Tambang Freeport; Suku Dayak dan Suku-suku di Papua Pun Bersatu

- Editor

Minggu, 20 Desember 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dalam sejumlah bacaan mengenai sejarah penemuan tambang Ertsberg di Kabupaten Mimika, Papua, yang kini dikelola PT Freeport Indonesia, jarang diungkapkan peran Suku Dayak asal Kalimantan. Dalam bagian sejarah panjang penemuan tambang Ertsberg, yang artinya gunung bijih, Suku Dayak terlibat dalam sebuah ekspedisi di Tanah Papua.

Sejarah keterlibatan Suku Dayak diungkap dalam buku berjudul Tembagapura: The Mining Community, The Uniqueness and The Natural Beauty of Our Surroundings yang disusun PT FI. Buku itu diterbitkan Aksara Buana, 2011. Dalam buku setebal 326 halaman itu, keterlibatan Suku Dayak disinggung kendati tidak banyak.

Adalah Dr AH Lorentz yang memimpin ekspedisi besar pada 1907 yang didukung kekuatan militer Belanda dalam tim ekspedisi. Disebutkan, anggota tim mencapai ratusan personel. Dalam tim itu, ada sejumlah anggota Suku Dayak yang didatangkan dari Kalimantan. Tujuan ekspedisi itu memetakan pedalaman Papua dan mengumpulkan spesimen flora dan fauna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Alasan Suku Dayak dipilih, selain mereka kuat dan tangguh menembus lebatnya hutan belantara Papua, Suku Dayak tahan menghadapi cuaca dingin pegunungan. Dalam buku itu tersaji foto Suku Dayak membuat perahu dari batang pohon, serta saat mereka menyeberangi sungai di hutan Papua. Tentu, dalam ekspedisi itu, peran anggota suku di Papua tak kalah kecil.

Pada akhirnya, ekspedisi Lorentz tak sampai menemukan tambang Ertsberg. Namun, dari ekspedisi, mereka menghasilkan sebuah peta dan berbagai informasi keanekaragaman hayati. Dari hasil ekspedisi itu pula, lahirlah ekspedisi berikut yang kemudian berhasil menemukan tambang Ertsberg. Pemuda Belanda, Jean Jacques Dozy, yang “berjasa” menemukan cadangan Erstberg yang kemudian menjadi cikal bakal raksasa Freeport menambang di situ.

Kini, polemik soal Freeport di tanah Papua-sudah lebih dari 45 tahun mengeruk kekayaan tambang emas, perak, dan tembaga- terus berlarut-larut. Pokok persoalan, selalu sama, masih pantas atau tidak operasi Freeport di Papua diteruskan? Pada 2021, kontrak mereka berakhir.

Dalam sebuah diskusi hilirisasi tambang yang dihadiri pelaku usaha tambang, seseorang dari bagian pelaku usaha itu berkata kepada Kompas. Jika Pemerintah Indonesia tak memperpanjang operasi Freeport, “Indonesia akan kacau!”. Lebih lanjut, ia memperjelas ucapannya itu bahwa kacau yang dimaksud, ancaman disintegrasi Papua dari Indonesia.

Betulkah begitu? Bisa iya, bisa juga tidak. Selama ini, kita selalu dibayang-bayangi kekuatan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa di balik operasi Freeport. Untuk urusan perpanjangan operasi, jika perlu, pejabat setingkat Menteri atau bahkan Presiden AS langsung turun tangan melobi Pemerintah Indonesia.

Betul kata seorang pengamat energi, Indonesia harus bersatu dalam soal Freeport. Semua komponen bangsa harus kompak. Satu suara. Jika Suku Dayak dan suku-suku di Papua bisa bersatu dalam ekspedisi, bahkan saat negara Indonesia belum lahir, kini seharusnya kita bisa lebih baik lagi. (ARIS PRASETYO)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Desember 2015, di halaman 19 dengan judul “Suku Dayak dan Suku-suku di Papua Pun Bersatu”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 37 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB