Danau Limboto; Rehabilitasi Kawasan Dimulai dengan Penanaman Bambu

- Editor

Sabtu, 12 Desember 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perbaikan ekosistem perairan darat Danau Limboto di Provinsi Gorontalo mulai dilakukan. Penanaman bambu mulai dilakukan pada 20 lahan warga yang berada di sempadan sungai yang mengalir ke Limboto. Sifat perakaran yang kuat dan mengikat tanah diharapkan dapat mengerem laju erosi yang menyumbang sedimentasi atau pendangkalan di danau prioritas nasional itu.

Penanaman bambu tersebut kini dilakukan sepanjang 10 kilometer di sempadan anak-anak Sungai Alo Paho yang mengalir di Desa Tabongo Timur dan Desa Upomela, Kabupaten Gorontalo. Disiapkan 8.000 bibit bambu untuk ditanam dua kelompok warga dusun.

Di Upomela, penanaman mencapai 1.250 bibit dari 4.000 bibit bambu yang disiapkan. Di Tabongo Timur, tidak jauh beda. “Kampanye dan pesta politik lokal pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gorontalo membuat kelompok masyarakat tak fokus sehingga penanaman belum selesai,” kata Noh Maningka, pendamping lapangan yang direkrut Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bone Bolangi, Jumat (11/12), saat melihat penanaman bambu di Tabongo Timur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kepala Desa Tabongo Timur Ismet Harun mengatakan, penanaman bambu merupakan pendekatan kultural kepada warga agar menjaga lingkungan.

“Setiap upacara adat, dari pernikahan, kematian, sampai menyambut tamu agung, kami menggunakan bambu kuning yang sangat banyak,” kata Ismet Harun.

0affbfc1786e4cb99005c94c2d4e951cKOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Pintu Air Danau Limboto di Provinsi Gorontalo masih dalam pembangunan, Jumat (11/12). Pembangunan pintu air itu untuk menyempurnakan kontrol air yang keluar dari danau agar tak cepat surut dan danau selalu tergenang. Perbaikan di hulu untuk mengerem sedimentasi agar Danau Limboto bisa diselamatkan.

Umumnya, warga hanya menebang bambu tanpa memikirkan kelanjutannya. Kini, setelah bambu kuning mulai susah didapat, warga merasa kehilangan persyaratan adat. Bahkan, bambu hijau biasa dicat warna kuning untuk memenuhi ketentuan adat. Selain bambu kuning, bambu biasa juga masih dimanfaatkan warga sebagai bahan bangunan dan papan anyaman bambu.

“Ketika ada program penanaman bambu, langsung saya iyakan karena itu dibutuhkan masyarakat,” kata Ismet.

Ketua Kelompok Tani Lestari di Upomela Umar Kaluku mengatakan, bambu terbukti bisa menahan erosi. Ia menunjukkan rumpun bambu lebat di samping Sungai Tohupo yang melintas di desanya, area itu tak seperti sekitarnya yang longsor.

“Kalau hujan deras, tanaman jagung kami yang hampir panen sering longsor ke sungai. Kami harap bambu bisa menahan erosi,” katanya.

Pendangkalan parah
Secara nasional, Danau Limboto merupakan satu dari 15 danau prioritas. Kondisi danau tersebut terus menyempit dan dangkal akibat sedimentasi dari sungai.

Tahun 1932, luas danau itu sekitar 7.000 hektar. Saat ini, luasnya tersisa 2.500 hektar. Kedalamannya pun berkisar 2-3 meter pada tahun 2007.

Kondisi danau itu membuat daya tampungnya sangat berkurang. Danau yang dulu menghidupi warga karena berbagai fungsinya, kini, terutama saat musim hujan, menjadi ancaman luapan banjir.

Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Bone Bolango Saparis Soedarjanto mengatakan, rehabilitasi kawasan danau sudah mendesak. Karakter tanah di Limboto yang “miskin ikatan” atau “lepas-lepas” membutuhkan penanaman yang lebih rapat dibandingkan dengan daerah lain.

Selain rehabilitasi daerah aliran sungai, upaya mengerem sedimentasi di Danau Limboto juga dilakukan dengan membuat 70 dam penahan dan sumur resapan yang dikerjakan tentara. Tahun depan, jumlahnya akan diperbanyak.

Ia mengatakan, Kementerian Pekerjaan Umum pun telah mengerjakan proyek fisik pembuatan pintu air dan dam pengendali di beberapa lokasi untuk menyelamatkan Danau Limboto. Pihak TNI, katanya, beberapa waktu lalu juga meminta 100.000 bibit pohon untuk ditanam di DAS Limboto. (ICH)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Desember 2015, di halaman 13 dengan judul “Rehabilitasi Kawasan Dimulai dengan Penanaman Bambu”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB