science Center, Jawa Barat. Inkubasi teknologi yang dimulai pada Maret 2013 itu diharapkan selesai dan siap diproduksi skala industri tiga tahun mendatang.

”Sorgum menggantikan bahan baku singkong yang sudah disiapkan teknologinya untuk desa mandiri energi yang gagal. Bahan baku singkong terlampau mahal,” kata Kepala Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto, Senin (12/8) di Jakarta.

Desa mandiri energi sebelumnya disiapkan pemerintah di sejumlah wilayah. Selain singkong, juga dimanfaatkan jarak. Kedua program itu tidak berhasil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Biji jarak digunakan untuk bahan baku biodiesel. Tak seperti singkong, tanaman jarak sebetulnya potensial karena tak bersaing untuk kebutuhan pangan.
Bersama Jepang

Menurut Bambang, inkubasi teknologi pembuatan bioetanol dari sorgum sudah diriset LIPI bekerja sama dengan Jepang. Bahkan, dikembangkan riset mulai dari budidaya jenis sorgum yang paling produktif, di antaranya didatangkan jenis-jenis sorgum dari Jepang.

Pengembangan energi alternatif disiapkan LIPI untuk mengantisipasi kebutuhan pada masa mendatang. Inkubasi teknologi di bidang energi juga dilakukan bersamaan berupa peralatan pengonversi (kit converter) bahan bakar bensin menjadi gas elpiji.

”Tabung gas elpiji 3 kilogram untuk sepeda motor, tabung elpiji yang 12 kilogram untuk mobil,” kata Bambang.

Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Unggul Priyanto mengatakan, selama ini produksi energi alternatif berbahan bakar nabati terkendala. Ongkos produksi bahan bakar nabati lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil atau konvensional.

”Biaya produksi bahan bakar nabati untuk biodiesel dan bioetanol berkisar Rp 9.000 sampai Rp 10.500 per liter, lebih mahal dibandingkan harga bahan bakar fosil saat ini,” kata Unggul.

Menurut dia, pemanfaatan gas alam paling potensial. Elpiji, selain lebih mahal, sebagian pasokan masih bergantung pada impor. (NAW)

Sumber: Kompas, 13 Agustus 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB