PRO bertujuan untuk membantu industri daur ulang mengumpulkan sumber bahan baku dari hulu. Selain mengurangi sampah, ini juga membuat sampah plastik punya potensi ekonomi.
Dari 7,2 juta ton konsumsi plastik di Indonesia per tahun, baru 13 persen yang didaur ulang dan masuk dalam ekonomi sirkular dalam negeri. Proses pemilahan plastik bekas yang belum optimal menjadi salah satu penyebab daur ulang rendah.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO–Ilustrasi: Sampah-sampah plastik dan rumah tangga mengapung di permukaan Situ Cicadas, Mekarsari, Cimanggis, Depok, Rabu (27/11/2019). Situ seluas 7,9 hektar tersebut setiap hari hanya dibersihkan oleh dua petugas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Sebanyak 40 persen dari 7,2 juta ton itu adalah plastik kemasan. Selebihnya digunakan untuk bahan baku barang atau infrastruktur,” kata Kepala Subdirektorat Industri Plastik dan Karet Hilir Direktorat Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian Rizky Aditya Wijaya di Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Ia berbicara dalam Diskusi ”Peluang dan Tantangan Packaging Recovery Organization Tahun 2020” yang diadakan Coca-Cola Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Pengelolaan Sampah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Novrizal Tahar menyebutkan, sampah plastik yang dihasilkan masyarakat mencapai 9 juta ton per tahun. Namun, angka daur ulangnya baru mencapai sekitar 11 persen sehingga sisanya masih membebani lingkungan dan tempat pembuangan akhir (Kompas, 14/11/2019).
Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin, ada 1.300 industri daur ulang di Indonesia, baik berskala besar maupun kecil. Jumlah tersebut belum termasuk industri daur ulang informal yang digerakkan oleh pemulung atau pengepul.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Kepala Subdirektorat Industri Plastik dan Karet Hilir Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin Rizky Aditya Wijaya.
Kapasitas industri daur ulang saat ini sekitar 2 juta ton dengan kemampuan pasokan bahan baku lokal 950.000 ton. Artinya, Indonesia hanya dapat memenuhi pasokan industri bahan baku industri daur ulang lokal sebesar 60 persen saja.
”Untuk itu, impor bahan baku plastik masih dilakukan. Sebab, kita masih membutuhkan sekitar 1 juta ton untuk memenuhi kapasitas dalam negeri,” kata Rizky.
Potensial
Rizky mengatakan, jika Indonesia bisa mengoptimalkan industri daur ulang, biaya produksi sektor industri secara tidak langsung juga bisa ditekan. Akhirnya, daya saing produk hilir juga bisa meningkat.
Kemenperin mencatat, impor bahan baku plastik Indonesia pada 2018 mencapai 3,66 juta ton atau senilai 6,16 miliar dollar AS. Potensi ekonomi sirkular untuk pasar ekspor juga tidak kalah menguntungkan.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Ilustrasi: Lia Puspita (43), menyelesaikan pembuatan celengan boneka berbahan limbah plastik di rumahnya di kawasan Bakti Jaya, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (16/11/2019). Pemanfaatan limbah plastik untuk bahan baku menjadi kerajinan bernilai ekonomi merupakan bentuk kepedulian Lia menjaga kerusakan lingkungan.
Menurut Rizky, nilai ekspor olahan sampah plastik Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 7 miliar dollar AS. Terlebih, pasar ekspor tersebut kini terbuka luas menyusul ditutupnya industri daur ulang plastik China yang memiliki kapasitas 9 juta ton.
Salah satu tantangan dalam mengoptimalkan sirkular ekonomi adalah belum ada sistem pengelolaan sampah plastik yang efisien oleh masyarakat. Menurut Rizky, dibutuhkan kesadaran holistik dari berbagai sektor untuk memilah dan mengolah sampah plastik dengan tepat.
Inisiatif industri
Direktur Komunikasi dan Urusan Publik Coca-Cola Indonesia Triyono Prijosoesilo mengatakan, industri daur ulang kini membutuhkan sumber bahan baku yang baik agar mereka bisa menyuplai kebutuhan industri. Untuk itu, Coca-Cola Indonesia bersama 5 perusahaan lainnya akan meluncurkan Packaging Recovery Organization (PRO).
”PRO bertujuan untuk membantu industri daur ulang mengumpulkan sumber bahan baku dari hulu. Selain mengurangi sampah, ini juga membuat sampah plastik punya potensi ekonomi. Plastik harus dipahami sebagai bahan baku, bukan sampah,” katanya.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Direktur Komunikasi dan Urusan Publik Coca-Cola Indonesia Triyono Prijosoesilo.
Bahan baku plastik tersebut tidak hanya akan diolah kembali menjadi produk kemasan plastik sebagai konsep ekonomi sirkular. Bahan baku plastik juga bisa juga diolah sebagai bahan baku industri manufaktur, bijih plastik (flakes), dan produk lain yang bisa diekspor.
PRO diinisiasi oleh anggota Packaging and Recycling Association for Indonesia Sustainable Environment (PRAISE). Selain Coca-Cola Indonesia, anggotanya terdiri dari Indofood Sukses Makmur, Nestle Indonesia, Tetra Pak Indonesia, Tirta Investama, dan Yayasan Unilever Indonesia.
Manajer Komunikasi Tetra Pak Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina Johny Gabrielle Angriani mengatakan, PRO tidak hanya untuk mendukung ekonomi sirkuler bahan baku plastik, tapi juga kertas. Ke depan, karton bekas kemasan minuman dan makanan akan didorong menjadi kertas daur ulang.
”Kami sudah bekerja sama dengan mitra untuk mengubah kertas kemasan Tetra Pak yang menjadi bahan baku untuk kertas,” katanya saat dihubungi terpisah.
Sebelumnya, Novrizal Tahar juga menyatakan bahwa industri daur ulang kertas membutuhkan bahan baku sebanyak 16 juta ton per tahun. Sebanyak 10–11 juta ton di antaranya berasal dari bubur kertas, sedangkan sisanya adalah bahan baku kertas daur ulang. Indonesia masih mengimpor 2,5 juta ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Kompas, 14/11/2019).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Ilustrasi: Siswa kelas VIII membuat seni kriya berbahan limbah plastik di SMP 20, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (10/10/2019). Kegiatan ini bertujuan untuk menggugah kesadaran dan kepedulian siswa terkait pengolahan limbah plastik sekaligus merangsang kreativitas siswa dalam mencipta kriya.
Inisiatif mengurangi sampah plastik diinisiasi pula oleh perusahaan air minum dalam kemasan, Danone-Aqua. Kini, seluruh botol air minum produksi mereka mengandung 25 persen material daur ulang. Persentase itu akan ditingkatkan jadi 50 persen pada 2025. Pada Agustus 2019, mereka meluncurkan produk khusus yang dikemas dalam botol yang terbuat dari 100 persen plastik daur ulang.
Harus tepat sasaran
Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, berharap agar dunia usaha bisa lebih ambisius dan tepat sasaran dalam merancang sejumlah inisiatif untuk mengurangi timbunan sampah plastik. Ia mencermati, sejauh ini upaya penanganan masih dilakukan dari hilirnya.
”Sejauh ini, solusi yang disasar masih soal peningkatan kapasitas daur ulang produk mereka atau penanganan hilir lainnya,” katanya saat dihubungi.
Menurut Atha, persoalan sampah tidak akan selesai jika masalah-masalah yang ada di hulu tidak ditangani secara serius. Salah satu yang mesti dilakukan adalah pengendalian serta pengurangan produksi plastik sekali pakai.
”Buktinya, masih banyak negara-negara maju yang mengirimkan sampah-sampahnya karena ketidakmampuan kita dalam pengelolaan daur ulang,” katanya.
Oleh FAJAR RAMADHAN/SEKAR GANDHAWANGI
Editor HAMZIRWAN HAM
Sumber; Kompas, 5 Desember 2019