Indonesia Tak Mampu Penuhi Kebutuhan Programer

- Editor

Senin, 17 September 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sumber daya manusia Indonesia bidang teknologi informasi, baik secara kualitas dan kuantitas, belum dapat memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Akibatnya, peluang kerja yang diciptakan perkembangan industri teknologi di Indonesia yang pesat pada beberapa tahun terakhir tidak dapat dimanfaatkan.

Perusahaan teknologi informasi Indonesia harus mencari programer ke luar negeri. Kondisi semacam ini yang menyebabkan perusahaan rintisan seperti Eureka harus mencari SDM yang berkompeten di luar negeri.

Chief Product Officer Eureka Alex Raskita Ginting, Kamis (13/9/2018) di Tangerang Selatan, Banten, mengatakan, guna mendapatkan talenta yang berkompeten, pihaknya harus mencari hingga Singapura dan India.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Eureka adalah sebuah perusahaan rintisan yang menawarkan penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence) kepada perusahaan telekomunikasi untuk menganalisis data yang mereka miliki. Selain berkantor di Jakarta, Eureka juga beroperasi di Singapura, dan Seattle, Amerika Serikat.

KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI–Seratus lebih produk kreasi perusahaan rintisan (start-up) yang berupa piranti lunak maupun piranti keras dipamerkan di dalam konferensi StartHub Connect 2018 di ICE, Serpong, Tangerang Selatan, Banten pada Kamis (13/9/2018). Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia Indonesia menjadi salah satu persoalan yang ditemui oleh perusahaan teknologi rintisan.

“Developer dan software engineer kami ambil dari India, sedangkan untuk chief atau kepala data scientist kami rekrut orang Singapura,” kata Alex ketika ditemui di sela-sela acara konferensi StartHub Connect di Indonesia Convention Exhibition BSD Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI–Alex Raskita Ginting

Meski demikian, Alex mengatakan, talenta lokal Indonesia pun tetap ia rekrut, walaupun tidak untuk mengisi posisi-posisi strategis. Dengan hadirnya top talent tersebut, diharapkan terjadi transfer ilmu kepada tenaga-tenaga lokal. “Kalau mengambil top talent lokal, belum tentu orang tersebut mau bergabung ke perusahaan startup,” kata Alex.

“Susah sekali cari orang Indonesia dengan kompetensi setingkat VP (wakil direktur), yang notabene butuh pengalaman 10-15 tahun. Umur industri teknologi kita saja tidak sampai segitu,” tambahnya.

Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari pun menyatakan hal yang senada. Menurut Hari, persedian SDM lokal yang rendah menjadi salah satu permasalahan utama industri perusahaan teknologi Indonesia, khususnya di kalangan perusahaan rintisan.

KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI–Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari

Laporan perusahaan konsultan McKinsey and Company menyebutkan, secara rata-rata, kemampuan Indonesia untuk menghasilkan lulusan pada bidang sains, teknologi, engineering atau rekayasa, dan matematika (STEM) dinilai rendah untuk bisa bersaing ketat dengan negara-negara penghasil teknologi. Indonesia hanya menghasilkan rata-rata sebanyak 0,8 lulusan bidang STEM setiap 1.000 orang.

Angka ini jauh tertinggal dibandingkan China dengan 3,4 lulusan atau Rusia dengan 3,9 lulusan per 1.000 orang. Kemampuan India menghasilkan lulusan bidang-bidang tersebut pun dua kali lebih produktif dibandingkan Indonesia, yakni dengan 2 orang setiap 1.000 orang.

Kondisi ini yang menjadi perhatian Audience Evangelism Manager Microsoft Indonesia Irving Hutagalung. Irving mengatakan, kurikulum perguruan tinggi Indonesia kurang fleksibel dalam merespons perkembangan teknologi yang pesat.

Untuk itu, beberapa perusahaan seperti Microsoft melakukan kerja sama dengan beberapa universitas di Indonesia untuk menggunakan software mutakhir di laboratorium-laboratorium kampus tersebut. Irving mengatakan, hal ini dilakukan agar para mahasiswa dapat mencoba menggunakan peralatan mutakhir yang diterapkan oleh industri.

“Jadi ketika mereka lulus, mereka sudah siap untuk kerja, sudah pernah pakai teknologi baru,” kata Irving.–SATRIO PANGARSO WISANGGENI

Sumber: Kompas, 13 September 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB