Sejumlah organisasi masyarakat sipil berharap pemerintah segera mengadopsi resolusi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang merekomendasikan pelarangan iklan susu formula bayi lanjutan dan susu pertumbuhan yang menargetkan bayi berusia 6 bulan hingga 3 tahun. Resolusi itu dihasilkan dalam sidang World Health Assembly, akhir Mei 2016, yang juga dihadiri Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Anggota Presidium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak untuk Gizi, Candra Wijaya, Senin (6/6), di Jakarta, mengatakan, adopsi resolusi WHO terkait nutrisi dan menerjemahkan dalam rencana aksi adalah pekerjaan rumah. “Pemerintah dengan para pemangku kepentingan,” katanya.
Candra mendorong pemerintah memperkuat kebijakan pemberian air susu ibu (ASI) dan pelarangan iklan susu formula lanjutan bayi dan susu pertumbuhan. Penerapan regulasi itu harus dipantau baik sambil mengedukasi masyarakat soal pentingnya kode etik pemasaran internasional pengganti ASI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Peraturan Pemerintah No 33/ 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif masih banyak mengatur pemberian ASI eksklusif. Aspek pelarangan iklan susu formula bayinya masih sangat sedikit diatur,” tutur Candra.
Isi resolusi terkait nutrisi yang dihasilkan dalam WHA ialah untuk melindungi, mempromosikan, mendukung pemberian ASI, dan pemasaran susu formula lanjutan atau susu pertumbuhan yang menargetkan bayi 6 bulan sampai 3 tahun harus diatur sebagaimana formula untuk bayi 0-6 bulan. Artinya, iklan formula bayi lanjutan dan susu pertumbuhan, seperti halnya produk susu, makanan, dan minuman pelengkap dalam botol, dilarang.
Rekomendasi itu sejalan Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI yang dihasilkan dalam WHA tahun 1981.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar menambahkan, promosi makanan pabrikan dan instan yang tidak etis banyak terjadi dan akhirnya memengaruhi masyarakat. Contohnya, iklan susu pertumbuhan untuk anak di atas 1 tahun di media massa.
Sementara itu, WHO menyatakan, produk susu lanjutan termasuk kategori produk tidak perlu. Karena itu, hasil WHA terkait nutrisi bisa menjadi pegangan menguatkan kebijakan dalam negeri yang melindungi pemberian ASI eksklusif serta makanan bayi dan anak. (ADH)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Adopsi Pelarangan Iklan Susu Formula Bayi”.