Dapat Kebebasan, Mahasiswa Tetap Butuh Pendampingan

- Editor

Senin, 27 Januari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang membebaskan mahasiswa belajar tiga semester di luar program studinya disambut baik kalangan perguruan tinggi. Meski begitu, mahasiswa perlu didampingi.

Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang membebaskan mahasiswa belajar tiga semester di luar program studi akan menguntungkan bagi mahasiswa. Meskipun begitu, mahasiswa yang mengambil program tersebut perlu mendapatkan pendampingan. Perguruan tinggi mesti memastikan, mahasiswa tidak sekadar mencari nilai lewat cara yang lebih praktis.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan ”Kampus Merdeka” di Jakarta, Jumat (24/1/2020). Salah satu poinnya adalah memberikan kesempatan bagi mahasiswa belajar di luar program studi (prodi) selama tiga semester.

Pembelajaran yang mungkin dilakukan selama masa itu bisa berbentuk praktik kerja, mengajar di sekolah, penelitian, studi/proyek jangka pendek, pertukaran pelajar, wirausaha, atau pengabdian masyarakat. Pengalaman ini ditujukan agar mahasiswa nanti benar-benar siap menghadapi dunia kerja.

Rektor Universitas Diponegoro Yos Johan Utama menilai, pendampingan kepada mahasiswa tetap harus dilakukan dalam menerapkan kebijakan tersebut. Sebab, ia khawatir kebebasan ini dimanfaatkan mahasiswa untuk sekadar mencari nilai yang mudah di luar materi perkuliahan.

”Kebebasan adalah sesuatu yang benar. Namun, mahasiswa tetap harus diarahkan agar tujuannya tetap membangun kompetensi,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (25/1/2020).

Yos menilai, tiga dari delapan semester yang ada dalam sebuah studi cukup krusial memengaruhi kompetensi mahasiswa. Jika mahasiswa sekadar mencari nilai, indeks prestasi kumulatif (IPK) mereka bisa saja akan bagus. Namun, hal itu percuma jika kompetensinya tidak optimal.

”Kami tetap akan mendorong para mahasiswa memanfaatkan kebebasan itu. Kami akan siapkan regulasinya supaya terarah,” tambahnya.

Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro berpendapat, semua fakultas atau perguruan tinggi perlu membuka diri terhadap hak mahasiswa belajar tiga semester di luar prodi ini. Sebab, kualitas lulusan perguruan tinggi ke depan akan ditentukan kepiawaian mahasiswa mengombinasikan berbagai disiplin ilmu.

”Selama ini, sekat antar-fakultas dan universitas dalam negeri masih tebal. Dengan adanya kesempatan ini, kami akan dituntut berkomunikasi secara intensif,” katanya.

Kerja sama
Menyambut hal ini, UI akan menjalin komunikasi kerja sama dengan 10 perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN BH) lain. Kendati demikian, kerja sama dengan PTN satuan kerja dan PTN badan layanan umum juga terbuka dijajaki.

”Kalau kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri, sejauh ini kami sudah sering menerapkan melalui program double degree atau joint degree,” ujarnya.

Ketua Pusat Studi Literasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Islam Malang Ari Ambarwati mengungkapkan, beberapa perguruan tinggi selama ini tidak lagi mewajibkan skripsi bagi mahasiswa yang memiliki kiprah di luar program studi. Kebijakan Mendikbud Nadiem dinilai selaras dengan program ini.

”Beberapa perguruan tinggi sudah tidak mewajibkan skripsi bagi mahasiswanya yang menjadi influencer, menerbitkan buku nasional, membuat film pendek, lolos Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas), atau membuat usaha rintisan,” kata Ari yang juga dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Islam Malang ini.

Kebijakan tiga semester belajar di luar prodi akan semakin mendorong mahasiswa berkiprah di luar kampus. Ambar menilai, kebijakan ini juga akan semakin banyak memicu kontribusi mahasiswa dalam memberdayakan masyarakat, bukan sekadar pengabdian.

Selain itu, mahasiswa juga memiliki kesempatan memperoleh pembelajaran yang lebih bermakna. Mereka bisa mengadopsi praktik, baik dari prodi maupun perguruan tinggi lain. Senada dengan Nadiem, hal ini penting bagi mahasiswa untuk menghadapi tantangan ke depan.

Ambar mengatakan, perguruan tinggi harus menyiapkan kurikulum yang tepat untuk mendukung kebijakan ini. ”Kurikulum prodi harus diselaraskan agar sesuai dengan kegiatan mahasiswa di lapangan. Harapannya, ketika selesai, mereka bisa mendapatkan pengalaman dan keterampilan khusus,” katanya.

Mata kuliah baru
Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional Universitas Lampung Dara Billa Puspita Winanti menyangsikan kebijakan tersebut akan berjalan efektif. Sebab, mahasiswa cenderung masih belum konsisten menentukan karier ke depan selama tiga tahun pertama kuliah.

”Banyak teman-teman saya yang berubah pikiran saat semester akhir. Tadinya ingin menjadi diplomat, tetapi ingin profesi lain,” katanya.

Jika ingin mendorong mahasiswa memiliki keahlian lain selain bidang keilmuannya, tidak harus dengan belajar di prodi lain. Menurut dia, hal itu juga bisa disiasati dengan menyisipkan mata kuliah baru yang mutakhir dalam kurikulum prodinya.

Nadiem mengatakan, definisi satuan kredit semester (SKS) akan diubah seiring dengan kebijakan baru ini. Setiap SKS tidak lagi diartikan sebagai jam belajar, tetapi jam kegiatan. Dengan ini, praktik kerja, penelitian, studi/proyek jangka pendek, pertukaran pelajar, atau pengabdian masyarakat tidak akan menambah beban masa studi mahasiswa.

”Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing seorang dosen,” kata Nadiem.

Selain kebebasan belajar bagi mahasiswa, kebijakan lain yang diluncurkan Nadiem terkait dengan kemudahan perguruan tinggi dalam membuat prodi baru, pengurusan akreditasi, dan pengajuan status PTN BH. Menurut dia, paket kebijakan ini menjadi langkah awal rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi.

Oleh FAJAR RAMADHAN

Editor: YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 26 Januari 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB