Evaluasi Penggunaan Hidroksiklorokuin untuk Pengobatan Pasien Covid-19

- Editor

Kamis, 4 Juni 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hidroksiklorokuin sempat diunggulkan untuk mengobati pasien Covid-19. Namun, pendekatan itu perlu dievaluasi kembali, menyusul temuan baru bahwa obat ini justru meningkatkan risiko kematian.

Penggunaan hidroksiklorokuin untuk pengobatan pasien Covid-19 dievaluasi, menyusul temuan baru bahwa obat ini justru meningkatkan risiko kematian. Organisasi Kesehatan Dunia juga sudah merekomendasikan agar negara yang menggunakannya, termasuk Indonesia, menghentikan sementara penggunaannya.

“Besok kami akan rapat membahas soal ini dan minggu depannya akan rapat antar profesi lain,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto, di Jakarta, Selasa (2/6/2020).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penggunaan hidroksiklorokuin dalam pengobatan pasien telah diatur dalam protokol tata laksana Covid-19 di Indonesia, yang dikeluarkan PDPI bersama empat perhimpunan dokter lain, pada April 2020 lalu. Disebutkan, obat ini bisa digunakan untuk pasien Covid-19 sedang hingga berat.

Untuk pasien berat misalnya, dianjurkan diberikan klorokuin fosfat 500 mili gram (mg) tiap 12 jam selama 5-7 hari atau hidroksiklorokuin di hari pertama 400 mg tiap 12 jam dan selanjutnya 400 mg tiap 24 jam selama 5-7 hari.

Namun demkian, studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal The Lancet pada 22 Mei 2020 lalu menemukan adanya peningkatan morbiditas pada pasien Covid-19 yang mendapat pengobatan hidroksiklorokuin. Berdasar studi ini pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan penghentian sementara penggunaan hidroksiklorokuin untuk pengobatan Covid-19 pada penelitian “uji solidaritas.”

Indonesia menjadi negara pertama di wilayah Asia Tenggara WHO yang memulai uji solidaritas atau uji klinis multinasional untuk menemukan pengobatan yang efektif untuk Covid-19, yang diorganisir WHO. “Bagi sejawat yang pasiennya terlibat dalam penelitian uji solidaritas agar mengikuti himbauan WHO ini,” kata dia.

Namun, menurut Agus, bagi yang tidak mengikuti uji solidaritas ini, masih bisa menggunakan protokol yang disusun bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia, serta Ikatan Dokter Anak Indonesia. “Protokol yang lama masih bisa diikui sampai ada keputusan baru,” kata dia.

Sekalipun masih bisa diberikan, namun Agus mengharapkan agar dilakukan evaluasi retrospektif terhadap pasien Covid-19 yang mendapat klorokuin atau hidroksiklorokuin untuk melihat keberhasilan dan efek samping obat ini. Hasil evaluasi ini diharapkan menjadi pertimbangan unuk revisi protokol tatalaksana Covid-19.

Tri Maharani, Kepala IGD Rumah Sakit Umum Daha Husada Kediri, Jawa Timur mengatakan, sampai saat ini hidroksiklorokuin masih diberikan untuk pasien Covid-19, karena belum adanya alternatif. “Dokter-dokter di daerah lain juga masih memakainya. Obat lain seperti Avigan masih sulit didapat di Jawa Timur,” kata dia.

Sebelumnya, pada Maret 2020 lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan akan mengimpor 2 juta avigan dan 3 juta klorokuin untuk digunakan kepada pasien Covid-19. Berikunya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada April 2020 lalu menyatakan, India telah menyetujui untuk mengekspor bahan baku obat ini dalam bentuk Hidroksiklorokuin sulfat ke Indonesia.

Hidroksiklorokuin sulfat ini merupakan senyawa kimia turunan dari klorokuin yang merupakan komponen dari obat dengan merek dagang Hyloquin. Selama ini, obat ini juga sering dipakai untuk penyakit malaria.

Oleh AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 3 Juni 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB