Ekspedisi Lengguru; 2014Kaimana Terancam Alih Fungsi

- Editor

Selasa, 2 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ekspedisi Lengguru 2014 menemukan 1.400 spesimen yang menunjukkan alam Papua Barat menyimpan kekayaan hayati sangat tinggi. Di tengah potensi itu, ekosistem Lengguru terancam alih fungsi lahan untuk tambang dan perkebunan monokultur.


Lengguru di Kaimana, Papua Barat, merupakan formasi masif karst terbesar dan kompleks di Pulau Niugini. Daerah yang terbentuk dari tumbukan lempeng tektonik Australia dan Pasifik itu membentuk kehidupan khas.

”Kami harap penelitian memberi umpan balik pemerintah daerah dalam membangun. Wilayah ini harus dijaga, terutama dari tekanan perusahaan yang ingin buka kebun sawit dan tambang,” kata Gono Semiadi, Koordinator Ekspedisi Lengguru 2014 dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pekan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dihubungi Senin (1/12), George Dedaida dari Papuana Conservation, di Manokwari, mengatakan, indikasi perkebunan dan pertambangan menghantui Kaimana. Hal itu didasarkan atas usulan revisi tata ruang wilayah Papua Barat yang sedang diajukan gubernur.

Berdasarkan peta perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan yang direkomendasikan tim terpadu di Kaimana, di antaranya, diterima usulan 3.560 hektar hutan lindung menjadi area penggunaan lain dan hutan produksi menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi mencapai 90.632 hektar.

Menurut Gono, dalam waktu dekat timnya akan bertemu lagi dengan Bupati Kaimana. Harapannya, pemerintah daerah bisa menjaga kawasan itu dari aktivitas pembukaan lahan perkebunan dan pertambangan kapur.

Seperti diberitakan, Ekspedisi Lengguru (17 Oktober-20 November 2014) menemukan 50 kandidat (hewan dan tumbuhan) spesies dan genus baru. ekspedisi melibatkan 74 peneliti dalam negeri dan Perancis.

Temuan tim laut, seperti diungkapkan anggota tim peneliti laut LIPI, Ucu Arbi, tutupan karang lokal rendah. Itu disebabkan praktik penangkapan ikan menggunakan bom dan pukat yang menghancurkan karang.

”Meskipun kondisi terumbu karang cukup jelek, keberadaan ikan hias masih baik,” katanya. Tim peneliti merekomendasikan agar perairan dan daratan setempat dikelola secara khusus menjadi daerah penelitian dan ekowisata. (ICH)

Sumber: Kompas, 2 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB