Center For International Forestry Research atau CIFOR mengeluarkan sebuah analisis terbaru yang menyatakan 1,64 juta hektar hutan dan lahan terbakar pada tujuh provinsi di Indonesia selama periode kebakaran hutan dan lahan Januari – Oktober 2019. Penghitungan berbasis citra satelit ini sangat jauh lebih besar dibandingkan hasil perhitungan dan verifikasi lapangan resmi pada periode yang sama oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO–Sisa-sisa api di lahan yang baru dibuka di Desa Tanjung Taruna, Selasa (19/11/2019).
Dalam siaran pers CIFOR, 2 Desember 2019, disebutkan hasil luasan 1,64 juta ha tersebut didapatkan para ilmuwan yang menganalisa citra satelit Sentinel-2 mulai 1 Januari 2019 hingga 31 Oktober 2019. Mereka juga melakukan analisis di Google Earth Engine.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami menetapkan untuk menentukan berapa banyak lahan yang terbakar dan jenis tutupan lahan apa yang terbakar. Pengetahuan ini sangat penting untuk memahami konsekuensi dan merumuskan solusi,” kata David Gaveau, pakar lansekap ekologis CIFOR, organisasi yang berbasis di Bogor, Jawa Barat.
Penilaian satelit memperkirakan bahwa 1,64 juta hektar terbakar antara 1 Januari dan 31 Oktober 2019 di tujuh provinsi di Indonesia yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Papua. Angka tersebut termasuk 670.000 ha (41 persen) yang berada di lahan/hutan gambut.
CIFOR menjelaskan, berdasarkan inspeksi visual sampel gambar resolusi tinggi (2.920 sampel) yang diambil sebelum kebakaran ditemukan 76 persen pembakaran terjadi di lahan tidur (lahan terlantar di Indonesia). Lahan-lahan itu adalah hutan beberapa tahun yang lalu, tetapi siklus pembakaran berulang telah mengubahnya menjadi semak belukar terdegradasi yang tidak produktif.
Dikonfirmasi terkait hasil penghitungan luas kebakaran hutan dan lahan CIFOR ini, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles Brotestes Panjaitan menunjukkan data resmi yang dirilisnya luas kebakaran hutan dan lahan 942.485 ha. Ini terdiri 269.777 ha (28,64 persen) pada areal gambut dan 672.708 ha (71,36 persen) pada areal mineral.
Bila hanya pada tujuh provinsi yang dihitung CIFOR, luas kebakaran versi KLHK ini “hanya” seluas 648.779 ha. Ini terdiri 263.325 ha (40,59 persen) pada areal gambut dan 385.454 ha (59,41 persen) pada areal mineral. Luas kebakaran versi CIFOR mencapai 2,5 kali lipat luas kebakaran versi KLHK.
DIREKTUR PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KLHK RAFFLES B PANJAITAN–Tabel luas kebakaran hutan dan lahan pada periode Januari – Oktober 2019.Sumber: Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles Brotestes Panjaitan pada 2 Desember 2019.
Ia mengatakan data KLHK didapatkan dari analisa citra satelit Landsat lalu dicek ulang dengan peta titik api dan kemudian diverifikasi di lapangan. “Kami cek jangan sampai ada dua kali penghitungan, kami hitung yang benar-benar kebakaran yang baru karena kalau hanya dari satelit bisa miss,” kata dia.
Pada 2015, tragedi kebakaran hutan dan lahan mencapai 2,6 juta ha di seluruh Indonesia yang dipicu fenomena alam El Nino. Ini menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 1,2 miliar ton setara CO2 yang mewakili setengah dari total emisi negara pada tahun itu.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 3 Desember 2019