Cermati Gejala Psikopati

- Editor

Senin, 7 Juli 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perilaku kanak-kanak sangat memengaruhi kepribadian seseorang saat dewasa. Ketika anak gemar melakukan kekerasan, suka menggunakan kata-kata manis untuk mendapatkan keinginannya tetapi berlaku kasar saat tak tercapai, orangtua perlu waspada. Itu adalah sebagian gejala perilaku gangguan kepribadian dissosial atau psikopati. M Zaid Wahyudi

Gangguan kepribadian dissosial (GKDS) atau antisocial personality disorder adalah terminologi baru untuk gangguan psikopati. ”Gejala gangguan ini bisa muncul sejak anak berumur kurang dari lima tahun,” kata Kepala Bagian Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta Dinastuti, di Jakarta, Rabu (2/7).

Gangguan kepribadian itu dipicu adanya perbedaan besar antara perilaku seseorang dan norma yang berlaku. Penderita GKDS tak peduli dengan aturan atau kewajiban sosial. Perilakunya tak bertanggung jawab dan cenderung menyalahkan orang lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mereka juga mudah frustrasi, gampang melakukan kekerasan, tak punya rasa bersalah, dan tak mampu mengambil pelajaran, bahkan dari hukuman. Akibatnya, ia bisa melakukan hal kejam berulang-ulang.

Orang dengan GKDS juga tak bisa berempati, tak peduli perasaan orang lain, dan hati nuraninya hampir mati. Mereka adalah pribadi yang amat egosentris dan emosinya dangkal. Akibatnya, ia tak mampu memelihara hubungan yang langgeng meski sebenarnya tak sulit melakukannya.

Psikiater konsultan di RSUD Dr Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Nalini Muhdi, mengatakan, penampilan fisik penderita GKDS atau psikopat sama seperti orang pada umumnya. Namun, perilaku dan cara berpikirnya amat kaku.

”Kaku dengan teguh pendirian atau berprinsip itu dua hal berbeda,” katanya. Orang yang berprinsip tetap bisa luwes dan menerima masukan orang lain. Adapun orang yang kaku sulit menerima dan menghargai perbedaan.

dae6d8d704324e51a99ea04d4f285ff6Dari gejala GKDS itu, perilaku yang mudah dilihat pada anak yang berpotensi mengalami gangguan ini antara lain suka melakukan hal berbahaya, senang melanggar hak orang, atau ketika minta maaf tak tulus. Mereka juga suka menyiksa atau membunuh binatang dengan kejam, merusak perabotan, atau membakar barang.

Mereka juga gemar melakukan kebohongan manipulatif, memanipulasi orang lain untuk kepentingan pribadi serta impulsif atau bertindak menurut gerak hati tanpa pikir panjang.

Meski gejalanya muncul sejak kanak-kanak, diagnosis gangguan itu baru bisa ditegakkan saat seseorang telah berusia 18 tahun. ”Orang yang menunjukkan perilaku GKDS tak bisa langsung dicap sebagai psikopat,” kata Nalini. Butuh diagnosis khusus dan pengamatan jangka panjang penderita.

Mendiagnosis penderita GKDS juga bukan perkara mudah. Penderita umumnya manis tutur katanya, pintar bicara dan persuasif tetapi manipulatif. Mereka biasanya memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) tinggi. ”Psikiater atau psikolog harus ekstra hati-hati karena bisa justru menjadi korban manipulasi mereka,” ujarnya.
Multifaktor

Munculnya gangguan itu dipicu banyak faktor. Salah satunya adalah persoalan genetika yang diturunkan atau ada kerusakan pada otak.

Kent A Kiehl dan Joshua W Buckholtz dalam Inside the Mind of a Psychopath di Scientific American Mind, September/Oktober 2010 menulis, otak psikopat memproses informasi secara berbeda dibandingkan dengan orang lain. Kondisi itu memengaruhi kemampuan mereka merasakan emosi, membaca isyarat orang lain, atau belajar dari kesalahan.

GKDS juga bisa dipicu faktor psikologis. Menurut Dinastuti, anak korban kekerasan atau tinggal di lingkungan penuh kekerasan bisa mengalami gangguan itu. GKDS juga bisa terpicu dari relasi penderita dengan orang lain, baik keluarga, teman, atau lingkungan, juga rentan menderita gangguan. ”Pola asuh yang salah bisa menimbulkan GKDS,” kata Nalini.

Skizofrenia
Masyarakat awam sering menyebut psikopat sebagai orang gila. Pemadanan itu salah karena yang dianggap sebagai orang gila itu sebenarnya adalah penderita skizofrenia.

Dinastuti mengatakan penderita skizofrenia mengalami hambatan berpikir, perasaan dan perilaku yang tak sesuai realitas. Gejala skizofrenia biasanya baru muncul saat seseorang sudah beranjak dewasa, bukan sejak anak-anak seperti GKDS.

Nalini menambahkan, penderita skizofrenia tak menyadari apa yang dilakukan. Akibatnya, ia tak mampu menimbang baik-buruk, tak sadar dengan apa yang dilakukan, tak punya tujuan dari tindakannya, bahkan tak sadar dengan dirinya.

Kondisi berkebalikan terjadi pada seorang psikopat atau penderita GKDS. Mereka sadar dengan dirinya dan orang lain, sadar dengan apa yang dilakukan, dan tujuan tindakannya adalah untuk keuntungan dirinya.

Skizofrenia jauh lebih mudah dideteksi serta diobati dan diterapi dibandingkan dengan GKDS. Adapun GKDS bersifat menetap dan hanya bisa dikelola dengan terapi intensif psikiater atau psikolog berpengalaman.

Obat bagi penderita GKDS hanya digunakan untuk mengatasi gejala amat parah. Namun, obat itu tak bisa membuatnya menjadi seperti orang normal. ”Walau GKDS menimbulkan parut di jiwa penderita, tetapi ia masih bisa diperhalus agar tak bertambah parah. Namun, cacatnya tetap akan ada,” katanya.

Dalam hukum pidana, penderita skizofrenia biasanya tidak dihukum. Sementara dalam hukum agama, mereka umumnya dibebaskan dari sejumlah kewajiban agama. Namun, seorang psikopat bisa dijatuhi hukuman.

Kepemimpinan
Prevalensi penderita GKDS di dunia diperkirakan 0,5-1 persen. Sebagian besar di antara mereka justru bukan pembunuh dingin sadis yang ada dalam penjara seperti dalam gambaran film atau novel, melainkan justru aktif di masyarakat dan bekerja dalam berbagai profesi.

Eric Barker dalam Which Professions Have the Most Psychopath? The Fewest? di Time.com, 21 Maret 2014, menyebut tiga profesi yang banyak digeluti penderita GKDS adalah pejabat eksekutif tertinggi (CEO), pengacara, dan pekerja media elektronik.

Prevalensi psikopat pada kelompok pejabat eksekutif tertinggi, yakni empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi di masyarakat umum.

Sejumlah pemimpin dunia pun teridentifikasi sebagai psikopat. Mereka umumnya adalah pemimpin negara yang gemar mengobarkan peperangan, menebar kebencian, hingga membunuh jutaan manusia, termasuk rakyatnya tanpa rasa bersalah.

Contoh paling sering disebut sebagai pemimpin yang psikopat adalah pemimpin Nazi, Adolf Hitler. Bahkan, psikiater Kanada, Phillip W Long, menyebut Hittler tidak hanya menderita GKDS, tetapi juga paranoid (curiga dan tak percaya orang lain) dan narsistik (mengagungkan diri berlebih).

Sebaliknya, pemimpin yang sering dicontohkan berkebalikan dengan karakter psikopat adalah pemimpin rakyat India, Mahatma Gandhi, tokoh yang sederhana, merakyat, dan pejuang tanpa kekerasan.

”Terkadang agresivitas diperlukan dalam sebuah kepemimpinan,” kata Dinastuti. Penderita GKDS biasanya memesona, penuh daya tarik, luwes, dan mudah memengaruhi orang lain. Karakter itu membuat seorang psikopat biasanya memiliki banyak pengikut dan pengagum.

Saat menjadi pemimpin dan melakukan kesalahan, penderita GKDS mampu menawarkan penjelasan yang seolah-olah masuk akal sehingga ia bisa terlepas dari tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah. Bawahan atau rakyat yang terpesona pun akan mudah memaafkannya, bahkan terus mengagung- agungkannya.

Namun, rakyat atau bawahan yang terpesona dengan karisma dan kata-kata pemimpin yang menderita GKDS itu akan sulit menumbuhkan motivasi untuk maju. Kepemimpinan pemimpin yang psikopat sulit menciptakan suasana adil dan setara karena semua komando dan kekuasaan ada di tangan pemimpin.

”Pemimpin dengan GKDS tak mau mendengar pendapat berbeda dan akan melakukan apa pun agar orang setuju dengannya,” katanya. Rakyat atau bawahan tak boleh membantah jika tidak ingin menjadi korban agresivitas pemimpinnya.

Kondisi itu membuat tak akan ada persaingan sehat dalam dunia politik karena semua lawan politik akan ditekan, diberi sanksi, bahkan dibasmi oleh sang pemimpin psikopat.

Sumber: Kompas, 7 Juli 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB