Keragaman hayati di kawasan Wallacea di Indonesia, seperti di Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara, dianggap penting dan kunci bagi peneliti di Royal Botanic Gardens yang ada di Edinburdg, Skotlandia, dan di London, Inggris. Di kawasan tersebut banyak mengandung informasi taksonomi tumbuhan untuk kepentingan akademik maupun komersial. Kerja sama penelitian bersama dengan pihak Indonesia terus dijalankan.
Dari jutaan koleksi tanaman yang ada di Royal Botanic Gardens Kew di London, sebagian didatangkan dari Indonesia, seperti jenis anggrek atau famili dipterocarpus.
Tanaman yang didatangkan dari daerah tropis ditanam secara khusus di rumah kaca untuk memodifikasi suhu udara yang sesuai dengan tempat tumbuh tanaman tersebut berasal. Di tempat tersebut juga dilakukan penelitian untuk diidentifikasi maupun kemungkinan manfaat tanaman untuk kepentingan dunia kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Selain hewan, distribusi tanaman di kawasan Wallacea dapat menjelaskan sejarah biogeografi di wilayah tersebut. Keragaman hayati di kawasan Wallacea yang tinggi punya peran penting dalam hal ini,” kata Andre Scuitman, Ketua Peneliti dari Royal Botanic Gardens Inggris untuk kawasan Asia, Rabu (14/3), di London.
KOMPAS/LUKI AULIA (LUK)–Mark Newman, salah satu pakar botani di Royal Botanic Gardens Edinburg, menunjukkan salah satu spesimen tanaman asal Indonesia yang belum berhasil diidentifikasi, Senin (12/3), Edinburg, Skotlandia. Di kebun raya tersebut terdapat jutaan koleksi tanaman hidup dan ratusan ribu spesimen tanaman yang dikumpulkan dari berbagai negara di dunia.
Sayangnya, lanjut Andre, belum banyak pihak yang menyadari pentingnya keragaman hayati di kawasan Wallacea. Laju alih fungsi hutan termasuk salah satu aktivitas yang menyebabkan kehancuran keragaman hayati tersebut. Perlu dukungan kuat dari seluruh pemangku kepentingan, seperti pemerintah, lembaga penelitian, organisasi non pemerintah, dan masyarakat untuk menjaga kelestarian keragaman hayati di kawasan Wallacea.
“Sangat beragam. Bahkan, dalam satu ekspedisi, satu peneliti dari tim ekspedisi dapat mengumpulkan setidaknya 200 koleksi tanaman baru di kawasan Wallacea,” ucap Andre.
Di Royal Botanic Gardens Kew di London terdapat sekitar 8,5 juta jenis tanaman terdiri dari lebih 30.000 spesies yang dikumpulkan dari berbagai belahan dunia. Tanaman tersebut terhampar di lahan seluas lebih dari 120 hektar. Di salah satu bagian taman terdapat ruangan herbarium yang menyimpan sekitar 7 juta spesimen yang sebagian besar telah tuntas diidentifikasi.
Kebun raya tersebut juga menyimpan koleksi Alfred Russel Wallace, naturalis asal Inggris yang pernah berkunjung ke Indonesia pada 1854-1862. Beberapa koleksi dari berbagai jenis tanaman, juga ada koleksi berupa potongan sagu yang sudah dikeringkan, pakaian dari daun yang berusia lebih dari 100 tahun, maupun sarang semut yang dikumpulkan dari Pulau Timor.
Data dasar
Secara terpisah, Botanis untuk kawasan Tropis pada Royal Botanic Gardens Edinburdg, Skotlandia, Hannah Atkins, mengatakan, dengan mengumpulkan spesimen flora dan fauna dari kawasan Wallacea, peneliti akan mendapat data dasar untuk menjelaskan struktur geografi dan proses evolusi tanaman yang berbeda-beda. Tak hanya fauna, hal menarik di pulau-pulau kecil di kawasan Wallacea yang tidak tergabung dengan Asia atau Australia, adalah terdapat sejumlah spesies endemik yang hanya ada di wilayah tersebut.
“Di kawasan Wallacea bisa setidaknya terdapat 250 spesies pohon dalam luas 1 hektar. Bandingkan dengan London yang hanya punya 40 spesies di luasan yang sama,” kata Hannah.
Hannah mengatakan, masih banyak spesies yang belum didata dan diidentifikasi di kawasan Wallacea. Idealnya, pendataan dan identifikasi tersebut sesegera mungkin dilaksanakan sebelum kawasan tersebut rusak akibat dampak lain pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan. Menurut dia, harus ada keseimbangan antara konservasi dan eksploitasi sumber daya hutan.
Seperti halnya di Royal Botanic Gardens Kew di London, Royal Botanic Gardens Edinburg juga mempunyai jutaan koleksi tanaman yang dikumpulkan lebih dari 150 negara di seluruh dunia. Koleksi tersebut berdiri di atas lahan seluas hampir 30 hektar. Kebun raya ini beroperasi sejak lebih dari 300 tahun lalu.
“Selain menjadi pusat wisata, Royal Botanic Gardens Edinburg juga menjadi laboratorium alami bagi para peneliti. Tempat ini sangat-sangat penting bagi ilmu pengetahuan di dunia tumbuhan. Dan kami terus menjalin kerja sama dengan Indonesia, khusunya dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia),” ujar Peter Wilkie, Kepala Peneliti Sapotaceae di Royal Botanic Gardens Edinburg.–LUKI AULIA DAN ARIS PRASETYO DARI INGRIS
Sumber: Kompas, 16 Maret 2018