Badan Pengelola Didesain Percepat Reforestasi dan Pemulihan Lingkungan

- Editor

Kamis, 3 Oktober 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Petani di Desa Pantik, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah sedang menyemai padi di lahan persawahan tanpa bakar yang dikelola oleh PT Sinar Pangan Indonesia (SPI), Rabu (1/2). Badan Restorasi Gambut (BRG) RI berencana mengaplikasikan teknik membuka lahan tanpa membakar dengan menggunakan bakteri pengurai untuk mengurangi keasaman tanah gambut di beberapa provinsi lainnya.

Kompas/Dionisius Reynaldo Triwibowo (IDO)
01-02-2017

Petani di Desa Pantik, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah sedang menyemai padi di lahan persawahan tanpa bakar yang dikelola oleh PT Sinar Pangan Indonesia (SPI), Rabu (1/2). Badan Restorasi Gambut (BRG) RI berencana mengaplikasikan teknik membuka lahan tanpa membakar dengan menggunakan bakteri pengurai untuk mengurangi keasaman tanah gambut di beberapa provinsi lainnya. Kompas/Dionisius Reynaldo Triwibowo (IDO) 01-02-2017

Pemerintah memastikan telah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup sebagai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup. Badan ini akan diluncurkan pekan depan oleh Kementerian Keuangan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) ini menggantikan Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan yang eksis sebelumnya dalam mengelola sejumlah dana reboisasi. BPDLH ini didesain memiliki mekanisme pembiayaan nasional untuk mendukung kegiatan-kegiatan terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk pengendalian perubahan iklim, konservasi keanekaragaman hayati, serta penanggulangan dan pemulihan pencemaran dan kerusakan.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

BPDLH ini didesain memiliki mekanisme pembiayaan nasional untuk mendukung kegiatan-kegiatan terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Keberadaannya pun diharapkan dapat menstimulasi kegiatan-kegiatan dalam pencapaian target kontribusi penurunan emisi Indonesia (NDC) dalam Kesepakatan Paris. Pada perjanjian internasional tersebut Indonesia menjanjikan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan luar negeri pada tahun 2030.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ruandha Agung Sugardiman, Rabu (2/10/2019), di Jakarta, mengatakan Peraturan Menteri Keuangan terkait pembentukan BPDLH telah terbit. BPDLH ini akan menjadi satu-satunya pintu bagi donor terkait kegiatan-kegiatan atau proyek penurunan emisi, konservasi, dan berbagai kegiatan lingkungan.

Sejumlah negara-negara sumber donor seperti Norwegia, Inggris, dan Finlandia, kata dia, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menyesuaikan sistem keuangan. “Ada 60 pertanyaan dari negara donor untuk bisa diakomodasi dalam BLU (BPDLH),” kata Ruandha seusai Festival Iklim di Jakarta.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ruandha Agung Sugardiman, Rabu (2/10/2019), di Jakarta, menampilkan monolog terkait isu perubahan iklim di hadapan para peserta Festival Iklim. Monolog tersebut untuk menggugah para peserta untuk mengambil langkah nyata dalam menahan laju penambahan suhu di muka bumi agar tak melebihi 2 derajat celcius.

Pada Festival Iklim kemarin diagendakan peluncuran BPDLH ini. Namun kegiatan tersebut urung dilakukan dan diundur pada pekan mendatang.

Ruandha mengatakan BPDLH memiliki masa transisi hingga akhir tahun. KLHK mengusulkan agar 270 tenaga lapangan untuk mencari nasabah bisa langsung masuk ke dalam BPDLH. Tenaga lapangan tersebut yang bertugas mendatangi petani hutan untuk menawarkan skema kredit dari BLU. BPDLH ini mendapatkan modal awal dari BLU P3H sebesar Rp 2 triliun dari dana reboisasi yang bisa langsung digunakan.

Rehabilitasi DAS
Ruandha mengatakan keberadaan BPDLH bisa menghimpun dana-dana tanggungjawab sosial perusahaan dalam memperbaiki tutupan pohon pada daerah aliran sungai. “Dengan BLU ini bisa fokus pada rehabilitasi DAS sehingga tampak hasilnya dan dirasakan dampak micro climate-nya,” kata dia.

Keberadaan BPDLH bisa menghimpun dana-dana tanggungjawab sosial perusahaan dalam memperbaiki tutupan pohon pada daerah aliran sungai.

Dukungan BPDLH ini, kata dia, akan membantu pekerjaan rumah KLHK untuk menanam sedikitnya 800.000 ha per tahun atau 12 juta ha pada tahun 2030. Dengan anggaran KLHK saat ini sebesar Rp 3,4 triliun untuk rehabilitasi DAS – sebesar Rp 2,1 triliun riil untuk penanaman dan sisanya untuk operasional dan pembibitan – hanya bisa menutup lahan seluas 200.000 ha.

“Kekurangan kami harapkan dengan CSR, kegiatan reklamasi (tambang), dan gerakan masyarakat,” kata dia. BPDLH ini pun bisa dimanfaatkan bagi pemegang izin perhutanan sosial dalam permodalan melalui penanaman pada konsesinya.

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan BPDLH dipimpin oleh direktur utama dan empat direktur. “BPDLH akan melanjutkan akses BLU-nya kehutanan (P3H),” kata dia.

Ia mengatakan BPDLH akan mengelola dana reboisasi Rp 2 triliun yang semula dikelola BLU P3H. “Nanti sambil jalan bantuan-bantuan luar negeri yang menjadikan (BPDLH) ini kotak besar dan tidak bercecer-cecer,” kata dia.

Ia mengatakan pada Peraturan Menteri Keuangan itu mengamanatkan keberadaan bank kustodian. Keberadaannya diharapkan dapat menjamin pembiayaan lingkungan akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan, termasuk kerusakan gambut.–ICHWAN SUSANTO

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 2 Oktober 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB