Kapal yang Ditelan Kuda Laut

- Editor

Senin, 14 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Namanya Dara.Nama kapal itu Samudra II.Dan tanggal hilangnya: 14 Juni 2039.

Itu yang tertulis di laporan resmi Pusat Oseanografi Nasional.Dan juga: “Satu-satunya penyintas ditemukan terapung di atol Pulau Wayag. Keadaan stabil. Identitas terkonfirmasi. Tidak menunjukkan trauma fisik berat. Tapi mengalami disorientasi spasial dan mencatat simbol-simbol aneh di jurnal lapangan.”

“Apa yang sebenarnya terjadi di bawah sana?” tanya penyelidik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dara diam. Tangannya menyentuh gelang karet bertuliskan Laut adalah Rumah. Ia membuka jurnalnya, memperlihatkan halaman dengan goresan pensil yang rapi namun ganjil: siluet kuda laut seukuran perahu layar, semburan cahaya dari mata hitamnya, dan rangkaian titik-titik menyerupai tarian atau pesan.

“Kami menyelam di area yang disebut warga lokal sebagai Taman Di Bawah Dunia. Awalnya biasa saja. Karang sehat. Ikan penuh warna. Tapi ada sesuatu yang bergerak di tepi penglihatan kami. Tidak cepat, tapi… terlalu lembut untuk disebut arus.”

“Makhluk?”

“Bukan satu. Tapi banyak. Seperti satu tubuh yang terdiri dari banyak bagian. Seperti koloni. Kami menyebutnya kuda laut, karena bentuknya… mirip. Tapi mereka… mereka mengundang kami. Bukan menelan.”

Kapal itu tidak ditemukan. Tidak satupun sisa. Tak ada serpihan, tak ada sinyal darurat. Seolah ditelan laut, tapi tanpa jejak kehancuran.

Tapi cerita Dara tidak selesai di situ. Ia mulai menunjukkan kemampuan aneh: ia bisa memprediksi pergerakan arus dan badai lebih cepat dari radar. Ia bisa menebak kapan ikan-ikan pelagis bermigrasi. Ia mendengar suara frekuensi rendah yang tak terekam oleh sonar.

“Laut bicara pada saya,” katanya kepada psikolog. “Dan mereka tahu saya mendengar.”

Orang menyebutnya halusinasi survivor. Tapi sebagian ilmuwan mulai bertanya: bagaimana bisa seorang penyintas trauma tahu perilaku laut lebih presisi dari AI?

Pusat Penelitian menyimpan Dara dalam pengawasan tertutup. Tapi tekanan publik meningkat. Konspirasi mulai muncul. Apakah kapal itu sebenarnya dikorbankan? Apakah Dara agen eksperimen rahasia?

Seorang wartawan lepas, Haris, menyusup ke pusat dan mewawancarai Dara diam-diam. Mereka berbicara larut malam di ruang karantina.

“Kalau memang ada kuda laut raksasa seperti yang kau gambar,” kata Haris, “mengapa tidak ada rekaman? Tidak ada data sonar, kamera dasar laut, atau suara?”

Dara menatapnya, lama.

“Karena mereka bukan makhluk biasa. Mereka bukan datang ke kita. Mereka menarik kita masuk ke dalam bahasa mereka. Dan semua peralatan kita… hanya merekam kebisingan sendiri.”

“Bahasa?”

“Gerak. Warna. Pola arus. Getaran biologis. Mereka tidak menghancurkan kapal kami. Mereka menawari rumah. Dan hanya aku yang kembali, karena hanya aku yang menolak.”

“Kenapa?”

“Karena aku takut kehilangan bentukku. Tapi aku juga menyesal.”

Malam setelah wawancara itu, Haris menghilang. Mobilnya ditemukan di dermaga. Kamera pengawas menunjukkan ia pergi menyelam seorang diri. Ia tak pernah kembali.

Media menggila. Pemerintah membatasi semua aktivitas riset di wilayah Raja Ampat. Tapi larangan hanya menyulut rasa ingin tahu. Dalam forum-forum gelap, istilah “Kuda Laut Besar” jadi bahan kultus. Ada yang percaya itu spesies baru. Ada yang percaya itu perwujudan memori laut. Ada pula yang menyebutnya sebagai “penjaga planet yang diam.”

Enam bulan kemudian, Dara memberontak dari pusat pengawasan. Ia menyuap petugas, mencuri peralatan selam, dan membawa perahu kecil sendiri ke gugusan karang tempat kapal mereka dulu hilang.

Ia menyelam saat matahari jatuh ke ufuk. Drone otonom yang ia tinggalkan mencatat detik-detik terakhir: tubuh Dara meluncur perlahan, siluet tubuhnya diterangi oleh semburat cahaya yang membentuk kurva seperti ekor kuda laut raksasa. Cahaya itu bukan cahaya buatan. Ia bukan berasal dari atas.

Dan lalu… Dara menghilang.

Di jurnal terakhir yang ditemukan di kamarnya, tertulis:

“Mereka tidak pernah berniat menakut-nakuti kita. Kita yang tak bisa membaca bahasa mereka. Tapi kini aku mengerti. Laut bukan sekadar kedalaman. Ia adalah ingatan. Dan kuda laut—mereka penjaga mimpi yang disimpan karang selama jutaan tahun.”

“Mereka mengundang kita, bukan karena mereka membutuhkan kita. Tapi karena mereka ingin menunjukkan bahwa kita pernah menjadi bagian dari mereka.”

Tiga tahun berlalu. Di salah satu penelitian arus mikro dan mikrofon bawah laut di Filipina Selatan, sebuah tim mendeteksi pola suara yang menyerupai morse. Getaran halus, terlalu kompleks untuk gelombang alami. Saat dipetakan, pola itu membentuk kurva dan pusaran.

Ketua tim, seorang profesor tua yang diam-diam mempelajari fenomena Dara, menerjemahkan pola itu. Dengan gemetar ia menulis ulang pada papan kaca:

“Kami masih menunggu. Tapi hanya yang bersedia mendengar yang akan sampai.”

[TAMAT]

tepian Sungai Cikumpa, Pertengahan Juli 2025 yang basah

Cerpen: Avicenia

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Pohon yang Menolak Berbunga
Cerpen: Tamu dalam Dirimu
Cerpen: Bahasa Cahaya
Bersilang Nama di Delhi
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 14 Juli 2025 - 15:17 WIB

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Sabtu, 12 Juli 2025 - 06:37 WIB

Pohon yang Menolak Berbunga

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:09 WIB

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Rabu, 9 Juli 2025 - 11:11 WIB

Cerpen: Bahasa Cahaya

Minggu, 6 Juli 2025 - 14:15 WIB

Bersilang Nama di Delhi

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB