Ciptakan Sistem Biosekuriti Andal untuk Tangkal Spesies Invasif

- Editor

Minggu, 21 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indonesia diharapkan memiliki biosekuriti yang andal untuk menangkal masuknya berbagai jenis asing invasif yang dapat membahayakan ekologi dan keselamatan manusia. Pengalaman membuktikan, pengendalian jenis spesies asing yang telanjur menguasai ekosistem membutuhkan upaya dan biaya sangat tinggi.
Titiek Setyawati, peneliti Pusat Konservasi dan Rehabilitasi Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sabtu (20/6), di Jakarta, mengatakan, Indonesia sangat membutuhkan sistem biosekuriti tinggi. Ini untuk melindungi ekosistem di Indonesia yang bervariasi dan kaya keanekaragaman flora dan fauna.

Menciptakan sistem biosekuriti tinggi membutuhkan peningkatan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tinggi serta teknologi mumpuni. Ia menjelaskan, masuknya flora asing ke Indonesia bisa melalui biji-bijian yang ukurannya sangat kecil.

Kasus terkini, kata Titiek, Selangor, Malaysia, dihebohkan dengan kasus kemunculan tumbuhan jenis Parthenium yang bersifat toksik ketika dikonsumsi ternak dan mematikan jika terkonsumsi manusia. Tumbuhan yang berbentuk mirip daun wortel itu diduga masuk ke Malaysia melalui kotak sayuran impor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

9e3879f78bff4d18997af95b52929895Keong mas menyerang puluhan hektar tanaman padi di Desa Tegal Melati, Kecamatan Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Pengendalian jenis spesies asing invasif yang telanjur menguasai ekosistem membutuhkan upaya dan biaya sangat tinggi.–Kompas/Siwi Nurbiajanti

Titiek mengatakan, sistem itu perlu dilengkapi dengan analisis risiko. Ia menjelaskan, analisis risiko merupakan implementasi prinsip kehati-hatian. “Analisis risiko memberi petunjuk kalau, misalnya, spesies yang diintroduksi itu merebak, apa yang harus dilakukan,” katanya.

Belum maksimal
Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Antung Deddy Radiansyah mengatakan, hingga kini penanganan jenis asing invasif (JAI) masih belum maksimal. Ini ditunjukkan dengan berbagai kasus ekspansi JAI yang mengganggu keseimbangan ekosistem ataupun keberadaan flora/fauna endemis.

bb5af8f628364f5e9bb2d89fae0309f5Ia mencontohkan ikan gabus toraja yang menguasai Danau Ayamaru di Sorong, Papua Barat. Keberadaan ikan predator ini mengancam kehidupan ikan-ikan pelangi endemis setempat.

“Secara ekologi akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Dari sisi ekonomi, ikan pelangi memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai ikan hias. Jauh lebih berharga dibandingkan dengan ikan gabus toraja yang dijual kiloan,” kata Antung.

Contoh jamak, penguasaan permukaan perairan oleh tanaman eceng gondok di danau, sungai, dan waduk dari Sumatera hingga Papua. Penutupan permukaan membuat kolom air mengalami kekurangan oksigen dan mengganggu siklus hidup berbagai hewan air.

546337dd964a4b148c86047932f8234fSafi’i, warga Kampung Apung, mencabuti eceng gondok yang menutupi area Tempat Pemakaman Umum Kapuk Teko, Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (12/5). Pengendalian jenis spesies asing invasif, seperti eceng gondok, yang menguasai ekosistem membutuhkan upaya dan biaya sangat tinggi.—Kompas/Priyombodo

Di sektor pertanian, petani direpotkan dengan kehadiran keong mas yang menyerang tanaman padi. Di sektor perikanan, populasi ikan mujair di Waduk Cirata, Jawa Barat, semakin menurun dan populasi ikan louhan meningkat. Sementara di Waduk Sempor, Jawa Tengah, ikan wader dan ikan betik yang pernah berlimpah sekarang sudah jauh berkurang, sebaliknya ikan oscar dan louhan yang bersifat predator meningkat.

Ichwan Susanto
Sumber: Kompas Siang | 20 Juni 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 44 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB