Doktor “Honoris Causa” untuk Jusuf Kalla

- Editor

Jumat, 18 Maret 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Kamis (17/3). Kalla mendapat gelar tersebut karena dianggap memiliki jiwa kreatif serta inovatif, berani menghadapi risiko dan memiliki orientasi terhadap hasil.

Figur Kalla, menurut tim promotor gelar, juga dinilai sebagai pekerja keras. Menjabat sebagai Wakil Presiden RI periode 2004-2009, Kalla kini masih aktif sebagai Ketua Palang Merah Indonesia. Beberapa prestasi Kalla yang dianggap menonjol antara lain perintis pembicaraan damai RI-Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki hingga Deklarasi Malino.

Kalla menyampaikan pidato ilmiahnya yang berjudul ”Kemajuan Bangsa, Pendidikan, dan Kewirausahaan”. Selain Jusuf Kalla, Popong Otje Djundjunan juga menerima gelar honoris causa atas jasanya dalam melestarikan budaya Sunda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam pidato ilmiahnya, Kalla mengatakan, pembangunan ekonomi yang adil dan berpihak kepada pemberdayaan masyarakat marjinal adalah satu syarat penting untuk meninggikan martabat bangsa di mata dunia internasional. Hal tersebut bisa dimulai dengan mencetak para wirausaha.

Kalla menuturkan bahwa kemajuan ekonomi tidak dicapai dengan hanya memberlakukan pasar bebas, tetapi juga harus mengangkat golongan yang kurang beruntung dan kalah dalam kekuatan ekonomi. Langkah yang bisa dilakukan adalah memberikan peluang untuk tumbuhnya kewirausahaan.

Dalam kesempatan itu, Kalla juga mengajak kepada perguruan tinggi untuk lebih terbuka pada pihak luar. Salah satunya dengan menggabungkan riset dan inovasi untuk menjadi nilai tambah bagi para pengusaha dari sisi efisiensi. Begitu pula untuk memberikan pendidikan bagi para calon pengusaha. Perbaikan mutu pendidikan haruslah dilakukan melalui sistem evaluasi dan penilaian yang tidak bisa ditawar. (ELD)

Sumber: Kompas, 18 Maret 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB