Antibodi dari Sinovac Menurun Setelah Enam Bulan, Perlu Monitoring

- Editor

Minggu, 10 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Studi menunjukkan, antibodi yang dipicu oleh vaksin Covid-19 Sinovac turun di bawah ambang batas sekitar enam bulan setelah dosis kedua untuk sebagian besar penerima.

Studi terbaru menunjukkan, antibodi yang dipicu oleh vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech turun di bawah ambang batas sekitar enam bulan setelah dosis kedua untuk sebagian besar penerima. Selain pentingnya mempersiapkan suntikan ketiga, temuan ini juga menekankan pentingnya monitoring penularan dan keparahan Covid-19 setelah vaksinasi.

Di Indonesia, vaksin Sinovac digunakan pada awal-awal vaksinasi pertama pada pertengahan Januari 2021 hingga kini. Pada awal-awal vaksin ini diberikan kepada tenaga kesehatan dan pekerja publik serta warga lansia, termasuk Presiden Joko Widodo sebagai penerima pertama suntikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Temuan tentang penurunan antibodi dari vaksin Sinovac ini dilaporkan peneliti China dalam sebuah makalah yang diterbitkan di medRxiv pada Minggu (25/7/2021), yang belum ditinjau oleh rekan sejawat. Hasil kajian bisa diakses di https://bit.ly/3zGsxQt.

Menjadi penulis pertama adalah Hongxing Pan, peneliti dari Vaccine Evaluation Institute, Jiangsu Provincial Center for Disease Control and Prevention, China. Dalam kajian ini, peneliti meneliti antibodi dari orang yang menerima dua dosis vaksin Sinovac, dua atau empat minggu secara terpisah.

Hasilnya, hanya 16,9 persen dan 35,2 persen masing-masing masih memiliki antibodi penetralisir di atas apa yang peneliti anggap sebagai tingkat ambang batas terdeteksi enam bulan setelah suntikan kedua. Analisis dilakukan terhadap dua kelompok yang melibatkan masing-masing 50 peserta dan mereka juga memberikan dosis ketiga vaksin atau plasebo kepada total 540 peserta.

Para peneliti tidak menjelaskan bagaimana dampak penurunan antibodi ini terhadap proteksinya terhadap Covid-19. Hal ini karena para ilmuwan belum mengetahui secara tepat ambang batas tingkat antibodi untuk vaksin agar dapat mencegah penyakit ini.

Namun, terlepas dari antibodi yang tahan lama, komponen lain dalam sistem kekebalan manusia, seperti sel T dan memori sel B, yang ditimbulkan oleh vaksin juga dapat berkontribusi pada perlindungan.

Dalam kajian ini, orang yang menerima dosis ketiga suntikan Sinovac sekitar enam bulan setelah yang kedua menunjukkan peningkatan sekitar 3-5 kali lipat tingkat antibodi setelah 28 hari. Kadar antibodi ini setara dengan tingkat yang terlihat empat minggu setelah suntikan kedua.

Sejauh ini, negara yang menjadi pengguna terbesar Sinovac sebagai vaksinasi utama adalah Brasil, Indonesia, dan Chile.

Perlu monitor
Peneliti vaksin dan biologi molekuler di John Curtin School of Medical Research, Australia National University, Ines Atmosukarto, mengatakan, temuan ini harus mendorong vaksinasi secepatnya dan sebanyak-banyaknya. ”Namun, kita juga harus mempersiapkan strategi booster (vaksin penguat),” katanya.

Dosen Pascasarjana Program Magister Biomedik Universitas Yarsi, Ahmad Rusdan Utomo, mengatakan, tidak hanya vaksin Sinovac, vaksin Covid-19 lain, seperti AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer, juga perlu dimonitor. ”Kadar antibodi yang turun belum tentu tidak efektif karena produksi antibodi juga tergantung dari kebutuhan. Secara teori, kita juga membentuk sel memori yang lebih bertahan lama,” ujarnya.

Namun, menurut Ahmad, temuan ini harus mendorong otoritas kesehatan untuk terus mendata tingkat kejadian Covid-19 yang masuk rumah sakit, antara populasi yang sudah divaksin dan belum. ”Itu data paling penting sekarang untuk melihat efektivitas vaksin,” ucapnya.

Selain itu, menurut Ahmad, kita juga tidak bisa hanya bergantung pada vaksin. ”Selama masih banyak yang berkerumun, maka varian akan kerap muncul, terutama ketika si virus menemukan inang yang mengalami imunokompromi,” ujarnya.

Oleh AHMAD ARIF

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 28 Juli 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB