Data Digital Pengguna Belum Dilindungi
Jaminan privasi dan keamanan data dalam beragam aktivitas yang berbasis digital masih lemah. Saat ini belum ada aturan yang memastikan data yang diberikan kepada industri berbasis digital tidak dimanfaatkan untuk kepentingan lain atau disalahgunakan.
Saat pengguna masuk ke berbagai aplikasi itu, mereka harus mencantumkan, antara lain, alamat, nomor telepon seluler, dan nomor kartu kredit. Data yang tercatat kemudian dan tidak kalah penting adalah data transaksi, data rute perjalanan, kebiasaan pengguna, pola komunikasi, dan data tentang aktivitas pengguna di berbagai aplikasi ataupun laman internet.
Di beberapa negara, gugatan mengenai privasi itu sudah diangkat. Beberapa pihak yang ditemui Kompas, pekan lalu dan Selasa (16/6), juga mengakui, perlindungan terhadap data pribadi dan privasi relatif belum memadai. Beberapa kalangan sudah mempertanyakan sejauh mana perusahaan-perusahaan itu berhak memegang data pribadi dan tidak disalahgunakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Subdirektorat Teknologi dan Infrastruktur e-Business pada Direktorat e-Business Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Noor Iza mengatakan, perlindungan data pribadi belum diatur dalam undang-undang. Akan tetapi, pengaturannya mulai dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
”Sebagai amanat peraturan pemerintah tersebut, kami sedang menggodok draf peraturan menteri. Ada juga keinginan mendorong perlindungan data pribadi ke bentuk undang-undang,” ujar Noor.
Secara terpisah, Vice President Marketing and Communication Ericsson Indonesia Hardyana Syintawati dalam acara Ericsson Mobility Report menyampaikan, pengguna layanan bergerak di Asia Tenggara dan Oseania pada 2014 sebanyak 950 juta dan pada akhir 2020 diperkirakan mencapai 1.240 juta. Lalu lintas pemakaian data meningkat sembilan kali lipat.
Kondisi ini rentan terjadi penyalahgunaan data pribadi pengguna. Antisipasi keamanan data mulai marak digulirkan pengusaha teknologi informasi, konsumen, dan industri global. Untuk Indonesia, Ericsson pernah berdiskusi dengan pemerintah mengenai perkembangan privasi.
”Langkah antisipasi yang perlu gencar dilakukan adalah edukasi kepada pengguna. Jika konsumen cerdas, mereka bisa melindungi dirinya sendiri,” kata Hardyana.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, I Ketut Prihadi, menyebutkan, perkembangan teknologi informasi komunikasi menyebabkan data privasi konsumen rentan disalahgunakan.
Kesadaran rendah
Pengamat teknologi informasi komunikasi Ruby Alamsyah mengatakan, kesadaran pada keamanan data dan privasi di kalangan pelaku industri dan pengguna masih rendah. Dari sisi pengusaha, mereka dinilai mengutamakan perolehan keuntungan BISNIS dibandingkan dengan keamanan data dan privasi pelanggan.
Sebaliknya, pengetahuan pengguna internet tentang keamanan dan privasi juga rendah. Mereka cenderung pasif terhadap masifnya produk industri digital.
”Salah satu permasalahan utama adalah Indonesia belum memiliki dasar hukum yang optimal. Satu-satunya produk hukum yang berhubungan dengan dunia digital adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” ujar Ruby.
Ia berpendapat, substansi undang-undang itu belum menyentuh keamanan data dan privasi secara menyeluruh. Permasalahan tersebut ditambah lagi dengan lemahnya penegakan hukum atas kasus-kasus kriminal terkait penyalahgunaan data pelanggan.
Lebih jauh, lanjut Ruby, pencurian privasi dapat terjadi karena kesalahan pelaku usaha ataupun pelanggan. Contohnya adalah usaha dengan menggunakan teknologi untuk memanipulasi sistem jaringan atau biasa disebut pembajakan (hacking).
Menurut Buku Saku Data dan Tren Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 yang diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlah serangan mengganti visual atau deface ke laman berdomain id dalam kurun waktu tiga tahun terakhir cenderung fluktuatif setiap bulan. Rata-rata per bulan mencapai 1.100 serangan.
Sementara itu, Chief Executive Officer Blibli.com Kusumo Martanto mengungkapkan, pengamanan data konsumen adalah kewajiban. Pihaknya bahkan telah melakukan investasi sistem keamanan data. Namun, Blibli.com pernah menerima transaksi kartu kredit dari pemain nakal dan kasus itu segera diselesaikan.
Team Leader Marketing Line Indonesia Galuh Chandrakirana menuturkan, privasi pengguna seharusnya bukan menjadi isu yang harus dikhawatirkan karena mereka tidak menyimpan data pengguna, kecuali nomor telepon yang dipergunakan untuk verifikasi saat mendaftar pertama kali.
”Kami tidak akan menyimpan atau menawarkan data kepada pihak lain seperti kebiasaan pengguna ataupun pola komunikasi,” ujar Galuh.
Head of Global Group Reed Exhibition Transportation & Logistics Alain Bagnaud mengatakan, perusahaan logistik di Eropa telah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam bisnisnya sehingga membuat perusahaan-perusahaan logistik menjadi lebih efisien dalam kegiatan operasionalnya.
”Membangun logistik yang berkelanjutan harus mampu beradaptasi dengan e-dagang dan evolusi kanal yang bermacam- macam,” ujar Alain di Jakarta.(MED/ELD/ARN/MAR)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Juni 2015, di halaman 1 dengan judul “Jaminan Privasi Sangat Lemah”.