Jalur Sesar Kendeng di Surabaya Dipetakan

- Editor

Senin, 21 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peneliti telah menemukan bukti-bukti aktifnya sesar Kendeng di segmen Waru-Surabaya, Jawa Timur. Kajian ini semakin menunjukkan kerentanan kota-kota besar di Jawa terhadap gempa bumi dan pentingnya pembuatan mikrozonasi ancaman dan resiko gempa.

Temuan ini disampaikan oleh Amien Widodo, dosen Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Sipil Lingkungan dan Kebumian, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, yang dihubungi, Jumat (18/1/2019). “Kami ketemu bukti pergerakan sesar naik Kendeng yang menyebabkan pergeseran lapisan tanah sampai dua meteran. Bukti geologi ini kami temukan di kawasan Wringinanom, Gresik,” ujarnya.

Kami ketemu bukti pergerakan sesar naik Kendeng yang menyebabkan pergeseran lapisan tanah sampai dua meteran. Bukti geologi ini kami temukan di kawasan Wringinanom, Gresik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

–Bukti geologi keberadaan sesar naik Kendeng yang bergeser sampai dua meter, ditemukan di Wringinanom, Gresik, Jawa Timur. Jalur sesar ini menerus hingga Surabaya. Dokumentasi Amien Widodo, 2019

Menurut Amien, kajian yang dilakukan timnya merupakan upaya untuk merincikan Peta Sumber Gempa Nasional 2017 yang telah dikeluarkan Pusat Studi Gempa Bumi Nasional (Pusgen). Dalam peta tersebut, Sesar Kendeng disebutkan memanjang mulai dari bagian timur Jawa Timur hingga bagian barat Jawa Barat.

Di bagian barat Sesar Kendeng itu diidentifikasi bertemu dengan sistem Sesar Semarang dan Sesar Baribis. Berdasarkan kajian peneliti gempa bumi Universitas Gadjah Mada (UGM), Gayatri Marliyani (2016), adanya gempa-gempa berkekuatan menengah (magnitudo 4-magnitudo 5) di sekitar jalur ini. Sementara bukti-bukti pergerakan sesar ini di bagian barat terlihat dari adanya teras-teras sungai yang terangkat seiring pergerakannya.

”Meskipun sudah dicurigai Sesar Kendeng ini aktif hingga ke Jawa Timur, identifikasi fisiknya masih terbatas. Oleh karena itu, kami melakukan kajian ini. Penelitian kami ini diharapkan bisa ditindaklanjuti pemerintah,” kata Amien.

Penelitian itu melibatkan aspek geofisika untuk mengetahui ancaman gempa bumi dan kerentanan tanah, teknik sipil untuk kajian bangunan terutama sekolah, teknik geodesi untuk meneliti deformasi muka tanahnya, dan aspek tata ruangnya. ”Umur lapisan yang tersesarkan masih kami uji sehingga nanti bisa mengetahui periode-periode gempa pada masa lalu,” katanya.

Sebelumnya, kajian peneliti dari Australian National University, A Koulali (2016), yang menggunakan pergerakan global positioning system (GPS) menerus menemukan, patahan Kendeng diketahui memiliki mekanisme sesar naik dengan pergerakan ke selatan. Adapun kecepatan gerakannya mencapai 5 milimeter per tahun.

Mikrozonasi
Ketua Pusgen Masyhur Isryam menilai, kajian yang dilakukan tim ITS itu sangat diperlukan untuk merevisi peta gempa yang secara rutin dilakukan untuk lebih meningkatkan akurasi dalam mitigasi. ”Berikutnya, data terbaru pemetaan sesar aktif di Surabaya ini perlu diikuti dengan pembuatan mikrozonasi untuk ancamannya dan risiko gempa,” ujarnya.

Menurut Masyhur, hingga saat ini kota yang sudah memiliki peta mikrozonasi adalah Jakarta, tetapi menggunakan data Peta Sumber Gempa Tahun 2010 yang sebenarnya belum banyak berubah dalam peta tahun 2017. ”Saat itu kita belum bisa memasukkan Sesar Jakarta karena memang belum ada studi tentangnya,” katanya.

Meski demikian, pada awal 2019, kajian peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Endra Gunawan dan Sri Widiyantoro, yang dipublikasikan di Journal of Geodynamics, menguatkan aktifnya sesar di Jakarta berdasarkan bukti-bukti pergerakan laju regangan batuannya. Saat ini, tim geologi Pusgen masih berupaya memetakan posisi persis Sesar Jakarta ini, apakah merupakan bagian dari Sesar Baribis atau merupakan sesar yang terpisah.

”Jakarta adalah ibu kota dan ribuan triliun rupiah dana telah diinvestasikan untuk pembangunan. Jadi, harus betul-betul dapat dipastikan jalur sesar dan keaktifannya,” kata Masyhur.

”Pemetaan lokasi tersebut tidak mudah karena tertutup sedimen tebal dan banyak bangunan tinggi di atasnya,” ucapnya. Kajian yang sama juga dibutuhkan untuk kota besar lainnya, seperti Surabaya dan Semarang, yang juga dilalui jalur sesar.

Oleh AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 19 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 288 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB