Butuh Pencegahan Berbasis Masyarakat

- Editor

Selasa, 23 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Upaya pencegahan penyakit infeksi, terutama penyakit tular vektor nyamuk, harus berbasis masyarakat. Tanpa itu, penyakit akan sulit dikendalikan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang mengemukakan hal itu, Senin (22/2), di Jakarta.

Vensya mengatakan, pengendalian penyakit menular oleh nyamuk harus serentak dan berkesinambungan. Jika pengendalian setiap wilayah tak serentak, penyakit bisa tetap menyebar tak terkendali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dulu ada juru pemantau jentik (jumantik) yang bertugas memeriksa keberadaan jentik nyamuk di setiap rumah. Sisi negatifnya, masyarakat jadi bergantung kepada jumantik. Padahal, kebersihan rumah dan lingkungan sekitar jadi tanggung jawab penghuninya. “Kini, diharapkan satu rumah punya satu jumantik dari anggota keluarga yang tinggal di rumah itu,” kata Vensya.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Alma Lucyati mengatakan, masyarakat harus berperan aktif memberantas sarang nyamuk. Namun, kesibukan sehari-hari sering jadi kendala warga membersihkan lingkungannya. “Masyarakat perlu bergerak. Hal-hal sederhana, seperti membersihkan tempat penampungan air dan menjaga kebersihan lingkungan, bisa mengurangi tempat nyamuk bertelur,” ujarnya.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jabar, ada 2.980 kasus demam berdarah dengue (DBD) pada Januari 2016. Jumlah itu meningkat ketimbang periode sama tahun lalu dengan jumlah kasus 2.917 orang.

Di DKI Jakarta, jumantik yang dibayar pemerintah kerap kesulitan saat bertugas di kawasan permukiman mewah. Pemilik rumah biasanya tak mau rumahnya dimasuki jumantik. “Saat ada kasus, mereka malah menyalahkan kami,” kata Agus Sulaeman, Lurah Menteng, Jakarta Pusat.

Sementara di Balikpapan, banyak warga meminta dinas kesehatan melakukan pengasapan (fogging) menyusul kasus DBD. “Setiap hari kami berkeliling. Namun, kami tetap mengingatkan, pengasapan bukan opsi terbaik,” ujar Edi, anggota tim pengasapan.

Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi menyatakan, warga sebenarnya paham cara membasmi jentik nyamuk. Namun, itu harus terus dilakukan, bukan sesekali saja. Karena itu, sejak Januari lalu, Balikpapan mengadakan Gerakan Basmi Jentik Nyamuk untuk menggugah kepedulian warga memerangi DBD.

Di Sumatera Selatan, pada 21 Januari 2016, Kota Lubuk Linggau ditetapkan status kejadian luar biasa (KLB) DBD. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau Yeti Sumiati, KLB terjadi di luar dugaan karena meleset dari siklus lima tahunan yang biasa menjadi pedoman antisipasi.

Sementara di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melibatkan pelajar. Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo Bambang Haryatno menilai, PSN jadi cara efektif mencegah penyakit karena nyamuk. Pelajar dilibatkan agar kegiatan berkesinambungan.

“Selain memberantas sarang nyamuk, kami juga melakukan pengasapan di daerah berpotensi ada penyebaran demam berdarah,” kata Bambang. Jumlah penderita DBD di Kulon Progo awal tahun ini naik ketimbang tahun lalu. Hingga pertengahan Februari, ada 24 penderita DBD di Kulon Progo, satu pasien di antaranya meninggal dunia. Pada periode sama tahun lalu, jumlah pasien DBD hanya 15 orang.

Konsultan Penyakit Tropis dan Infeksi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Leonard Nainggolan, menyatakan, dalam PSN, warga perlu digerakkan. Jika mengandalkan kesadaran warga, kondisinya tak akan banyak berubah. Jadi, perlu komando pemerintah untuk menggerakkan masyarakat.(ADH/TAM/HRS/PRA/RAM/ODY/DEN/JOG/C08/C07)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Februari 2016, di halaman 14 dengan judul “Butuh Pencegahan Berbasis Masyarakat”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB