Berbelanja dalam jaringan menjadi pilihan masyarakat untuk membeli kebutuhan primer ataupun sekunder. Belanja secara daring masih tetap tumbuh sekalipun pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini melambat.
Direktur Pelaksana Zalora Indonesia Anthony Fung seusai konferensi pers program 12.12 Online Fever, Selasa (10/11), di Jakarta, menyampaikan, pendapatan Zalora Indonesia masih tetap bertumbuh meskipun kondisi pertumbuhan ekonomi melambat. Pelambatan ekonomi ini membuat konsumsi rumah tangga ikut melambat.
“Pada program 12.12 Online Fever tahun 2015, kami bahkan menerima sekitar 1.200 pemilik merek mode yang mau bergabung untuk berjualan. Pada 2014, kami hanya menerima 600 pemilik merek mode. Pendapatan penjualan kami saat itu naik 15 persen dibandingkan hari-hari biasa dan kami perkirakan persentase sama terjadi tahun ini,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Busana muslim dan mode perempuan masih 60 persen mendominasi omzet penjualan. Pembeli Zalora Indonesia pun kini tidak hanya dominan dari Jakarta, tetapi juga dari Surabaya, Yogyakarta, dan kota-kota kedua di Indonesia.
Tiket perjalanan naik
Hal senada diungkapkan oleh Co-founder dan Chief Technology Officer Tiket.com Natali Ardanto. Hingga saat ini, pendapatan dari penjualan tetap tumbuh 300 persen. Pemesanan tiket kereta api, misalnya, mencapai 3.000 tiket lebih per hari. Sejak Ramadhan dan setelah Lebaran 2015, jumlah pemesanan tiket kereta api tetap stabil di angka tersebut.
Sementara pemesanan tiket pesawat terbang tujuan luar negeri menjadi primadona. “Tidak hanya tujuan Asia Tenggara, seperti Singapura dan Thailand, kami mencatat, selama beberapa bulan terakhir tujuan ke Jepang dan negara Asia lain kian diminati. Rute domestik tetap diunggulkan,” ungkap Natali.
Tiket.com, menurut dia, pernah menyelenggarakan survei pelanggan. Hasilnya, mayoritas responden menyatakan empat kali dalam setahun melakukan kegiatan wisata, baik dengan destinasi dalam negeri maupun internasional.
“Tahun 2016, saya rasa konsumsi akan tumbuh lebih baik dibandingkan sekarang. Tren yang terjadi secara global, belanja daring berbasis telepon seluler menjadi primadona. Saya rasa itu akan terjadi pula di Indonesia. Apalagi, pemerintah telah menggodok sejumlah regulasi yang mendukung perdagangan secara elektronik,” tuturnya. (MED)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 November 2015, di halaman 18 dengan judul “Belanja Daring Jadi Alternatif”.