Para pihak dalam Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim yang sedang bernegosiasi dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB di Lima, Peru, dinilai ”tidak mau mendengar”, tidak menghiraukan data iklim dari Badan Meteorologi Dunia.
Badan Meteorologi Dunia (WMO), Rabu (3/12), memberikan laporan sementara kondisi iklim global pada Pertemuan Para Pihak ke-20 tersebut.
Merespons laporan WMO tersebut, Kepala Balitbang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian mengatakan, semua pihak tidak memperhatikan laporan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Informasi tentang berbagai rekor panas bumi dan rekor lainnya tinggal rekor saja. Semua pihak tidak memperhatikannya,” ujarnya.
Sementara itu, Sekjen WMO Michel Jarraud mengatakan, ”Yang terjadi pada 2014 konsisten dengan perkiraan kami tentang akibat perubahan iklim. Rekor suhu panas yang baru dipadu dengan hujan lebat dan banjir menghancurkan kehidupan dan penghidupan. Apa yang tidak biasa dan menjadi tanda bahaya tahun ini adalah suhu tinggi yang meliputi area permukaan laut secara luas, termasuk di belahan bumi utara.”
Rekor tingginya emisi gas rumah kaca dan konsentrasi gas lainnya di atmosfer, kata Jarraud, membawa planet bumi ke arah ketidakpastian dan masa depan yang tidak ramah.
Perkiraan panas di laut pada Januari-Juni diukur pada kedalaman 700 meter dan 2.000 meter, yang kali ini tercatat mencapai suhu tertinggi. Sebesar 93 persen kelebihan energi panas yang terjebak di atmosfer oleh lapisan gas rumah kaca berakhir di laut.
Panas yang tersimpan di laut menjadi kunci memahami sistem iklim. Secara geografis, Indonesia berada di antara dua samudra besar dunia, Pasifik dan Atlantik. ”Semua rekor dilaporkan dan dicatat, tetapi perundingan global tetap seperti itu. Tidak bergerak maju,” ujar Edvin, yang makalahnya pernah menjadi bahan laporan Panel Ahli Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC), acuan pada UNFCCC. (ISW)
Sumber: Kompas, 5 Desember 2014