Cuaca Cenderung Basah Sepanjang Tahun Ini

- Editor

Minggu, 24 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hingga akhir Januari ini, belum semua zona musim di Indonesia memasuki musim hujan. Dari 342 zona musim, ada 10 persen di antaranya yang masih kemarau. Semua zona diperkirakan akan memasuki musim hujan pada April mendatang. Puncak hujan terjadi pada akhir Januari hingga Februari 2016. Karena itu, daerah yang rawan banjir dan longsor perlu melakukan upaya antisipasi untuk meredam bencana tersebut.

Hal ini disampaikan Mulyono Rahadi Prabowo, Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Sabtu (23/1/2016), di Jakarta. Tinggi atau rendahnya curah hujan saat puncak musim hujan saat ini, kata Prabowo, harus melihat fenomena anomali cuaca lain yang terjadi di Indonesia.

Selain El Nino atau La Nina yang terjadi di Samudra Pasifik, fenomena lain yang memengaruhi iklim di Indonesia adalah Indian Dipole Mode di Samudra Hindia, sirkulasi Monsun Asia-Australia, daerah pertemuan angin antartropis (inter tropical convergence zone/ITCZ), dan anomali suhu permukaan laut di perairan Nusantara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

El Nino umumnya akan mengurangi curah hujan, termasuk saat puncak hujan pada Januari-Februari ini. Namun, curah hujan lebat tetap berpotensi terjadi hingga bulan depan, kata Prabowo, karena peningkatan aktivitas Monsun Asia disertai dengan seruakan dingin yang menunjukkan indeks lebih dari 10.

Kondisi ini diperkuat dengan munculnya Osilasi Madden-Julian fase basah di wilayah Indonesia, fenomena IOD bernilai negatif yang menimbulkan suplai masa udara ke wilayah barat Indonesia, serta potensi menguatnya daerah ITCZ.

“Monsun Asia akan memicu terjadinya pertumbuhan awan hujan yang menguat dalam satu minggu ke depan,” kata Prabowo. Awan hujan terutama terbentuk di sekitar Sumatera dan bagian barat Kalimantan. Kondisi ini akan mengakibatkan potensi hujan lebat tidak hanya di sekitar Sumatera dan bagian barat Kalimantan, tetapi berpotensi muncul di Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku bagian tengah, dan Papua bagian tengah.

Selain gangguan cuaca ini, serangkaian fenomena itu berpotensi menimbulkan gelombang laut yang tinggi hingga 2,5 meter di sebagian besar perairan barat Sumatera, selatan Jawa hingga NTB, Laut Natuna, Selat Makassar, Laut Sulawesi, perairan Kepulauan Sangihe, Laut Maluku, perairan utara Papua dan Papua Barat.

Sementara itu, gelombang laut hingga 4 meter akan muncul di wilayah Laut Tiongkok Selatan, Kepulauan Natuna hingga utara Anambas, perairan utara Kepulauan Talaud hingga Kepulauan Halmahera. Kondisi ini muncul mulai 25 Januari mendatang.

La Nina
Dilihat dari rata-ratanya, berdasarkan data iklim 30 tahun terakhir, musim hujan 2015-2016 umumnya mundur sebulan. Kemunduran musim hujan merupakan dampak dari El Nino kuat yang mulai muncul akhir Juli 2015, kata Nuryahayati, Kepala Pusat Informasi Klimatologi. Anomali cuaca ini diprediksi akan berakhir pada April mendatang. “Saat ini El Nino masih berlangsung, tetapi kondisinya sudah mulai meluruh kembali ke netral,” katanya.

Pada April, akan ada beberapa ZOM mulai memasuki kemarau. Pada kemarau mendatang diprediksi akan muncul fenomena kebalikan El Nino, yaitu La Nina, yang berdampak peningkatan curah hujan di atas kondisi normalnya. Zona yang terpengaruh La Nina terutama di wilayah selatan khatulistiwa.

“Berdasarkan kejadian La Nina pada tahun 1998 hingga 2010, La Nina umumnya mengakibatkan kenaikan curah hujan pada periode Juli hingga September,” ujar Nurhayati.

Seperti halnya kemarau kering akibat El Nino, saat kemarau basah karena La Nina akan berdampak negatif bagi masyarakat, terutama petani. Anomali cuaca ini berpotensi menurunkan produktivitas tanaman tembakau, bawang, dan garam, serta meningkatkan pertumbuhan penyakit organisme tanaman.

Memasuki puncak musim hujan pada Januari dan Februari, ujar Nurhayati, yang juga Pelaksana Tugas Deputi Klimatologi BMKG, kewaspadaan perlu ditingkatkan menghadapi potensi banjir dan longsor. Sementara Provinsi Riau yang akan memasuki kemarau perlu mewaspadai ancaman kebakaran lahan.

YUNI IKAWATI

Sumber: kompas Siang | 23 Januari 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB