Hampir separuh taman nasional di Indonesia terancam berkembangnya spesies asing yang mendominasi, baik flora maupun fauna. Meski begitu, penanganan dan pencegahannya masih jalan di tempat.
Hingga kini, aneka jenis flora-fauna yang mendominasi dan tumbuh cepat mudah masuk dari luar negeri tanpa melewati uji risiko lingkungan. “Indonesia belum punya sistem analisis risiko sebagai clearing house masuknya flora dan fauna asing, baik untuk koleksi maupun budidaya,” kata Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Henry Bastaman pada seminar “Pengelolaan Jenis Asing Invasif di Indonesia”, Rabu (1/6), di Bogor.
Pemerintah masih berlindung di balik ketiadaan payung hukum larangan masuk spesies invasif asing. Tanpa terobosan dan kemauan politik, keanekaragaman hayati ekosistem serta berbagai ketahanan sosial-ekonomi yang bergantung pada sumber daya hutan atau perairan akan kian rusak dengan musibah ekologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pihak KLHK-saat masih Kementerian Lingkungan Hidup- sejak 2012 telah mengumpulkan 300-an jenis asing invasif yang didominasi flora. Data Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan itu hingga kini belum ditetapkan dalam peraturan menteri.
Daisy Joice Johor dari Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK mengharapkan tahun ini peraturan menteri LHK berisi daftar jenis asing invasif yang dilarang masuk bisa diterbitkan. Penyusunan lamban, ujarnya, karena daftar ini sering direvisi kementerian terkait.
Sementara itu, Islana Ervandiar dari Badan Karantina Kementerian Pertanian mengatakan, pihaknya butuh payung hukum yang memberi kewenangan institusinya menangkal masuknya jenis-jenis asing invasif. Sejak 134 tahun berdiri di Indonesia, badan karantina pertanian hanya mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina.
Gangguan serius
Titiek Setyawati, Koordinator Proyek Nasional FORIS Indonesia (Forest and Invasive Alien Species), berharap pada payung hukum melalui revisi Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Di sana dimasukkan pengelolaan atau pencegahan jenis asing invasif yang mengganggu keseimbangan ekosistem hutan dan perairan.
Menurut Henry, 24 dari 51 taman nasional terganggu jenis asing invasif. Hutan-hutan konservasi itu terancam 200 jenis tanaman asing yang 50 di antaranya mendominasi. Pihaknya menunggu laporan dari 27 taman nasional lain.
Di TN Baluran di Banyuwangi, ekosistem sabana dan habitat banteng, sebagian dipadati tanaman Acacia nilotica. Tahun 1970-an, tanaman itu dijadikan pembatas dan pagar api, tetapi kini meluas dan mengganggu luasan rumput pakan banteng. Pohon asal Australia itu menginvasi 50-70 persen sabana yang tumbuh 100-200 hektar per tahun.
Di TN Gunung Gede Pangrango, tak jauh dari Jakarta, kini tumbuhan endemisnya terancam Eupatorium sordidum dan Passiflora edulis.
“Di Wasur, Papua, ada ikan invasif gastor (gabus toraja). Masyarakat setempat tak makan gastor,” ujarnya. (ICH)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Hampir Separuh Taman Nasional Terancam”.