Manusia Jadi Penyebab Kepunahan Ribuan Spesies Burung

- Editor

Selasa, 13 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penelitian terbaru mengungkap bahwa ternyata manusia atau hewan yang diintroduksi manusia ke satu daerah, terutama pulau, telah menyebabkan punahnya ribuan spesies burung.

Selama 20.000-50.000 tahun terakhir, burung telah mengalami kepunahan massal, terutama spesies burung besar, tidak bisa terbang, dan hidup di kepulauan. Manusia telah menyebabkan hilangnya 10-20 persen dari semua spesies burung.

Demikian hasil studi yang dipimpin oleh Shai Meiri dari School of Zoology di George S Wise Faculty of Life Sciences dan Steinhardt Museum of Natural History di Tel Aviv University dan Amir Fromm dari Weizmann Institute of Science. Makalah ini diterbitkan dalam Journal of Biogeography pada Rabu (11/8/2021).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Kami melakukan tinjauan komprehensif literatur ilmiah dan untuk pertama kalinya mengumpulkan data kuantitatif tentang jumlah dan ciri-ciri spesies burung yang punah di seluruh dunia,” kata Meiri.

Spesies burung yang punah dalam 300 tahun terakhir relatif terkenal, sementara spesies sebelumnya yang telah punah hanya diketahui dari sisa-sisa yang ditemukan di situs arkeologi dan paleontologi di seluruh dunia. ”Secara keseluruhan, kami telah membuat daftar 469 spesies burung yang punah selama 50.000 tahun terakhir, tetapi kami percaya bahwa jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi,” kata Meiri.

Dalam kajian ini, para peneliti juga menemukan bahwa kepunahan besar-besaran terutama disebabkan oleh manusia yang berburu burung untuk dimakan. Kepunahan juga bisa disebabkan oleh hewan yang dibawa ke pulau oleh manusia yang kemudian memakan burung dan/atau telurnya.

Asumsi tersebut terutama didasarkan pada dua fakta, yaitu sebagian besar sisa-sisa burung ditemukan di situs manusia dan memperlihatkan jejak burung tersebut dikonsumsi. Selain itu, dalam banyak kasus, kepunahan terjadi tidak lama setelah kedatangan manusia ke suatu wilayah.

Paling rentan punah
Para peneliti juga menemukan bahwa kepunahan tidak terjadi secara acak karena sebagian besar spesies yang punah memiliki tiga ciri utama. Pertama, sekitar 90 persen dari spesies burung ini tinggal di pulau-pulau. Ketika manusia tiba di pulau itu, burung-burung diburu oleh mereka atau menjadi korban hewan lain yang diperkenalkan oleh manusia, seperti babi, tikus, monyet, dan kucing.

Kedua, sebagian besar spesies burung yang punah berukuran besar, beberapa sangat besar. Karena setiap burung menyediakan makanan dalam jumlah besar bagi manusia, mereka menjadi target pilihan para pemburu. Faktanya, massa tubuh spesies yang punah ditemukan hingga sepuluh kali lebih besar dari spesies yang masih hidup.

—–Tiga kriteria burung yang lebih rentan punah, terutama karena ulah manusia. Sumber: Fromm dan Meiri (Journal of Biogeography, 2021).

Studi sebelumnya telah menemukan fenomena serupa di antara mamalia dan reptil, terutama kadal dan kura-kura yang hidup di pulau-pulau. Spesies yang lebih besar diburu oleh manusia dan punah.

Ketiga, sebagian besar spesies burung yang punah tidak dapat terbang dan sering kali tidak dapat melarikan diri dari pengejarnya. Studi ini menemukan bahwa jumlah spesies burung yang tidak dapat terbang dan punah dua kali lipat dari jumlah spesies yang tidak dapat terbang yang masih ada saat ini.

Secara keseluruhan, 68 persen dari spesies burung yang tidak dapat terbang diketahui menjadi punah. Salah satu contoh yang lebih terkenal adalah burung moa di Selandia Baru. Sebanyak 11 spesies moa punah dalam 300 ratus tahun karena perburuan oleh manusia.

”Studi kami menunjukkan bahwa sebelum peristiwa kepunahan besar ribuan tahun yang lalu, lebih banyak burung besar, bahkan raksasa, serta tidak bisa terbang hidup di dunia kita dan keanekaragaman burung yang hidup di pulau-pulau jauh lebih besar daripada hari ini,” kata Meiri.

Dia berharap temuan ini dapat berfungsi sebagai sinyal peringatan mengenai spesies burung yang saat ini terancam punah dan oleh karena itu penting untuk memeriksa apakah mereka memiliki fitur yang serupa. ”Namun, harus dicatat bahwa kondisinya telah banyak berubah dan hari ini penyebab utama kepunahan spesies oleh manusia bukanlah perburuan, melainkan perusakan habitat alami,” kata Meiri.

BURUNG INDONESIA—Spesies burung yang ditemukan di Indonesia bertambah dua sehingga menjadi 1.771 jenis pada tahun 2018. Namun, ancaman kepunahan sejumlah spesies burung juga meningkat.

Sebelumnya, kajian terpisah oleh Arne Mooers, ahli biodiversitas dari Simon Fraser University di The Royal Society (2019), memperkirakan, tingkat kepunahan spesies burung secara keseluruhan mencapai 2,17 × 10?4 spesies per tahun. Ini enam kali lebih tinggi dari tingkat kepunahan langsung sejak 1500, sebagai konsekuensi dari sejumlah besar spesies yang statusnya memburuk.

Studi ini dilakukan dengan memodelkan lintasan yang diamati melalui kategori risiko kepunahan Daftar Merah IUCN untuk semua spesies burung secara global selama 28 tahun. Sebagai konsekuensi sejumlah besar spesies yang statusnya memburuk, peneliti memperkirakan, upaya konservasi global telah mengurangi tingkat kepunahan efektif sebesar 40 persen. Upaya ini mayoritas dilakukan dengan mencegah kepunahan spesies yang terancam punah daripada mencegah spesies berisiko rendah pindah ke kategori berisiko tinggi.

”Temuan kami menunjukkan bahwa risiko kepunahan pada burung terakumulasi lebih dari yang diperkirakan sebelumnya, tetapi akan lebih besar tanpa upaya konservasi,” kata Arne.

Oleh AHMAD ARIF

Editor: ADHITYA RAMADHAN

Sumber: Kompas, 12 Agustus 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB