Fathul Yusro Mencatat Pengetahuan Tanaman Obat

- Editor

Rabu, 13 Maret 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Konversi lahan di Kalimantan Barat mengancam kelestarian biodiversitas, termasuk tanaman obat. Pengetahuan masyarakat pun terdegradasi. Apalagi, pengetahuan itu hanya diwariskan secara lisan. Hal itu mendorong dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Fathul Yusro (38), meneliti tanaman obat dan mengabadikannya dalam buku untuk menyelamatkan warisan pengetahuan itu.

Yusro duduk di salah satu ruangan dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalbar, Senin (4/3/2019) siang. Jari-jemarinya perlahan membuka laptop di atas meja. Dia menunjukkan banyak data tentang tanaman obat yang pernah ditelitinya, termasuk sejumlah publikasi tentang tanaman obat.

KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA–Fathul Yusro

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Satu tanaman obat bisa diambil sampai 20 foto karena semua bagian penting difoto,” ujar Yusro.

Selain dokumentasi, foto-foto itu digunakan untuk identifikasi. Selama ini, pengetahuan mengenai tanaman obat selain studinya terbatas, informasinya pun sangat terbatas.

Yusro memulai perjalanan mengeksplorasi biodiversitas tanaman obat sejak 2012. Ketika itu, kebetulan ada program dari Kementerian Kesehatan yang mencoba mengeksplorasi jenis tanaman obat di Kalbar. Dari situlah ia terus mendalami penelitian tentang tanaman obat dengan dibantu beberapa rekan.

Penelitian pertama dilakukan di daerah masyarakat Dayak Iban, Kabupaten Kapuas Hulu. Kemudian, penelitian dilakukan di Kabupaten Sintang, Sanggau, Kubu Raya, dan Kota Pontianak. ”Selain itu, wilayah pesisir juga di Kabupaten Sambas dan Mempawah,” ujarnya.

Untuk meneliti tanaman obat, ia harus menemui dan menggalinya dari masyarakat ataupun dukun yang masih mewarisi pengetahuan tentang tanaman obat. Hal itu tidak mudah karena ada dukun yang terkadang tidak mau diwawancarai atau hanya memberikan sebagian informasi.

”Paling hanya lima dari 10 tanaman obat yang mereka berikan informasinya,” ucapnya.

Ada pula yang bersedia diwawancarai, tetapi ada syarat khusus. Syarat itu biasanya disebut pengeras. Jika menemukan syarat yang berat, Yusro membatalkan untuk mendapatkan informasi itu atau mencari orang lain yang mau berbagi informasi.

Yusro pernah tidur di hutan selama tiga hari, misalnya di daerah Kecamatan Mandor, dengan mendirikan tenda. Hal itu dia lakukan untuk mencari tanaman yang direkomendasikan warga sebagai tanaman obat.

”Di Kalbar ada 158 subsuku Dayak. Perbedaan setiap suku dan wilayah memberikan pengetahuan yang berbeda pula tentang tanaman obat dan fungsinya. Penelitian dilakukan untuk menguji mana fungsi yang paling benar,” paparnya.

Yusro ingin mengetahui, apakah pengetahuan yang dimiliki masyarakat terbukti secara ilmiah. Jenis-jenis tanaman obat yang dipergunakan masyarakat menjadi titik awal ditemukannya obat-obat modern. Untuk sampai pada level obat modern, perlu penelitian.

Dari hasil penelitian, setidaknya ada 208 spesies tanaman obat yang ada di masyarakat, yang berkhasiat mengobati berbagai penyakit, antara lain malaria, diabetes, dan peradangan usus. Bahkan, diperkirakan ada lebih dari 208 spesies karena banyaknya tanaman obat.

Terdapat 33 spesies tanaman untuk menyembuhkan demam. Dari jumlah tersebut, ada 10 untuk menyembuhkan malaria, antara lain putar wali (Dayak Kanayatn), kulit langsat (Dayak Darok/Kembayan), papaya (Dayak Iban), dan limpet yang digunakan daunnya (Dayak Kanayatn). Demikian juga berbagai jenis tanaman dan khasiat obatnya.

”Saya sering menemukan jenis tanaman yang spesifik dan baru tahu saat bertanya ke dukun. Tanaman itu pada umumnya termasuk yang belum banyak teridentifikasi di Kalbar,” kata Yusro.

KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA–Fathul Yusro

Selamatkan pengetahuan
Yusro sesungguhnya berupaya menyelamatkan pengetahuan masyarakat. Kini, mereka yang mengetahui tentang tanaman obat tinggal orang tua atau dukun. Itu pun usianya sudah di atas 60 tahun. Selain itu, pengetahuan tersebut tak dibukukan, hanya warisan secara lisan.

”Bahkan, anak cucu mereka sudah tidak banyak pengetahuannya tentang tanaman obat. Misalnya, orangtua mengetahui 100 jenis tanaman obat, tetapi anak cucu mereka paling hanya mengetahui 10 tanaman atau bahkan hanya lima jenis tanaman,” ujarnya.

Jadi, kesenjangan pengetahuan antara generasi tua dan muda sangat besar. Kalau satu dukun mengetahui 50 spesies, masyarakat umum hanya mengetahui 5-10 spesies tanaman obat. Karena itu, kekayaan pengetahuan tersebut perlu diselamatkan. Jangan sampai pengetahuan itu hilang begitu saja.

Apalagi, sebagian besar informasi yang didapatkan dari masyarakat tentang khasiat tanaman obat juga ternyata terbukti secara ilmiah. Artinya, masyarakat memiliki kekayaan pengetahuan tentang tanaman obat yang luar biasa. Selain itu, juga memiliki potensi untuk dikembangkan lebih jauh, minimal untuk obat herbal terstandar.

Yusro mengabadikan hasil penelitian tentang kekayaan tanaman obat dan pengetahuan masyarakat dalam dua jilid buku pada 2013 dan 2014. Buku yang diberi judul Ragam Tumbuhan Berkhasiat Obat di Kalimantan Barat itu memuat data ratusan tanaman obat beserta penggunanya, cara menggunakannya, bagian yang digunakan, dan manfaatnya.

Yusro berharap, penelitian tersebut dapat berarti terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan tanaman obat ke depan. Ketika masyarakat sudah mengetahui tanaman yang memiliki khasiat dan terbukti secara ilmiah, harapannya tanaman itu terus dikembangkan dan dibudidayakan.

Fathul Yusro

Lahir: Pontianak, 21 Mei 1981

Riwayat pendidikan :
– SDN 02, Batang Tarang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (1987-1993)
– Madrasah Tsanawiyah Negeri 02, Pontianak (1993-1996)
– Madrasah Aliyah Negeri 02, Pontianak (1996-1999)
– S-1 Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak (1999-2004)
– S-2 IPB (2007-2009)
– S-3 Kochi University, Jepang (2014-2017)

Pekerjaan : Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak (2005-sekarang)

Istri : Rinche Handayani (39)
Anak :
– Fathur Rahmah Auliya (11)
– Fathul Fiqri Abqori (10)
– Fathiah Farras Nabila (8)

Publikasi sejumlah buku dan jurnal tentang biodiversitas tanaman obat, antara lain:
– Buku Ragam Tumbuhan Obat I dan 11 (Fahutan Press)

– Inventory of Medicinal Plants for Fever Used by Four Dayak Sub Ethnic in West Kalimantan, Indonesia, (Kuroshio Science 8-1, 2014, pp 33-38)
– Inhibition of ?-Glucosidase by Methanol Extracts from Wood Bark of Anacardiaceae, Fabaceae, Malvaceae and Phyllanthaceae Plants Family in West Kalimantan, Indonesia (Kuroshio Science, 9-2, 2016, pp 108-122)

Pengalaman penelitian:
– Potensi Tumbuhan Mengkuang
(Pandanus artocarpus Griff) dari Hutan Rawa Gambut Kalimantan Barat sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas (Strategis Nasional (Dikti), 2010)
– Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu di Wilayah KPH Model Kapuas Hulu (GIZ, Forclime, 2013)
– Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Suku Madura di Desa Sungai Kunyit Hulu Kabupaten Pontianak (Fakultas Kehutanan Untan, 2014)

Organisasi:
– Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (2005-sekarang)

EMANUEL EDI SAPUTRA

Sumber: Kompas, 13 Maret 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Inspirasi dari Perempuan Peneliti: Jalan Terang Masa Depan
Supartono, Ahli Beton Pratekan
Prof. Somadikarta Dengan Waletnya
Hakim Modern: Statistik
Prof. Drs. Med. Radioputro: “Sarjana Tak Bermutu”
Yohanes Martono, Ketekunan Peneliti Pemanis Alami
Lusiawati Dewi, “Dosen Tempe” dari Salatiga
Musa Hubeis Setia Mengkaji Pengembangan UMKM
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 23 Agustus 2022 - 23:01 WIB

Inspirasi dari Perempuan Peneliti: Jalan Terang Masa Depan

Senin, 22 November 2021 - 20:18 WIB

Supartono, Ahli Beton Pratekan

Jumat, 24 September 2021 - 13:32 WIB

Prof. Somadikarta Dengan Waletnya

Selasa, 10 Agustus 2021 - 23:23 WIB

Hakim Modern: Statistik

Rabu, 21 Juli 2021 - 12:54 WIB

Prof. Drs. Med. Radioputro: “Sarjana Tak Bermutu”

Kamis, 1 Oktober 2020 - 13:58 WIB

Yohanes Martono, Ketekunan Peneliti Pemanis Alami

Kamis, 27 Agustus 2020 - 11:33 WIB

Lusiawati Dewi, “Dosen Tempe” dari Salatiga

Jumat, 3 Juli 2020 - 15:37 WIB

Musa Hubeis Setia Mengkaji Pengembangan UMKM

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB