Dunia Melewatkan Momentum

- Editor

Senin, 16 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keputusan yang dibuat dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim, di Madrid, Spanyol, dinilai tak memadai dan dunia melewatkan momentum untuk mengatasi laju perubahan iklim.

Pertemuan internasional tentang perubahan iklim di Madrid, ditutup pada Sabtu (15/12/2019) siang, atau mundur sehari dari jadwal. Meski demikian, keputusan yang dibuat dinilai tak memadai dan dunia melewatkan momentum untuk mengatasi laju perubahan iklim.

KOMPAS/AHMAD ARIF–Sekjend PBB Antonio Guterres mengingatkan setiap negara harus mengantisipasi perubahan iklim akibat peningkatan suhu global yang bisa mencapai 3-4 derajat celcius lebih panas dibandingkan 1850-an, dalam forum UNFCCC-COP25 di Madrid, Kamis (12/12). Pekerja yang berada di garis depan harus disiapkan menghadapi perubahan ini. Kompas/Ahmad Arif

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Hari ini warga dunia meminta kita bergerak maju lebih cepat dan lebih baik, dalam pembiayaan, adaptasi, mitigasi,” kata Carolina Schmidt, Menteri Lingkungan Chile dan Presiden COP25, pada sidang Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC-COP) Ke-25 , yang disiarkan secara daring.

Draf akhir yang dibuat hanya mendukung deklarasi tentang “kebutuhan mendesak” untuk menutup kesenjangan antara janji emisi yang ada dan tujuan penurunan suhu sesuai Kesepakatan Paris 2015, tapi tak ada kejelasan mekanisme maupun pendanaan. Dalam sidang penutupan, terlihat perwakilan negara-negara besar masih menolak meningkatkan upaya untuk memerangi pemanasan global.

Kesepakatan Paris menetapkan tujuan bersama untuk menghindari kenaikan suhu lebih dari 1,5 derajat celsius akhir abad ini. Sementara tren saat ini menunjukkan, dunia berada pada jalur untuk kenaikan 3 hingga 4 derajat celsius akhir abad ini, dengan konsekuensi yang berpotensi dramatis bagi banyak negara, termasuk kenaikan permukaan laut dan badai yang lebih dahsyat.

Maka dari itu, kesepakatan iklim di Madrid awalnya diharapkan bisa menaikkan ambisi global untuk menurunkan emisi sehingga peringatan para saintis tentang kenaikan suhu di atas 3 derajat celsius bisa dihindarkan.

–Sebanyak 70 negara kecil yang paling rentan terdampak perubahan iklim menyerukan peningkatan target penurunan emisi dan menagih janji bantuan dana dari negara maju yang menjadi emiter utama, di luar sidang COP25 di Madrid, Selasa (10/12). Mereka membentuk Madrid Ambition Drive for Survival. Kompas/Ahmad Arif

Formula lemah
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, menyampaikan kekecewaannya terhadap hasil puncak pertemuan iklim yang berlangsung selama dua pekan ini. Dia menyebut hal itu sebagai peluang yang terlewatkan untuk mengatasi krisis pemanasan global.

“Saya kecewa dengan hasil COP25,” kata Guterres. “Komunitas internasional kehilangan kesempatan penting untuk menunjukkan peningkatan ambisi pada mitigasi, adaptasi dan keuangan untuk mengatasi krisis iklim.”

Pernyataan tertulis yang diterima Kompas dari delegasi Indonesia dalam sidang penutupan ini juga menyampaikan keprihatin dengan formulasi yang lemah tentang keuangan jangka panjang. Indonesia menggarisbawahi pentingnya diskusi keuangan jangka panjang dilanjutkan setelah tahun 2020 untuk memastikan keberlanjutan dan prediktabilitas pendanaan iklim.

Sidang iklim COP25 di Madrid sebenarnya diharapkan merumuskan mekanisme pendanaan, salah satunya terkait perdagangan karbon, sesuai Kesepakatan Paris 2015 yang harus diterapkan pada 2015. Namun, kegagalan sidang di Madrid kali ini berarti semua mata akan tertuju pada COP Ke-26 di Glasgow, Inggris.

Oleh AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 16 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB