Pertemuan Puncak Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) 2010 menghasilkan terbentuknya jaringan ilmuwan Indonesia di berbagai negara dengan beragam keahlian. Jejaring ini diharapkan dapat membantu mempercepat kemajuan Indonesia di berbagai bidang agar dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya.
Pertemuan yang dihadiri 65 ilmuwan asal Indonesia yang bekerja di berbagai perguruan tinggi, lembaga penelitian, ataupun industri di luar negeri itu ditutup oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal di Jakarta, Sabtu (18/12).
Setelah dibuka Wakil Presiden Boediono, Kamis lalu, sepanjang Jumat kemarin para ilmuwan Indonesia internasional itu berdiskusi dengan mitra mereka, para ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Mereka mencoba merumuskan hal-hal yang bisa disumbangkan untuk Indonesia sesuai keahlian mereka yang dibagi dalam 11 kelompok bidang ilmu (kluster).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ke-11 kluster itu adalah percepatan pembangunan ekonomi, informatika dan elektroteknik, inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, kedokteran dan bioteknologi, ilmu sosial, serta pendidikan. Ada pula kluster energi, pengembangan wilayah dan lingkungan, humaniora dan ilmu kemanusiaan, rekayasa industri dan robotika, serta teknologi dan ketahanan pangan.
Sebelum penutupan, masing-masing kluster memaparkan usulan, rekomendasi, dan rencana aksi untuk memperbaiki kondisi Indonesia di hadapan sejumlah pejabat Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Salah satu aksi jangka pendek yang akan dilakukan antara lain berupa pembuatan basis data ilmuwan Indonesia di luar negeri, menyelenggarakan berbagai lokakarya terkait penulisan jurnal ilmiah, metodologi penelitian, dan etika penulisan, serta menjembatani peneliti Indonesia untuk meneliti atau mendapatkan beasiswa di luar negeri.
Fasli mengatakan, saat ini baru ada 850 dari 2.000 ilmuwan Indonesia di luar negeri yang datanya tercatat. Mereka memiliki kualifikasi pendidikan minimal doktor dan bekerja pada perguruan tinggi, lembaga penelitian, ataupun industri di luar negeri.
”Pada pertemuan selanjutnya, diharapkan ilmuwan yang datang bisa lebih banyak,” ujarnya.
Selain 2.000 ilmuwan, terdapat juga 55.000 mahasiswa Indonesia di berbagai negara yang sedang menuntut ilmu mulai dari program sarjana hingga doktor di berbagai bidang. Jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri ini diharapkan bisa mencapai 200.000 orang dalam beberapa tahun mendatang dan diharapkan dapat menempati posisi-posisi strategis di berbagai lembaga internasional.
”Mereka bisa menciptakan ’Kemerdekaan Kedua’ bagi Indonesia, sama halnya dengan yang dulu dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia di Belanda,” tutur Fasli menambahkan.
Banyak keuntungan
Anis Baswedan, salah seorang penggagas pertemuan I4, yang juga Rektor Universitas Paramadina, mengatakan, banyaknya ilmuwan Indonesia di berbagai negara justru memberikan banyak keuntungan. Mereka bisa sangat menguasai ilmu yang ditekuninya, membangun jaringan dengan ilmuwan internasional, menguasai berbagai bahasa asing, serta memiliki modal. Mereka secara tak langsung adalah duta-duta bangsa yang bisa memengaruhi dunia.
”Jangan tuding mereka tidak nasionalis karena nasionalisme tidak diukur dari keberadaan mereka di Indonesia,” katanya.
Ketua Umum I4 Nasir Tamara menambahkan, keberadaan I4 dapat dijadikan sarana ilmuwan Indonesia di luar negeri untuk membangun kerja sama dan solidaritas dalam memajukan bangsa. Pada saatnya nanti, pemerintah dapat memetik manfaat dari keberadaan mereka dengan meminta mereka pulang.
Pertemuan ini juga akan ditindaklanjuti dengan berbagai kerja sama dengan perguruan tinggi, lembaga riset, dan industri di Indonesia sehingga ilmu yang dimiliki para ilmuwan Indonesia di luar negeri dapat dimanfaatkan langsung untuk bangsa. (THY/NAW/MZW)
Sumber: Kompas, Minggu, 19 Desember 2010 | 03:16 WIB