Apa yang Terjadi jika Bumi Datar…

- Editor

Jumat, 10 Januari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bumi berbentuk bola. Perputaran Bumi pada porosnya membuat bentuk Bumi bukanlah bola sempurna, melainkan agak mampat di bagian tengahnya atau di sekitar Khatulistiwa. Akibatnya, keliling Bumi di bagian Khatulistiwa sedikit lebih panjang dibandingkan dengan keliling Bumi yang menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan Bumi.

KOMPAS/NASA/DSCOVR–Citra Bumi yang diambil menggunakan kamera Earth Polychromatic Imaging Camera (EPIC) yang ditempatkan pada satelit Deep Space Climate Observatory pada 6 Juli 2015 pada jarak 1,6 juta kilometer dari Bumi. Citra Bumi ini menunjukkan efek sinar Matahari yang disebarkan oleh molekul udara hingga memberi warna kebiruan pada Bumi.

Bentuk Bumi seperti bola sudah diprediksi manusia sejak ribuan tahun lalu. Terlihatnya kapal di kejauhan mulai dari puncak tiang kapalnya hingga keseluruhan badan kapal ketika kapal itu mendekat hanya bisa dijelaskan jika Bumi berbentuk bola. Demikian pula saat kapal menjauh yang akan terlihat sebaliknya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jika Bumi datar, kapal akan senantiasa terlihat seluruh bagiannya, hanya ukurannya terlihat makin membesar atau mengecil, bergantung apakah dia bergerak menjauh atau mendekat terhadap pengamat.

Filsuf Yunani, Pythagoras, dianggap sebagai orang pertama yang mencetuskan ide Bumi berbentuk bola atau sferis pada abad ke-6 sebelum Masehi. Sementara ilmuwan Muslim asal Persia, Abu Rayhan Muhammad ibn Ahmad Al Biruni atau yang populer dengan sebutan Al Biruni, mampu menghitung keliling Bumi dengan ketepatan tinggi pada abad ke-11 Masehi.

Bukti langsung Bumi berbentuk bola hanya dapat diperoleh jika manusia mampu terbang ke luar angkasa. Saat Uni Soviet meluncurkan satelit Sputnik 1 pada 1957, bentuk Bumi seperti bola terkonfirmasi dan tak terbantahkan. Setelah itu, berbagai wahana luar angkasa pun berlomba memotret bola Bumi dalam berbagai kondisi, termasuk saat malam atau sedang badai.

Namun, beberapa tahun terakhir, muncul kelompok yang menentang bukti-bukti ilmiah Bumi berbentuk bola, baik di Indonesia maupun di negara lain, termasuk Amerika Serikat. Mereka meyakini Bumi berbentuk datar atau berupa lingkaran ceper mirip cakram.

Alasan yang mereka gunakan beragam, mulai dari menganggap Bumi bola hanya konspirasi sekelompak ilmuwan atau negara tertentu hingga pandangan keagamaan yang tidak tepat.

Kelompok pendukung Bumi datar sangat vokal di media sosial hingga menebar keraguan di banyak kalangan. Mereka meramu banyak alasan alternatif untuk menjelaskan berbagai perilaku yang merupakan konsekuensi dari Bumi datar dan mengaburkan fakta bahwa bentuk Bumi yang seperti bola.

Jika tidak berbentuk bola seperti sekarang atau datar seperti pandangan kelompok pendukung Bumi datar, Bumi tidak akan berperilaku seperti saat ini. Demikian pula manusia dengan segala kemanusiaannya tidak akan pernah ada seperti sekarang di Bumi.

KOMPAS/NASA–Lengan robot Canadarm2 dan tangan robot Dextre yang merupakan bagian dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dengan latar belakang lengkungan Bumi. Citra diambil saat ISS melintas di atas selatan Samudra Pasifik pada ketinggian 423 kilometer pada 12 Desember 2019.

Cakram
Untuk membentuk benda langit berbentuk cakram alias datar seperti imaji pendukung Bumi datar, benda langit itu harus berputar sangat cepat. Namun, ahli keplanetan dari Institut Teknologi California atau Caltech, Pasadena, AS, David Stevenson, kepada Livescience, 23 November 2019, mengatakan, perputaran itu akan merobek Bumi datar hingga menjadi partikel-partikel kecil.

Astronom James Clerk Maxwell pada 1859 menunjukkan secara matematis bahwa bentuk cakram padat, seperti anggapan pendukung Bumi datar, adalah bentuk yang sangat tidak stabil di alam semesta. Dari pemodelan matematik tersebut, cincin Saturnus bukanlah berbentuk piringan padat, melainkan tersusun atas partikel-partikel kecil yang tidak terhubung.

Saat sejumlah wahana antariksa memotret cincin Saturnus, seperti Pioneer 11 pada 1979, Voyager 1 pada 1980, hingga Cassini pada 2004, perkiraan cincin Saturnus bukanlah piringan padat terbukti. Itu pula yang menjelaskan secara matematika mengapa tidak ada obyek berbentuk cakram atau datar seukuran planet yang mengambang di sekitar galaksi.

Gravitasi
Bentuk Bumi yang datar juga tidak akan bertahan lama karena gravitasi akan dengan sangat cepat mengubahnya menjadi bentuk bola kembali. Gravitasi menarik benda secara merata dari semua sisi sehingga planet atau benda-benda langit lainnya, termasuk bintang, umumnya berbentuk bola.

Jika Bumi datar mirip cakram, dia tidak akan pernah stabil di bawah pengaruh gravitasi seperti yang ditunjukkan dari pemodelan matematika Maxwell. Meski demikian, bentuk sejumlah benda langit memang tidak seperti bola sempurna karena sangat dipengaruhi oleh kecepatan rotasi atau kekuatan lain yang mampu melawan gravitasinya.

Lantas, apa yang terjadi jika Bumi tidak memiliki gravitasi? Tanpa gravitasi, segala yang ada di permukaan Bumi akan hilang. Atmosfer akan menguap karena selama ini yang mengikat atmosfer di Bumi adalah gravitasi.

Demikian pula dengan Bulan. Bulan selama ini mengitari Bumi karena terikat gaya tarik gravitasi Bumi.

Dalam teori asal-usul Bulan yang paling diterima komunitas keplanetan, Bulan terbentuk dari tabrakan antara benda seukuran Planet Mars yang disebut Theia dan Bumi di awal terbentuknya Tata Surya. Theia kemudian hancur lebur, tetapi gravitasi menyatukan kembali serpihan Theia menjadi Bulan yang terikat oleh gravitasi Bumi.

Selain itu, gravitasi pula yang bertanggung jawab atas terbentuknya lapisan-lapisan Bumi. Material terpadat akan terkumpul atau berada di dekat inti Bumi, material yang lebih ringan akan berada di mantel Bumi, dan material yang paling ringan akan membentuk kerak Bumi.

KOMPAS/NASA–Citra Bumi saat terbit dengan latar permukaan Bulan. Citra diambil oleh antariksawan wahana Apollo 8, Bill Anders, pada 24 Desember 1968 saat Apollo 8 mengorbit atau mengitari Bulan.

Tanpa struktur yang berlapis-lapis seperti itu, Bumi tidak akan berperilaku seperti saat ini. Salah satu perilaku Bumi itu adalah adanya medan magnet Bumi. Medan magnet itu dipicu oleh inti bagian luar Bumi yang berbentuk cair dan selama ini bertindak sebagai magnet dinamis raksasa. Medan magnet itu membantu melindungi atmosfer Bumi dari terjangan angin Matahari.

Tanpa medan magnet planet, atmosfer Bumi terancam hilang sama seperti yang dialami Mars saat ini. Medan magnet Planet Mars mulai goyah pada sekitar 4 miliar tahun lalu. Akibatnya, angin Matahari menyapu atmosfer Mars hingga menyisakan atmosfer Mars yang sangat tipis seperti sekarang dan 96 persen kandungannya adalah karbondioksida.

Lempeng tektonik
Jika Bumi datar, berbentuk lempeng cakram seperti gambaran penganut Bumi datar, maka juga tidak akan ada pergerakan lempeng tektonik yang membentuk kerak Bumi. Dengan demikian, lempeng benua juga tidak akan ada seperti sekarang.

”Pergerakan lempeng Bumi dengan kecepatan tertentu juga hanya bisa dihasilkan jika planet berbentuk bola. Jika Bumi diasumsikan dataran, perhitungan kecepatan gerak lempeng Bumi itu tidak akan pernah sesuai dengan hasil observasi langsung,” kata James Davis, ahli geofisika di Observatorium Bumi Lamont-Doherty, Univeristas Columbia, New York, Amerika Serikat.

Menurut Davis, pandangan Bumi datar seperti cakram tidak memiliki dasar perhitungan matematik dan pengamatan fisik yang sesuai. Mereka yang percaya Bumi datar lebih sering mengambil penjelasan fenomena berbeda demi mengukuhkan pandangannya meski itu tidak pas. Penjelasan yang mereka yakini juga sering bertentangan dengan penjelasan lain.

”Itu bukan cara sains bekerja. Jika kita bisa menjelaskan seribu observasi dengan satu teori yang sederhana, maka itu lebih baik dibandingkan menjelaskan seribu observasi dengan seribu teori,” ujarnya menambahkan.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber Kompas, 8 Januari 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB