Jalan Panjang Menuju Industri Ponsel Dalam Negeri

- Editor

Rabu, 3 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dua tipe ponsel premium Samsung, yakni Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge, yang masing-masing dijual Rp 9,5 juta dan Rp 12,5 juta dirakit di salah satu pabrik Samsung di Indonesia. Informasi ini diungkapkan Lee Kang-hyun, Direktur PT Samsung Electronics Indonesia, akhir Maret lalu. Mereka mendatangkan ponsel dalam keadaan separuh jadi, kemudian merakitnya hingga menjadi produk utuh di kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Lee masih gamang untuk mempromosikan fakta tersebut. Informasi bahwa ponsel premium dirakit di dalam negeri bisa memiliki dua konsekuensi. Yang pertama, disambut positif dari masyarakat. Sebaliknya, yang kedua, ada persepsi lain mengenai kualitas produk karena dikerjakan di Indonesia. Keduanya berkorelasi dengan penjualan unit di pasar.

Samsung tengah memenuhi ketentuan dari pemerintah terkait tingkat kandungan dalam negeri yang dipersiapkan pemerintah bagi industri teknologi. Ketentuan ini nantinya mengikat produk ponsel pintar yang bekerja di jaringan 4G long term evolution. Komposisi kandungan dalam negeri yang disepakati berangsur meningkat dari 20 persen tahun ini menjadi 40 persen pada 2017.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bagi mereka yang mengincar pasar ponsel Indonesia yang merintis jaringan 4G, ketentuan ini tidak bisa dihindari. Itu sebabnya, Samsung melibatkan Indonesia dalam lini produksinya. Produk tidak lagi diimpor secara utuh dari luar negeri.

Oppo juga tengah mendirikan pabrik di Tangerang, Banten. Tujuannya adalah untuk memproduksi ponsel yang akan didistribusikan di dalam negeri. Menurut CEO Oppo Indonesia Ivan Lau, mereka tengah merampungkan persiapan untuk beroperasi dua bulan mendatang, mulai dari pengaturan peralatan kerja hingga pelatihan bagi karyawan.

5955ab24498a4242a2b51dadbc303c34Kepala Divisi Smartphone Smartfren Telecom Sukaca Purwokardjono menunjukkan label produksi ponsel untuk jaringan 4G yang diproduksi di dalam negeri, yakni di pabrik PT Haier Electronic Appliances Indonesia di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (21/5). Smartfren dengan 12 juta pelanggan berencana menggelar layanan 4G mengikuti tiga operator lain, yakni Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat.–Kompas/Didit Putra Erlangga Rahardjo

“Nantinya pabrik ini akan memproduksi sekitar 200.000 ponsel setiap hari dari semua tipe yang dimiliki Oppo untuk pasar Indonesia,” kata Ivan.

Mereka membutuhkan waktu bersiap untuk memastikan bahwa kualitas akhir dari produk yang diproduksi di dalam negeri dan yang diimpor sama. Tahap awal dari pabrik ini menghasilkan produk dengan kandungan dalam negeri melampaui 20 persen atau memenuhi ketentuan pemerintah.

Impor direm
Jika tidak diproduksi di dalam negeri, ponsel bisa menjadi masalah bagi Indonesia. Tahun lalu saja ada sekitar 55 juta ponsel yang didatangkan ke Indonesia. Nilainya ditaksir mencapai 3 miliar dollar AS. Angka tersebut memiliki dampak serius, yakni defisit pada neraca perdagangan, sehingga hal itu harus direm melalui berbagai kebijakan. Salah satunya melalui keharusan untuk memiliki kandungan dalam negeri.

Namun, tidak semua perusahaan proaktif. Beberapa produsen memilih untuk menunggu sambil melihat perkembangan yang berlangsung. LG, misalnya, memilih untuk menunggu kepastian dari pemerintah sebelum membangun pabrik. Alasannya normatif, yakni kesediaan untuk mengikuti seluruh regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia. Damon Kim, Head of LG Indonesia, menuturkan, pihaknya belum bisa mengambil sikap sampai ada regulasi yang secara jelas mengatur kandungan dalam negeri di setiap ponsel 4G.

1c2bfcff6778494f81b0cac0d1c03322Pekerja PT Haier Electronic Appliances Indonesia merakit ponsel berjaringan seluler 4G untuk dipasarkan operator telekomunikasi Smartfren di pabrik mereka di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (21/5). Untuk tahap awal, produksinya baru 50.000 unit per bulan. Ditargetkan produksi mencapai kapasitas maksimal 125.000 unit per bulan dalam waktu kurang setahun jika pabrik telah terbangun seluruhnya.–Kompas/Didit Putra Erlangga Rahardjo

Hal yang sama dilakukan Sharp. “Kami akan terus memantau perkembangan atas wacana kandungan dalam negeri yang digulirkan pemerintah,” kata Junichi Iwaki, Unit Deputy General Manager Sharp, yang ditemui seusai meluncurkan ponsel mereka di pasar Indonesia.

Bahkan, Hugo Barra, Vice President Global Xiaomi, menyatakan, pihaknya lebih berminat mendirikan basis produksi di Brasil dan India. India sudah menjadi pasar bagi ponsel Xiaomi. Adapun Brasil adalah pasar yang ingin dimasuki. Mendirikan pabrik menjadi pendekatan yang ditempuh untuk menghindari bea impor ponsel.

“Untuk Indonesia, kami belum memiliki rencana mendirikan pabrik. Jika regulasi diberlakukan, opsi yang bisa dilakukan adalah bekerja sama dengan pihak ketiga untuk perakitan di dalam negeri,” ucap Barra yang ditemui seusai peluncuran ponsel Mi4i, Selasa (19/5).

Mendirikan pabrik bukan hal sederhana mengingat investasi yang dikeluarkan untuk mendirikan fasilitas dan merekrut tenaga kerja. Beban lain adalah pajak impor atas komponen yang belum bisa diproduksi di Indonesia. Sebaliknya, impor ponsel tidak dikenai pajak. Kebijakan Indonesia ini berkebalikan dengan India dan Brasil sehingga memaksa Xiaomi untuk mempertimbangkan pendirian pabrik di sana.

Haier
Kompas berkesempatan mengunjungi fasilitas perakitan ponsel yang dikembangkan PT Haier Electronic Appliances Indonesia di Cikarang atas undangan Smartfren Telecom. Fasilitas perakitan ponsel ini baru dikembangkan di samping produksi lemari pendingin untuk pasar Indonesia dan luar negeri dengan kapasitas 73.000 unit per bulan. Karyawan pabrik ini sebanyak 1.138 orang.

Di fasilitas seluas 8,3 hektar itu, Haier merintis lini perakitan ponsel dengan kapasitas 50.000 unit per bulan. Pembangunan direncanakan rampung tahun ini untuk mencapai kapasitas maksimal, yakni 125.000 unit per bulan. Produksi yang dilakukan di pabrik tersebut adalah merakit papan utama dengan berbagai komponen, seperti modul kamera, menguji frekuensi radio untuk jaringan seluler, memperbarui perangkat lunak, memasang baterai, dan mengemas produk akhir.

Surachman, Business Planning PT Haier Electronic Appliances Indonesia, memandu rombongan wartawan untuk melalui ruang sterilisasi sebelum memasuki ruang perakitan. Perlakuan yang sama diberikan pada komponen yang diterima sebelum dirakit meskipun melalui jalur berbeda.

Dalam satu jalur, para karyawan yang kebanyakan perempuan duduk dalam dua lajur menghadap ban berjalan. Papan sirkuit berada paling ujung, dilanjutkan dengan pemasangan komponen, seperti layar, modul kamera, baterai, dan tombol fisik. Ujung dari ban berjalan itu adalah karyawan yang memasukkan ponsel ke dus karton berikut buku petunjuk dan kartu garansi untuk nantinya didistribusikan kepada konsumen.

Menurut Surachman, saat ini komponen ponsel masih didatangkan dari pabrik pusat Haier di Tiongkok, tepatnya di kota Qingdao, Shandong. Bea impor komponen, ujarnya, tidak terlalu membebani kecuali untuk beberapa komponen utama, seperti baterai, modul kamera, dan layar ponsel.

“Jika komponen tersebut sudah bisa didapatkan dari dalam negeri, bukan tidak mungkin Haier tidak lagi mendatangkan komponen dari Tiongkok,” ujar Surachman.

Hal serupa dilontarkan Shinichi Nakase, Direktur PT Haier Electrical Appliances Indonesia. Salah satu kendala dalam memproduksi ponsel adalah minimnya sokongan dari industri pendukung yang memasok komponen yang dibutuhkan sehingga pihaknya masih harus melakukan impor. Saat ini memang tidak ada perbedaan signifikan terkait biaya produksi. Namun, dia percaya, keadaan bisa berubah jika industri pendukung bermunculan dan menyokong pabrik-pabrik perakitan di Indonesia. “Memproduksi ponsel di dalam negeri bisa lebih murah,” katanya.

Jalan menuju industri ponsel dalam negeri memang masih panjang.

Didit Putra Erlangga Rahardjo

Sumber: Kompas Siang | 1 Juni 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB