Dinamika Atmosfer; Suplai Awan Hujan Masih Banyak

- Editor

Kamis, 23 Januari 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hujan lebat ekstrem yang memicu banjir dan longsor di sejumlah lokasi baru-baru ini disebabkan suplai awan hujan terus-menerus dari Samudra Hindia barat Sumatera. Fenomena osilasi Madden-Julian dan gelombang Kelvin memicu gangguan itu.

”Osilasi Madden-Julian (MJO) dan gelombang Kelvin bergerak dari barat ke timur di wilayah garis ekuator atau tropis. Kedua fenomena ini menjadikan anomali angin baratan pada musim hujan baru-baru ini,” kata Manajer Laboratorium Teknologi Sistem Kebumian dan Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Fadli Syamsudin, Rabu (22/1), di Jakarta.

Anomali angin baratan atau monsunal pada musim hujan ditandai dengan hujan turun beberapa hari. Intensitas hujan tinggi sehingga menimbulkan banjir dan longsor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Fadli mengatakan, kedua gelombang itu saat ini mencapai garis ekuator di wilayah Samudra Pasifik. Keadaan ini meredakan hujan ekstrem yang bersifat regional. Pekan depan, diperkirakan kondisi ini mengurangi intensitas curah hujan, terutama di wilayah Indonesia bagian barat.

”Hujan lebat masih akan terjadi karena kini masuk musim hujan. Tapi, hujan itu bersifat lokal,” kata Fadli. Ciri hujan lokal terjadi siang menjelang sore. Adapun hujan ekstrem bersifat regional terjadi mulai malam hingga pagi hari.

Gelombang Kelvin merupakan gelombang planeter atmosfer akibat pola pemanasan di lapisan troposfer ekuatorial. Gelombang ini memicu MJO yang menyebabkan konveksi atau penguapan di lintas ekuatorial Samudra Hindia.

Baru-baru ini akumulasi hasil penguapan di wilayah Samudra Hindia barat Sumatera bergerak memasuki benua maritim Indonesia. Ini berubah menjadi awan hujan yang ekstrem.

Alan Fredy Koropitan, Direktur Pusat Studi Oseanografi dan Teknologi Kelautan Universitas Surya di Serpong, Tangerang Selatan, mengatakan, dinamika atmosfer terpicu dinamika kelautan. Dampak perubahan iklim yang meningkatkan suhu permukaan laut menyebabkan terjadinya sistem tekanan rendah di udara atau atmosfer.

”Suhu permukaan laut, yang makin panas menjadi sumber energi dinamika atmosfer, menyebabkan badai,” kata Alan. (NAW)

Sumber: Kompas, 23 Januari 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB