Daerah terpencil dan terisolasi tak luput dari jangkauan penyebaran Covid-19. Ini mengkhawatirkan mengingat fasilitas kesehatan setempat sangat terbatas.
Pandemi Covid-19 telah menyebar ke pulau-pulau terluar dan semakin jauh ke pedalaman. Padahal, kawasan ini memiliki fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan lebih terbatas sehingga risiko yang dialami masyarakat menjadi lebih besar.
Kepala Puskesmas Sera, Pulau Lakor, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, Daniel Latelay, Jumat (13/8/2021), mengatakan, kasus Covid-19 mulai terdeteksi di wilayahnya sejak Juli 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pulau Lakor merupakan salah satu pulau kecil di gugus Kepulauan Wallacea yang dihuni sekitar 3.000 orang. Untuk mencapai pulau ini harus terbang dari Ambon dengan pesawat perintis atau menggunakan kapal reguler dengan waktu tempuh 4 hari
”Awalnya ada keluarga guru di sini yang mendapat kunjungan anaknya dari Ambon. Saat hendak pulang ke Ambon, diperiksa ternyata reaktif antigen. Dia juga menulari tenaga kesehatan di sini,v kata Daniel.
Daniel mengaku khawatir, pandemi Covid-19 ini bisa menyebar lebih luas tanpa terdeteksi, mengingat keterbatasan tenaga kesehatan dan antigen. Untuk polimerase rantai ganda atau PCR hanya ada di Ambon yang hanya bisa diakses dengan pesawat ke Pulau Moa, lokasi ibu kota kabupaten sebelum menyeberang dengan perahu. Alternatif lain menggunakan feri dari Ambon dengan waktu tempuh empat hari atau kapal cepat selama dua hari.
”Kami sangat khawatir kalau sampai varian Delta yang masuk ke wilayah kami. Pasti sulit menanganinya karena kami tidak punya peralatan memadai. Di puskesmas kami tidak ada dokter, hanya ada perawat dan bidan,” kata Daniel.
Daniel menambahkan, di Puskesmas Sera hanya memiliki stok 50 tes antigen dan dua tabung oksigen yang sudah kosong. ”Kami sebenarnya sangat mengharap ada bantuan oksigen konsentrator dan tambahan antigen untuk berjaga-jaga. Kami mendapat informasi kasus Covid-19 mulai banyak di pulau-pulau tetangga, seperti Pulau Kisar,” tuturnya.
Penularan Covid-19 juga meluas di Kepulauan Aru, Maluku Tenggara. Mika Ganobal, tokoh adat dan Lurah Sima Lima, Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Kabupaten Kepulauan Aru, mengatakan, Covid-19 sudah masuk ke desa-desa di pedalaman. ”Kalau warga di kampung rata-rata memang sudah bergejala Covid-19, tetapi mayoritas tidak diperiksa, apalagi di bawa ke rumah sakit,” ujarnya.
Mika mengatakan, sejauh ini sudah ada 20 warga di Kepulauan Aru yang meninggal terkonfirmasi Covid-19. Namun, mereka yang meninggal dengan gejala Covid-19 tetapi tidak diperiksa dan dirawat di rumah sakit jauh lebih banyak lagi.
Covid-19 juga menyebabkan salah satu tokoh perempuan adat Aru, Dolfintje Gaelagoy atau dikenal sebagai Mama Do, meninggal, awal Juli 2021. Mama Do dikenal sebagai tokoh adat yang kritis dan menentang pembukaan hutan ulayat di Kepulauan Aru untuk konsesi perkebunan.
Pedalaman Kalimantan
Wabah Covid-19 juga dilaporkan telah masuk ke Long Sule, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Desa yang dihuni sekitar 1.000 masyarakat adat Punan Aput ini hanya bisa ditempuh dengan pesawat perintis atau jalan darat disambung perahu selama seminggu lebih, bergantung pada kondisi cuaca.
Kepala Puskesmas Long Sule Tri Bekti mengatakan, sebanyak 44 warga di desanya baru-baru ini terkonfirmasi Covid-19 melalui tes antigen. ”Semuanya bergejala dan 27 orang sudah sembuh, satu orang meninggal. Lainnya masih menjalani isolasi mandiri,” ujarnya.
Tri berharap tidak ada pasien yang mengalami pemburukan karena keterbatasan pasokan oksigen dan obat-obatan. Selain itu, puskesmas di tempatnya juga tidak ada dokter.
”Di sini ada satu oksigen konsentrator dan tabung oksigen, tetapi kalau ada yang bergejala berbarengan akan sulit untuk membagi oksigennya,” ujarnya.
Menurut Tri, penularan Covid-19 ini diduga berasal dari lokasi penambangan emas, sekitar dua hari jalan kaki dari Desa Long Sule. ”Kami sebenarnya sudah meminta warga yang baru masuk desa agar melakukan karantina mandiri dan kemudian pada hari kelima wajib tes antigen. Tetapi, ternyata ada keluar masuk desa diam-diam sehingga kecolongan,” tuturnya.
Tokoh adat yang juga Ketua RT 005 Desa Respen Tubu, Kecamatan Malinau Utara, Kabupaten Malinau Antoni Udang mengatakan, kebanyakan warganya yang bertahan di desa mengalami gejala Covid-19 berupa demam dan hilang indera penciuman. Namun, mayoritas warga tidak mau ke rumah sakit.
”Saya juga baru sembuh setelah 10 hari sakit. Sebelumnya istri yang kena, lalu anak, orangtua, dan ipar-ipar. Semua tetangga di sini rata-rata sudah mengalami, tetapi kami tidak mau ke rumah sakit,” ujarnya.
Menurut Antoni, gejala yang sama juga dialami oleh masyarakat Tubu yang masih tinggal di hulu-hulu sungai di pedalaman. ”Rata-rata tertular dari aparat desa yang mengurus administrasi ke kota, pulang-pulang menularkan ke warga. Ini sudah meluas di pedalaman, sampai di hulu-hulu sungai,” ujarnya.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 14 Agustus 2021