Raja Ampat; Lindungi ”Sekeping Surga” dari Timur

- Editor

Senin, 29 September 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Raja Ampat, Papua Barat, adalah ”sekeping surga” di Indonesia timur. Gugusan pulaunya memiliki 537 jenis terumbu karang yang mewakili 75 persen karang dunia.

Terumbu karang sehat menjadi rumah ideal banyak jenis ikan karang dan ikan hias. Di Raja Ampat tercatat 1.104 spesies ikan dan 553 spesies hewan karang.

”Ini harus benar-benar dijaga,” kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad saat peluncuran buku Papua Barat: Tanah Para Raja di Kepala Burung Papua serta Papua Barat: Samudra Pasifik dan Laut Seram di Kepala Burung Papua, di Jakarta, Jumat (26/9). Buku itu terbitan Penerbit Buku Kompas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Sudirman, saat ini dijalankan lagi program rehabilitasi dan manajemen terumbu karang. Empat tahap dilakukan dalam lima tahun ke depan dengan anggaran per tahun Rp 50 miliar-
Rp 60 miliar. ”Sedang dijalankan tahap pertama,” ujarnya.

Tahap pertama adalah menyusun tata ruang laut menjadi kawasan konservasi. Kedua, mengembangkan potensi dan kapasitas, baik wilayah maupun sumber daya manusia. Lalu, membangun infrastruktur dasar ramah lingkungan. Terakhir adalah menggaet investor, dengan syarat bermitra dengan warga lokal.

”Tak hanya untuk pariwisata, tetapi juga model perikanan berkelanjutan. Masyarakat tentu harus dilibatkan,” kata Sudirman.

Pada 2013, daerah perlindungan laut Raja Ampat berkisar 2.179,9 hektar (ha). Kondisi terumbu karang di sana diklaim tumbuh 30 persen dalam empat tahun. Ada pula beberapa kawasan konservasi, seperti Suaka Alam Perairan Raja Ampat seluas 60.000 ha dan Suaka Alam Perairan Waigeo seluas 271.630 ha.

Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat menyambut baik langkah pemerintah. Bupati Raja Ampat Marcus Wanma berharap seluruh masyarakat tidak hanya jadi penonton, tetapi juga dirangkul ikut membangun berbagai sektor di wilayah itu.

Ia pun meminta warga diberikan keleluasaan mempertahankan adat-istiadat dan kearifan lokal dalam mengelola kawasan perairan untuk melindungi kekayaan lokal dari intervensi asing yang mengeksploitasi kawasan.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim menilai, pelestarian laut berbasis kearifan lokal lebih baik ketimbang program sentralistik yang dijalankan pemerintah (Kompas, 8/3). (A04)

Sumber: Kompas, 29 September 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB