Butuh Waduk, Penggunaan Hutan Jawa Diperlonggar

- Editor

Kamis, 18 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebagian target pembangunan 49 waduk berada di Pulau Jawa. Rencana itu bakal membuka sejumlah kawasan hutan sehingga pemerintah berencana melonggarkan regulasi untuk mempermudah penggunaan kawasan hutan di Pulau Jawa.

Saat ini, pemerintah bersiap merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan serta PP No 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Revisi diperlukan karena kedua PP itu mengamanatkan daerah dengan tutupan hutan kurang dari 30 persen, seperti di Pulau Jawa, wajib menyediakan lahan pengganti dua kali lipat.

Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, waduk di Pulau Jawa meliputi Waduk Karian dan Sindangheula (Banten); Logung, Jlantah, dan Matenggeng (Jawa Tengah); Bener dan Karangtalun (DI Yogyakarta), serta Semantok, Bagong, Lesti, dan Wonodadi (Jawa Timur).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Rabu (17/6) di Jakarta, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pembahasan revisi PP masih di internal Kementerian LHK. Langkah itu, lanjutnya, untuk menjawab kebutuhan lahan sekaligus komitmen perlindungan hutan.

“Politik pemerintah ingin bangun infrastruktur. Birokrasi mengartikulasikannya. Paling penting, dengan kemudahan itu, standar norma ukuran tak boleh lepas,” katanya.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan San Afri Awang mengatakan, revisi No 10/2010 dan PP No 24/2010 ingin mewadahi kebutuhan infrastruktur di Pulau Jawa. Dengan peraturan di dalam PP tersebut, pemerintah kesulitan mencarikan lahan pengganti.

“Kami harus bijak. Untuk Jawa, kepentingan publik kami benarkan,” ujarnya.

Ia menjelaskan definisi hutan menurut UU No 41/1999 tentang Kehutanan berbicara terkait penetapan dan tutupan vegetasi atau fungsi hutan. Peran dan fungsi hutan sebagai penyimpan air ini yang disiasati atau menjadi “pembenar” dengan mengubahnya menjadi waduk/bendungan.

San Afri mencontohkan kasus Bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang yang hingga kini belum beroperasi karena terkendala izin pelepasan hutan dari Kementerian Kehutanan (kini Kementerian LHK). “Sekarang kami terobos, Waduk Jatigede tetap sebagai kawasan hutan (izin pinjam pakai). Cuma (bentuknya) waduk. Kompensasinya, vegetasi diperlebar,” kata San Afri.

Ia menekankan, aturan itu hanya berlaku untuk Pulau Jawa yang memiliki tutupan hutan kurang dari 30 persen dan untuk kepentingan publik yang dijalankan pemerintah. Ditekankan pula, kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) serta izin lingkungan merupakan penentu.

“Kalau banyak mudaratnya, jangan diteruskan. Kalau banyak manfaatnya, negatifnya itu yang dikelola dalam amdal. Tidak mungkin pembangunan itu zero damage,” katanya.

Di Jakarta, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Abetnego Tarigan menyayangkan pemerintah yang kembali mengambil jalan pintas dan parsial. “Belum ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis, tetapi hutan Jawa kembali dibebani,” ujarnya.

Rencana itu, lanjutnya, bakal membuat Pulau Jawa semakin rentan bahaya banjir dan longsor. Di sisi lain, kondisi sebagian hutan Jawa, termasuk kawasan hutan produksi yang dikelola Perhutani dan hutan konservasi, rusak.

“Yang rusak belum diberesi, lalu aturan diubah. Potensi alih fungsi hutan akan jadi sangat besar,” kata Abetnego. (ICH)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Juni 2015, di halaman 14 dengan judul “Butuh Waduk, Penggunaan Hutan Jawa Diperlonggar”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB