Berjuang Melawan Tragedi Nol Buku

- Editor

Senin, 8 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

”Tragedi nol buku”, itulah lontaran sastrawan Taufik Ismail melihat tidak ada lagi kewajiban membaca buku bagi siswa di Indonesia. Nyatanya, minat baca siswa Indonesia termasuk yang terendah di dunia. Namun, tragedi nol buku perlahan mulai dilawan.


Di SDN Rapamanu, Kecamatan Kota Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, ruang guru disulap juga menjadi perpustakaan kecil. Koleksinya, 38 bacaan, antara lain 30 majalah sains Kuark berbentuk komik bagi siswa SD dan 8 buku cerita. Semua bacaan itu sumbangan.

”Meskipun koleksi terbatas, kami mulai membiasakan anak-anak suka membaca. Kami berharap nanti bisa menambah koleksi buku,” kata Apriyanti, guru SDN Rapamanu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara di TK-SD Kasih Agape, di Waingapu, membangun minat baca menjadi salah satu fokus sekolah, selain membangun karakter dan belajar bahasa Inggris. Salah satu sekolah swasta dengan fasilitas baik di Waingapu itu punya ruangan perpustakaan yang didesain dengan menarik. Para siswa bisa dengan santai duduk di karpet untuk membaca buku yang disukai di ruangan sejuk berpendingin hawa.

Kepala Sekolah SDK Kasih Agape Yanto ND Karimu mengungkapkan, minat baca dibangun dengan mengenalkan murid kepada perpustakaan. Sekolah membuat program penghargaan bagi siswa yang rajin ke perpustakaan dan banyak membaca atau meminjam buku. ”Kebutuhan membaca harus ditumbuhkan dari kecil,” ujar Yanto.

Kisah para guru Sumba Timur melawan tragedi nol buku itu terungkap dalam pertemuan saling berbagi mengenai ”Bagaimana Meningkatkan Minat Baca Siswa”, awal November lalu. Para guru yang telah mendapatkan pelatihan kepemimpinan transformasional, yang digagas Indonesian Overseas Alumni dan Masyarakat Pendidikan Sejati sejak tahun 2012, diajak untuk berperan meningkatkan minat baca siswa meskipun koleksi buku bacaan terbatas.

Pojok BacaDi sekolah-sekolah swasta di Pulau Jawa, sekolah yang menyadari pentingnya membaca membawa ”perpustakaan mini” ke dalam ruang kelas. Di ruangan SD Cikal Jakarta, rak berisi buku bacaan diletakkan di setiap sudut ruang kelas. Siswa leluasa mengambil buku bacaan yang menarik hatinya.

Hal serupa juga dijumpai di Sekolah Ar-Ridha Al Salaam, Depok, Jawa Barat. Tak hanya di pojok ruang kelas, buku-buku bacaan hadir juga di ruang seni, tentu dengan koleksi buku musik. Di Laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam, buku-buku dan komik sains memenuhi
rak.

Bacaan keluarga
Ketua Yayasan Gemar Membaca Indonesia Firdaus Oemar mengatakan, peningkatan minat baca masyarakat Indonesia perlu terobosan. Buku tak hanya giat diperkenalkan di sekolah, tetapi hingga ke rumah tangga.

Program minat baca pun lantas menyasar keluarga dan diuji coba melalui peminjaman buku dengan sistem rotasi di desa, yakni di Jorong (Desa) Air Batumbuah, Nagari Paninjauan, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Sebanyak 4.000 judul buku yang menyasar kebutuhan bacaan bapak, ibu, dan anak dikirimkan kepada tiap keluarga dengan jangka waktu peminjaman dua minggu. Program sepuluh bulan itu didukung pemerintah daerah yang menyediakan satu sepeda motor dan dua karyawan. Persatuan Guru Republik Indonesia juga terlibat untuk memilih judul buku dan meneliti dampak program itu. Sebanyak 172 kepala keluarga dengan jumlah 860 orang terlibat.

Hasilnya, ditemukan fakta bahwa minat baca masyarakat desa sebenarnya tinggi. Kendala mereka dalam menikmati buku bacaan ialah keterbatasan akses terhadap buku dan ketidaksesuaian buku dengan minat atau kebutuhan masyarakat.

Muhammad Chusnun dari Yayasan Gemar Indonesia Membaca mengatakan, berdasarkan hasil kajian, yang banyak membaca ialah kaum ibu dan anak-anak. Masyarakat merasakan manfaat bacaan, misalnya, kaum ibu sekarang merawat bayinya dengan lebih baik serta membuat masakan lebih sehat dan bervariasi. Mereka juga bisa mendongeng karena tersedianya buku cerita anak-anak. Sementara para bapak pun mendapat bimbingan melalui buku-buku pertanian.

”Bahkan, anak-anak tak sabar mendapat buku baru. Mereka akhirnya mendatangi perpustakaan desa untuk bisa segera dapat bacaan baru,” ujar Firdaus.

Firdaus mengatakan, telah ada perpustakaan keliling yang dikelola Perpustakaan Nasional atau Daerah, tetapi belum sesuai dengan karakteristik dan kegiatan masyarakat. Nah, tragedi nol buku dapat diatasi dengan terobosan yang sesuai dengan kondisi masyarakat. (Ester Lince Napitupulu)

Sumber: Kompas, 8 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB