Haru-Biru Nobel 1985

- Editor

Selasa, 3 Agustus 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bidang Fisiologi dan Kedokteran, Gara-Gara Kolesterol

Berkat kolestrol Joseph Goldstein dan Michael Brown mendapat Nobel.

Tak sedikit manusia yang tewas akibat penyakit jantung, tambah lagi yang menderitanya. Konon inilah satu penyakit yang khas zaman modern. Maka, mungkin tak heran, kalau hadiah Nobel untuk bidang kedokteran dan fisiologi tahun 1985 ini, jatuh ke tangan 2 orang yang selama 20 tahun belakangan paling giat meneliti kegiatan-kegiatan yang menghambat pembuluh-pembuluh pembawa darah ke jantung.

Sejak saling berjumpa tahun 1966, Joseph Goldstein dan Miehael Brown tiada jeranya berusaha mencari hubungan antara kolesterol dalam darah dengan lemak-lemak dalam pembuluh jantung. Lebih dari 93% kolesterol tubuh berada dalam sel-sel, terutama di dalam selaput-selaput yang menyelubunginya. Kolesterol ini sesungguhnya penting untuk kekuatan struktur sel itu sendiri, dan untuk reaksi-reaksi biokimia tertentu. Sisa yang sekitar 7% itulah, yang bersirkulasi di dalam darah, yang diduga menyebabkan aterosklerosis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagian besar kolesterol darah itu terbawa dalam bentuk LDL. (low-density cholesterol: lihat AKU TAHU, Agustus 1985 hal 40), yaitu partikel-partikel yang terdiri dari kolesterol, lipid, dan protein-protein lainnya. Reseptor-reseptor khusus di permukaan sel mengenali LDL ini, membiarkan, mereka masuk ke dalam sel. Brown dan Goldstein adalah yang pertama menemukan reseptor-reseptor itu, dan menunjukkan bahwa orang yang mempunyai sedikit reseptor LDL, mempunyai banyak kolesterol di dalam darahnya. Orang-orang demikian inilah yang amat rentan terhadap aterosklerosis dan serangan jantung.

Sulit memang memisahkan kedua sejoli ini, dari segi pribadi maupun karya. Malah mereka, di kalangan kedokteran, sering dijuluki Brownstein! Perjalanan ilmiah mereka, sampat merebut hadiah Nobel, berlangsung selama 12 tahun. Mereka bertemu selagi sebagai internis di RSU Musachusetts. Penelitian gabungan mereka dimulai tahun 1971, ketika sedang meneliti kultur sel-sel kulit. Hasil penelitian ini bukan hanya menjadi dasar penghargaan Nobel itu, tapi mempererat hubungan mereka. Goldtstein dan Brown sama-sama membagi jabatan sebagai ketua Ilmu Kedokteran dan Genetika Universitas Texas, Dallas, AS.

Hasil Penelitian
Apa hasil penelitian mereka itu? Bahwa sel-sel kulit memerlukan kolesterol untuk mempertahankan strukturnya, dan bahwa sel-sel itu memperoleh kolestetol dari lipid di dalam medium kultur. Brown dan Goldstein menemukan reseptor-reseptor khusus pada permukaan sel-sel kulit itu, yang kemudian menempel ketat pada LDL. Setelah menempel, reseptor itu akan terselubung dalam lipatan selaput sel dan membawa LDL ke dalam sel untuk dimetabolisir di dalam.

Metabolisme lipid terjadi dalam 2 jalur yang terpisah tapi berhubungan. Lemak diet (makanan) dan kolesterol, diserap melalui dinding usus, dan dipadukan menjadi partikel-partikel besar yang disebut chylomicron. la terutama terdiri dari lemak dan beberapa kolesterol. Masuk ke dalam aliran darah, chylomicron ini terlalu besar untuk masuk ke dalam sel. Sebaliknya, ia diuraikan oleh sebuah enzim yang disebut lipoprotein lipase, yang menempel di dinding pembuluh darah dalam jaringan-jaringan lemak dan otot.

Penggerakan dan kegiatan enzim ini berhasil dijelaskan dengan bantuan Rabert Mahley, kini direktur Yayasan Gladstone di Universitas California, San Francisco, AS. Mahley telah lebih dari 12 tahun bekerjasama dengan Brown dan Goldstein, sehingga banyak yang heran kenapa namanya tak ikut pula disertakan sebagai pemenang Nobel. la kecewa? Tidak. Malah gembira luar biasa, karena kedua temannya itu, kata dia, adalah “biangnya dalam bidang ini.”

Mahley dan duo Nobel itu menunjukkan, bahwa sebuah komponen protein dari chylomicron, disebut apoprotein, menggiatkan enzim lipoprotein lipase itu. Hasilnya asam-asam lemak bebas dan monogliserida dari lemak-lemak di dalam chyclomicron dilepaskan. Senyawa-senyawa ini masuk ke dalam sel-sel berdekatan, dimana ia disimpan atau dioksidasikan untuk menghasilkan energi.

Ketika lipase menyingkirkan lemak dari chylomicron, ia menciut, dan densitasnya meningkat. Kolesterol yang selebihnya membentuk lipoprotein densitas tinggi, atau disebut HDL. Sisa chylomicron, yang sebagian besar terdiri dari ester kolesterol dan apoprotein (ApoB dan ApoE), ditangkap oleh reseptor-reseptor lain di dalam hati. Jalur inilah, dari usus melalui pembuluh terus ke hati, yang merupakan rute metabolisme kolesterol.

Sel-sel hati itu mengubah kolesterol menjadi lipoprotein jenis lainnya, lipoprotein densitas sangat rendah atau VLDL (very low density lipoprotein ). Ini juga digiatkan oleh Iipoprotein lipase, dan lama-lama diubah menjadi lipoprotein densitas sedang atau IDL (intermediate density lipoprotein). IDL-IDL ini melepaskan kolesterol permukaannya menjadi HDL, sedangkan kolesterol yang tersisa membentuk LDL lagi. LDL-LDL inilah, yang dibentuk melalui rute kolesterol hati tadi, yang merupakan unsur utama penyakit serangan jantung.

Penyingkiran LDL amat tergantung kepada reseptor-reseptor yang ditemukan Brown dan Goldstein. Pada penderita familial hypercholesterolaemia, yaitu sejenis penyakit genetika (turunan) dimana kadar kolesterol darah amat tinggi, nyaris tak ditemukan reseptor-reseptor LDL yang berfungsi. Diperkirakan ada sekitar 6 penyakit genetika berbeda yang mempengaruhi metabolisme kolesterol, dan sekitar 1 dari 500 orang mempunyai paling tidak satu gen yang rusak.

Orang-orang malang ini, kasarnya, mempunyai setengah jumlah reseptor-reseptor LDL dibandingkan yang normal. Namun dikompensasikan dengan memiliki 2 kali lipat jumlah LDL di dalam darah. lni, berarti, mereka tetap masih bisa memproses sejumlah kolesterol yang diperlukan supaya sehat, tapi dengan risiko tingkat LDL dalam darah yang terlalu tinggi yang bisa menyebabkan aterosklerosis.

Reseptor-reseptor LDL, biasanya, cukup efisien untuk menangani LDL-LDL di dalam darah. Tapi, bila tingkat LDL itu terlalu tinggi, mekanisme lain tergerak pula untuk membersihkannya, dan inilah yang menyebabkan kesulitan-kesulitan itu. Yang paling menonjol adalah kegiatan sel-sel darah putih yang “memakan” LDL-LDL dan mengubahnya menjadi apa yang disebut sel-sel “busa”, komponen utama penyumbat pembuluh.

Harapannya
Berkat penemuan Brown dan Goldstein inilah, kata komite Nobel itu, maka terbuka kemungkinan untuk menyembuhkan atau mencegah aterosklerosis dengan meningkatkan jumlah reseptor-reseptor LDL. Caranya cenderung dengan mengatur diet, karena yang menjadi masalah adalah LDL yang dihasilkan hati. Kolesterol dari diet dengan cepat dan efektif disingkirkan dari darah oleh Iipoprotein lipase.

Obat-obatan yang mencegah kegiatan garam-garam empedu, yang mengandung kolesterol dan penting sebagai penyerap lemak diet, meningkatkan jumlah reseptor-reseptor LDL dalam sel-sel hati. Ini membantu sel-sel itu memperoleh kolesterol yang diperlukannya, dan menurunkan tingkat kolesterol di dalam darah. Sel-sel hati juga terpengaruh pengobatan tadi, dengan meningkatkan kegiatan enzim yang disebut HMG CoA reduktase, yang meningkatkan sintesa kolesterol.

Sayangnya, peningkatan HMG CoA reduktase itu mempengaruhi pula peningkatan reseptor-reseptor LDL. Tapi obat baru yang dibuat Perusahaan Obat Sankyo, di ,Tokyo, sangat efektif mencegah enzim itu. Obat-obat ini memperluas pengaruh peningkatan jumlah reseptor-reseptor LDL, dan bisa menurunkan jumlah kolesterol di dalam darah secara drastis. Jadi, terapi ini amat ampuh untuk melawan penyakit serangan lantung? Belum pasti, masih perlu dibuktikan. Tapi harapannya saja sudah cukup untuk mereka meraih Nobel.

Karya Goldstetn dan Brown ini banyak menjelaskan tentang sementara orang itu yang menderita arterosklerosis –segelintir orang malang yang menderita penyakit jarang yang disebut familial hyperchoksterolaetnia. Bagaimana dengan sebagian besar orang yang mati akibat penyakit jantung “biasa”? Karya mereka memang “kurang” begitu relevan dengan penyakit serangan jatung umumnya.

Menurut Michael Oliver, profesor Universitas Edinburgh, satu penyakit paling berat yang dipelajari dua peraih Nobel itu adalah penderita,yang mempunyai kelainan gen kekurangan-LDL. “Satu dari 8 juta orang mempunyai kelainan ini,” kata Oliver. “Dengan teknik yang dikembangkan mereka, maka mungkin untuk mendeteksi para penderita itu untuk segera diusahakan pengobatan. “Ada harapan untuk meningkatkan kegiatan reseptor-reseptor LDL, pada penderita yang sedang-sedang saja? Belum tahu, kemungkinan itu masih di masa depan. Walau Brown dan Goldstein jelas sudah berjasa membuka kemungkinannya. Karya mereka, kata seorang ahli juga sebagian menjawab masalah diet-jantung. Paling tidak memberi latar belakang dasar fisiologis hubungan antara kolestcrol darah dan penyakit serangan jantung. Walau sama sekali tidak menerangkan mengenai kolesterol diet dan risiko penyakit jantung.

Dasar fisiologis yang diperluas mereka dapat dilihat dari segi-segi lain karya mereka. Setelah menemukan kelainan genetika yang mengakibatkan familial hypercholesterolaemia, mereka melanjutkan pemburuan mutasi itu ke sumbernya. Mereka mempersiapkan sel-sel hibrida manusia dan
marmut, dan menggunakan antibodi monoklonal murni terhadap reseptor LDL untuk menentukan yang mana dari ke 20 jalur sel berbeda yang ada yang membuat reseptor-reseptor LDL. Hubungannya dengan kromosom-kromosom tertentu kemudian diteliti. Ternyata, hanya jalur sel yang mengandung kromosom manusia 19 yang mampu membuat reseptor-reseptor LDL. Menariknya, gen untuk apoprotein yang menghubungkan lipoprotein ke reseptor juga terdapat pada kromosom 19, membuka kemungkinan bahwa keduanya berevolusi bersamaan. Dan lebih lanjut, secara spektakuler, mereka berhasil mencirikan kerusakan dalam gen yang mencegah reseptor-reseptor LDL berfungsi baik pada pasien penderita familial hypercholesterolaemia.

Karya mereka mengenai LDL itu telah menelurkan satu bidang yang, sama sekali baru, yaitu “reseptorologi”. Perincian sistem LDL –terutama cara reseptor-reseptor menempel pada lipoprotein, mengisapnya ke dalam sel, mengendapkannya dan kemudian muncul kembali untuk menangkap lipoprotein lainnya seakan merupakan cermin dari banyak reseptor-reseptor permukaan sel lain-nya. Dan penerapannya ke berbagai bidang lainnya inilah yang mencirikannya sebagai suatu karya berkualitas Nobel. — O. Settsur/J. Cherfas

KISAH STORMIE

Stormie Jones “berhutang nyawa” pada penelitian yang membuat Brown dan Goldstein memenangkan Nobel. Bocah berusia 8 tahun ini menderita salah satu penyakit paling jarang yang disebut familial hypercholesterolemia. Brown dan Goldstein menemukan, bahwa penyakit ini diderita seseorang yang secara keturunan memperoleh gen rusak. Yaitu gen yang mengkodekan reseptor LDL yang fungsinya untuk membersihkan kolesterol dari dalam darah. Kalau cuma satu gen rusak yang diturunkan, penyakit itu tak begitu parah. Tapi Stormie, sialnya, gawat kedua orang tuanya menurunkan sebuah gen rusak padanya, sehingga keadaannya sangat kritis.

Kurangnya reseptor-reseptor LDL dalam hati membuat kadar kolesterol dalam darahnya membumbung. Pembuluh yang membawa darah ke jantungnya tersumbat endapan-ndapan lemak; ia menderita serangan jantung pada usia 6 tahun. Karena sakit jantungnya sangat parah, ia dipindahkan ke rumah sakit di Dallas, dari rumah sakit kecil di kotanya, Cumby, Texas. Di Dallas ia dirawat oleh David Bilhiemer, seorang doktor Pusat Ilmu Kesehatan Texas, yang kemudian bekerja sama dengan Brown dan Goldstein untuk meneliti dan mengobati penyakit Stormie.

Sampai ulang tahunnya yang ke 7, Stormie telah selamat menjalani serangkaian operasi berat, termasuk pencangkokan jantung dan hati pertama di dunia yang dilakukan di RS Universitas Presbyterian di Pittsburgh. Kini, 20 bulan kemudian, Stormie sudah kembali sekolah dan giat seperti layaknya semua anak seumurnya.

Karya Brown dan Goldstein memungkinkan dokter mendiagnose, keadaan anak-anak sebelum menyebabkan serangan jantung: mencari endapan semacam kutil di kulit terbentuk oleh kolesterol yang tak dapat dibuang tubuh.

Bidang Fisika Biasa Luar Biasa

Hadiah Nobel untuk Fisika tahun ini, jatuh ke tangan seorang Jerman Barat yang berkelana sendirian dalam samudera fisika struktur/ benda padat, atau solid-state physics. Dan membuktikan bahwa pengritik-pengritiknya salah. Karya Klaus von Klitzing, mengenai “kuantisasi efek Hall”, menurut para ahli, adalah sesuatu yang dapat dikerjakan oleh setiap ahli fisika struktur yang kompeten. Namun —ini yang penting— tak ada yang mengira bahwa pengukuran-pengukuran itu akan berharga; semua mengira tak berguna. Klitzing memang tidak membuat lompatan besar dalam teknik, tapi ia terbukti benar. Dan itu saja sudah cukup untuk dihargai Nobel.

Akhir Perang Dunia I, seorang ilmuwan Jerman berusia 60 tahun, memenangkan hadiah Nobel 1918 untuk Fisika. Untuk sebuah karya yang merombak fisika mirip PD I merombak masyarakat Eropa. Max Planck —pemenang Nobel itu— menemukan, bahwa radiasi berbentuk “bongkahan” atau kuanta energi. Ukuran kuantum itu, menurut penemuannya, sebanding dengan frekuensi radiasi. Prestasi Klitzing adalah membawa karya Planck ke zaman mikrochip.

Klitzing adalah anggota Institut Max Planck untuk Penelitian Struktur, di Munchen. Tapi di Universitas Wurzburg-lah ia memulai karya yang memenangkan hadiah Nobel itu. Di sana ia memulai menggeluti dunia ajaib gas elektron 2-dimensi.

Bagaimana membuat gas elektron 2-dimensi? Anehnya, mungkin, dalam zat padat, walau bukan sembarang padat, yang disebut MOSFET (metal-oxide-semiconductor field-effect transistor). Ini, pada dasarnya, sepasang tangkepan yang terdiri dari selapis insulator (oksida metal) dengan logam dan semikonduktor pada kedua belah sisi. Dalam kondisi yang tepat, elektron-elektron dapat ditarik ke dalam lapisan antara insulator dan semikonduktor. Kalau lapisan ini cukup tipis (kurang dari sekitar seperseratus juta milimeter), dan semikonduktornya cukup dingin (1,5° di atas nol absolut), maka elektron-elektron itu dipaksa bergerak hanya dalam 2 dimensi, sejajar permukaan semikonduktor. Yang terutama menarik perhatian Klitzing adalah mengukur satu fenomena, disebut efek Hall, untuk lapisan-lapisan elektron 2 dimensi dalam MOSFET. Sewaktu arus listrik (aliran elektron) bergerak ke satu arah sepanjang selapis material tipis, dan medan magnetik diterapkan secara tegak lurus, maka sebuah voltase (voltase Hall) akan memotong material yang membentuk sudut siku-siku baik terhadap arus listrik maupun medan magnetik. Sekitar 10 tahun lalu, para ahli fisika menemukan, bahwa di bawah kondisi medan magnetik amat tinggi, voltase Hall tidak lagi berubah secara “halus” karena arus listrik dalam lapisan MOSFET itu berubah; ia berubah “melompat”, berdasarkan angka-angka kuantum. Sedangkan Klitzing menemukan sesuatu yang lebih menawan lagi. Yaitu yang menyangkut resistensi (tahanan) Hall, yang perhitungannya persis seperti dalam saklar-saklar sederhana, dengan menggunakan rumus bahwa resistensi adalah perbandingan voltase terhadap arus listrik (hukum Ohm). Lima tahun lalu, Klitzing menemukan, seperti yang diduganya, bahwa resistensi Hall hanya mampu menahan sejumlah kecil nilai, masing-masing berhubungan pada sebuah nilai resistensi dasar yang nyata. la juga menemukan, tapi ini tak diduganya, bahwa nilai-nilai resistensi sama sekali tidak tergantung dari jumlah yang berubah-ubah menurut kondisi eksperimen. Resistensl Hall ternyata cuma fungsi konstan-konstan fundamental belaka.

Sejak penemuan ini, fisika struktur telah membuat serangkaian pengukuran resistensi Hall dalam lapisan-lapisan MOSFET, setiap nilai terakhir yang ditemukan selaiu lebih tepat dan selalu berhubungan dengan rumus sederhana tadi. Penelitian terakhir menunjukkan keabsahannya sampai ke I bagian dalam 10-100 juta. Efek kuantisasi Hall ini bahkan nampaknya akan menjadi standar baru untuk unit resistansi —ohm. —C. Sutton.

Bidang Ilmu Kimia, Matematika Kimia

Herb Hauptman, 68 tahun, tahu kabar gembira itu ketika kembali dari berenang paginya di YMCA Buffalo, New York, Sedangkan Jerome Karle, 67 tahun, sedang berada dalam perjalanan pesawat, dari Jerman Barat ke Washington: dikabarkan pilot, membuat seluruh penumpang gaduh. Apa yang digaduhkan? ia, bersama Hauptman, memenangkan hadiah Nobel 1985 untuk ilmu kimia.

Karya mereka yang memenangkan hadiah Nobel ini, sebenarnya, sudah lama diterbitkan, yaitu tahun 1953 lalu. Tapi tak ada yang memperhatikannya, bertahun-tahun. Kenapa tak ada yang mempercayai karya mereka itu? Entahlah. Mungkin karena melakukan sesuatu yang dianggap orang lain mustahil. Nobel dimenangkan karena penggunaan cara-cara statistik yang secara radikal mempercepat teknik-teknik pemetaan struktur molekul dengan kristalografi sinar-X.

Hauptman adalah otak matematika di belakang karya itu, sedangkan Karle adalah ahli fisikanya. Risalah tahun 1953 itu mengumandangkan suatu revolusi dalam kristalogrfi. Dan seperti semuanya yang baru, tak sedikit yang menentangnya. Para ahli kristalografi sebenarnya sadar bahwa pendekatan Hauptman itu mungkin dilaksanakan, tapi matematika mereka tak cukup mendukung untuk melaksanakannya.

Akhir 1960-an,karena sukses beruntun teknik baru ini dalam memecahkan struktur-struktur kristal, mulai membuka mata mereka yang kurang yakin. Tapi mereka tetap kurang memahami matematika yang mendasarinya, walau pendekatan baru ini akhirnya diterima sebagai satu standar sederhana dari teknik kristalografi. “Kebanyakan struktur kristal yang berhasil dipecahkan mengandalkan karya ini,” kata seorang ahli. Ratusan steroid penting berhasil dipecahkan di Buffalo itu.

Sejauh ini, cara baru itu kebanyakan digunakan nntuk molekul-molekul kecil yang sekitar 100 atom. Tapi Hauptman, kini, sedang berusaha memperluasnya untuk menganalisa molekul-molekul lebih besar, seperti protein. Kalau analisa 3-dimensi struktur protein bisa disederhanakan, maka dasar dari fungsi biologis akan bisa dijelaskan menurut rumusan yang khusus, mekanis. Apa artinya? Revolusi dalam biologi molekuler!

Hadiah Pegawai Negeri
Kedua orang itu melakukan penelitian yang memenangkan hadiah Nobel itu di Laboratorium Riset Angkatan Laut, milik Departemen Pertahanan AS di Washington DC. Hauptman meninggalkannya pada tahun 1970, untuk bertugas di Yayasan Kedokteran di Buffalo, setelah terjadi salah paham. Tak ada yang tahu kenapa mereka bertengkar, tapi Karle tetap bertahan, dan kini mengepalai satu dari dua kelompok riset independen di laboratorium itu. Istrinya juga seorang ahli kimia terkemuka di lab itu, yang menurut kata-kata seorang sahabat, “berkualitas memenangkan Nobel pula suatu hari kelak”.

Setelah memenangkan hadiah yang diimpikan semua ilmuwan ini, Karle bermaksud mengundurkan diri? Tidak. la bahkan sedang sibuk meneruskan penelitiannya menggunakan superkomputer Cray, barang baru di lab itu. Tujuan dia adalah menghasilkan gambar-gambar kristal dan berbagai orientasi dari kristal atau biomolekul-biomolekul rumit secara saat-nyata (real-time) dan segera (on-line). Hauptman? Tak kalah sibuknya: memperluas teori tentang determinasi fase sinar-X mereka itu.

Yang paling menarik, menurut kerabat-kerabat, adalah kenyataan bahwa Karle mungkin ilmuwan pertama yang meraih prestasi puncak dengan mengandalkan gaji dan kondisi kerja sesuai sebagai ilmuwan pegawai negeri AS. Karle, yang jelas, adalah memang ilmuwan pertama yang bekerja di Hankam-AS yang memenangkan hadiah Nobel. Sedangkan ilmuwan-ilmuwan lain yang bekerja di Lembaga Kesehatan Nasional AS, misalnya tidak bergaji menurut standar pegawai negeri yang berlaku. Maka itu, uang yang bebas pajak dari panitia Nobel itu, akan berarti banyak bagi Karle, si pegawai negeri. • D. Mac Kenzie/L. Milgrom

KUNCI STATISTIK YANG MEMBUKA KRISTALOGRAFI

Bagaimana rupa molekul? Selama berabad-abad, inilah jantung pertanyaan ilmu kimia. Tahu jawabannya, berarti tahu pula bagaimana molekul-molekul itu bereaksi. Dengan informasi itu, misalnya, para ahli kimia akan bisa membuat obat-obat dan katalis yang lebih baik. Dan bahkan mungkin pula menyingkap misteri biomolekul-biomolekul lebih besar seperti protein dan asam nukleat. Pendek kata, pengetahuan tentang struktur molekul membuat seluruh kegiatan ilmu kimia menjadi teratur.

Selama empat dekade belakangan, banyak teknik mulai dikembangkan dan bermunculan untuk membantu para ahli kimia mencari struktur-struktur itu. Dan yang paling berharga adalah kristalografi sinar-X. Karena ia sekaligus memberitahu kita gambaran yang lengkap tentang suatu struktur beserta data-data mengenai hubungan ruang antara atom-atom unsur pokoknya.
Teknik “maut” semacam ini, jelas, tidak berkembang dalam semalam. Abad ini justru banyak kemakan olehnya. Dan orang yang bergelut di bidang kristalografi ini —seperti antara laln, ayah dan anak Bragg, Perutz, Kendrew, Hodgkin dan masih lagi— menemukan nama mereka terjajar dalam ketenaran hadiah Nabel.

Selagi bekerja untuk AL-AS, selama akhir tahun 1940-an dan 1950-an, Hauptman dan Karle mencari-cari masalah ilmiah yang bisa dipecahkan secara matematis. Mereka menemukannya, yaitu yang mengganjal kristalografi sinar-X, sejak lahirnya tahun 1912: masalah memperoleh struktur-struktur kristal dari data difraksi dasar yang disebut Masalah Fase (Phase Problem).

Pola geometris kristal dari atom atau molekul mendifraksikan (menyebarkan) sinr-sinar-X dengan cara mirip benda-benda makroskopik menyebarkan gelombang-gelombang cahaya. Dalam mikroskop cahaya, sinar cahaya itu dikumpulkan kembali, atau difokuskan, oleh lensa untuk menghasilkan citra yang diperbesar. Namun, sinar-sinar-X yang disebarkan pola geometris kristal tak dapat difokuskan. Karena itu, sulit membuat citra molekuler secara eksperimen.

Tapi, jangan putus asa, karena masih ada pola titik-titik difraksi untuk dikembangkan (biasanya terekam dalam pelat foto). Titik-titik ini bukannya berpola sembarangan. la sangat teratur, dengan intensitas yang beragam, yang mencerminkan tata struktur bagian dalam kristal yang terekam itu. Pola, titik-titik ini mengandung informasi dan unit-unit struktural yang membangun pola geometris itu. Masalahnya, sekarang, bagaimana mendapatkan informasi itu?

Adalah Sir William dan Sir Lawrence Bragg yang menunjukkan bagaimana atom-atom di dalam piala geometris kristal mandifraksikan sinar-sinar-X. Kenapa sinar-X yang dipilih, bukan sinar-sinar lain? Karena panjang gelombangnya kurang lebih berukuran sama dengan jarak antar atom-atom di dalam kristal itu. Dulu caranya, mengarahkan seberkas sinar-X sempit ke satu bagian kristal saja, atau satu arah setiap kali. Kemudian, kalau kita menarik bidang-bidang yang menghubungkan atom-atom tertentu di dalam kristal itu, maka sinar-sinar-X yang menyebar itu bisa dianggap sebagai pantulan dari berbagai bidang berurutan itu. Pantulan gelombang-depan dari serangkaian bidang-bidang paralel menuju ke arah yang sama. Bagian-bagian dari gelombang-depan itu tentu sudah akan menempuh jarak tertentu yang berbeda-beda, dan karena itu berada dalam fase yang berbeda-beda pula.

Ketika bergabung kembali, mereka akan saling meniadakan. Tapi akan ada beberapa sudut dimana pantulan dari serangkaian bidang tertentu itu mempunyai penambahan panjang gelombang yang sama dengan jarak yang telah ditempuh bagian-bagian gelombang-depan itu. Bagian-bagian depan itu kemudian bergabung kembali, secara konstruktif, sehingga pelat foto atau alat monitor yang tepat diletakkan akan bisa mendeteksi gelombang yang terhasil itu. Dalam hal ini, sudut penyebaran sinar-sinar-X itu hanya berhubungan dengan jarak antar bidang-bidang kristal. Jadi, masalah yang mudah saja memanfaatkan “titik-titik difraksi” ini untuk menarik kesimpulan bagaimana tumpukan unit-unit kristal itu di dalam.

Bagaimana mengetahui tingkat struktur berikutnya, dan pengaturan atom-atom atau molekul-molekul di dalam unit-unit kristal itu? Dalam kristal-kristal inorganik sederhana, ini sering cukup jelas terlihat. Tapi, dalam molekul-molekul organik kompleks, masalahnya tidak sederhana lagi, karena kemungkinan ada ratusan atom di dalam setiap unit. Sinar-sinar-X akan disebarkan berbeda ragam oleh bidang-bidang atom yang berbeda-beda itu. Ini, berarti, membuat sinar-sinar-X yang tersebar itu memiliki fase yang berbeda-beda yang akan saling mengganggu. Akibatnya, intensitas gelombang-gelombang yang dipantulkan akan berubah-ubah, sehingga intensitas pola titik-titik yang terekam juga berbeda-beda. Kalau saja kita tahu bagaimana menafsirkan perbedaan fase dari intensitas titik-titik itu, maka kita akan bisa tahu pula bagaimana unit-unit struktur yang membangun struktur kristal itu. Runyamnya: kita tak tahu. Fase sinar-sinar-X yang dipantulkan itu tak dapat diukur, hanya diterka. Inilah, intinya, masalah fase (phase problem) itu.

Satu cara memecahkan masalah fase ini adala mengambil sebuah model struktur, dan berusaha mencari bagaimana pola difraksinya. Ini diutak-atik terus, sampai menghasilkan pola titik titik seperti yang dimiliki kristal kita. Cara lain adalah menanamkan atom berat ke dalam struktur itu, dan kemudian berusaha membangun fase-fase relatifnya. Tapi, cara ini amat sangat membatasi keleluasaan kristalografi sinar-X, dan memakan banyak waktu.

Kontribusi besar Hauptman dan, Karle adalah mengembangkan prosedur-prosedur statistik yang membuang perlunya model-model struktur, alias tak memakai model struktur lagi. Cara mereka itu memungkinkan kita membuat perkiraan amat cermat mengenai fase-fase dari sinar-sinar-X yang dipantulkan, sehingga citra molekuler itu bisa langsung dihitung dari pola difraksinya.

Kedua orang itu bukanlah yang pertama menerapkan metode langung —begitu istilahnya— ini. Almarhum Dame Kathleen Lonsdale, bekas profesor ilmu kimia di London’s Imperial College, mendahului mereka. Tapi karya Hauptman dan Karle itu memungkinkan otomatisasi kristalografi sinar-X, sehingga analisa struktur kini telah menjadi sesuatu yang rutin. Dan, karena atom-atom berat tak diperlukan lagi, maka kemungkinannya terbuka untuk mempelajari molekul-molekul berstruktur kecil yang merupakan inti dari kimia organik.

Konon, sekitar dua pertiga struktur-struktur kristal yang diketahui kini ditemukan berdasarkan metode Hauptman dan Karle ini. Metode ini telah diterapkan pada struktur-struktur molekul yang terdiri sampai 200 atom, termasuk molekul-molekul biologis penting seperti steroid dan obat-obat lainnya. Hauptman dan Karle sendiri berhasil menghitung struktur antibiotik valinomycin. Maka perusahaan-perusahaan farmasi, kini, dengan cepat dapat menghitung sendiri berbagai struktur zat-zat berguna dan berpotensi. Namun, metode mereka ini, sampai sekarang belum cukup kuat untuk menangani molekul-molekul biologis yang benar-benar besar, seperti protein. Itulah yang kini giat diusahakan Hauptman.

Sumber: Majalah Aku Tahu , Desember 1985

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 37 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB