Wahana antariksa Jepang, Hayabusa-2, berhasil mendarat di permukaan asteroid Ryugu, Jumat (22/2/2019) pukul 07.29 waktu Jepang atau 05.29 waktu Jakarta. Kesuksesan itu mengulang keberhasilan wahana pendahulunya, Hayabusa, yang sukses mendarat dan membawa pulang material asteroid Itokawa pada 2010.
Badan Eksplorasi Antariksa Jepang (JAXA) menyatakan, proses pendaratan Hayabusa-2 mulai dilakukan sejak Kamis (21/2/2019), pukul 13.00 waktu Jepang. Saat itu, Hayabusa-2 berada pada ketinggian 20.000 meter dari Ryugu yang merupakan ketinggian orbitnya. Sasaran pendaratan itu adalah satu titik di permukaan asteroid dengan lebar hanya 6 meter.
JAXA/AKIHIRO IKESHITA–Gambar rekaan saat wahana Hayabusa-2 milik Jepang mendarat dan melakukan eksplorasi di permukaan asteroid Ryugu (1999 JU3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selanjutnya, secara perlahan, ketinggian wahana terus berkurang. Pada Jumat pukul 02.00 waktu Jepang, Hayabusa-2 sudah berada pada ketinggian 2.000 meter di atas Ryugu. Pada ketinggian 500 meter atau pukul 06.14, sistem pendaratan otonom wahana dinyalakan hingga pendaratan Hayabusa-2 sepenuhnya bergantung pada program yang dirancang.
Pada pukul 07.26, wahana hanya berjarak 50 meter dari permukaan asteroid. Hingga akhirnya, pukul 07.29, Hayabusa-2 mendarat di titik yang telah ditetapkan.
Sontak setelah keberhasilan pendaratan Hayabusa-2 itu terkonfirmasi, tepuk tangan bergemuruh di Ruang Pengendali Misi di Sagamihara, sekitar 40 kilometer barat Tokyo, Jepang. Para perekayasa dan ilmuwan misi pun saling berpelukan bahagia dan terharu.
TWITTER/HAYA2E_JAXA–Para anggota tim misi Hayabusa-2 berfoto bersama setelah keberhasilan pendaratan wahana Hayabusa-2 di permukaan asteroid Ryugu.
Manajer Misi Hayabusa-2 Makoto Yoshikawa, seperti dikutip dari NHK, mengatakan, keberhasilan itu akan jadi awal baru bagi perkembangan ilmu keplanetan. Terlebih, pendaratan Hayabusa-2 di permukaan Ryugu memiliki tantangan lebih besar karena wahana mendarat di permukaan asteroid lebih lama dibandingkan pendahulu, Hayabusa, yang mendarat di permukaan asteroid Itokawa.
Meski lebih menantang, situasi itu memungkinkan Hayabusa-2 mengeksplorasi asteroid lebih detail.
Selain itu, lanjut Yoshikawa, kesuksesan itu akan menjadikan Jepang sebagai pionir eksplorasi asteroid di dunia. Keyakinan itu tidak berlebihan mengingat saat ini hanya Jepang (JAXA) dan Amerika Serikat (NASA) yang memiliki program pendaratan di asteroid. Namun, Jepang memang menjadi yang pertama.
Hayabusa-2 tiba di dekat asteroid Ryugu pada 27 Juni 2018 setelah 3,5 tahun menempuh perjalanan dari Bumi. Setelah itu, Hayabusa-2 mengamati asteroid Ryugu untuk menentukan lokasi pendaratan wahana, sekaligus menilai tingkat keselamatan wahana saat didaratkan di permukaan asteroid hingga akhirnya ditentukan lokasinya sesuai yang telah didarati Jumat.
Misi
Pendaratan Hayabusa-2 di asteroid Ryugu bertujuan untuk mengambil material bagian dalam Ryugu. Material itu akan dikumpulkan terlebih dahulu dalam satu kontainer yang ada di dalam wahana dan akan dibawa kembali ke Bumi pada tahun 2020.
JAXA/AKIHIRO IKESHITA–Gambar rekaan saat wahana antariksa milik Jepang, Hayabusa-2, terbang mendekati asteroid Ryugu.
Pengambilan material asteroid itu dilakukan menggunakan perangkat yang dinamai tanduk pengambil sampel yang ada di bagian bawah wahana.
Untuk memperoleh material itu, wahana akan menembakkan sejenis peluru yang dibuat dari logam tantalum seberat 5 gram dan ditembakkan dengan kecepatan 300 meter per detik. Penembakan peluru itu dilakukan bersamaan dengan mendaratnya Hayabusa-2. Material asteroid yang terhambur akibat tumbukan dengan peluru itu akan ditangkap oleh tanduk pengambil sampel.
Proses pengambilan sampel itu juga berjalan baik. Menurut Manajer Proyek Hayabusa-2 Yuichi Tsuda, seperti dikutip BBC, pendaratan Hayabusa-2 dan penembakan pelurunya berhasil dilakukan dalam kondisi terbaik.
Setelah pendaratan dan pengambilan sampel asteroid itu selesai dilakukan, Hayabusa-2 akan kembali ke ketinggian 20.000 meter di atas Ryugu. Kembalinya Hayabusa-2 ke ketinggian basis itu untuk melakukan pendaratan dan pengambilan sampel tahap berikutnya.
JAXA memperkirakan, masih ada satu atau dua kali lagi pengambilan sampel sebelum Hayabusa-2 meninggalkan Ryugu. Meski demikian, pendaratan berikutnya dinilai Yoshikawa tetap akan berisiko.
Pengambilan sampel berikutnya diperkirakan dilakukan Maret atau April dengan meledakkan permukaan Ryugu hingga membentuk kawah di permukaan asteroid. Setelah terbentuk kawah, Hayabusa-2 akan turun kembali mengambil materi yang baru.
Materi baru itu dianggap menyimpan situasi asli saat awal Tata Surya. Materi itu belum mengalami pelapukan akibat paparan partikel-partikel energetik tinggi dari Matahari dan ruang antarbintang. Karena itu, materi bagian lebih dalam dari asteroid itu menyimpan sejarah dan evolusi Tata Surya.
Mundur
Semula, JAXA merencanakan pendaratan Hayabusa-2 pada Oktober 2018. Namun, ternyata, lokasi pendaratan yang akan disasar lebih kasar dan keras dari perkiraan. Sifat permukaan asteroid yang tidak terduga itu akan sangat memengaruhi jumlah sampel yang bisa dikumpulkan.
Para perekayasa pada awalnya berharap bisa menemukan area berdiameter 100 meter. Namun, situasi yang sulit itu membuat area permukaan yang disasar Hayabusa-2 direduksi hingga hanya berdiameter 6 meter yang disasar dalam pendaratan kemarin.
Di lokasi sasaran juga terdapat banyak batuan besar hingga menyulitkan menemukan lokasi yang cukup luas dan landai untuk mempermudah pengambilan sampel. Karena tanduk pengambil sampel yang terletak di bagian bawah wahana hanya memiliki panjang 1 meter, lokasi pendaratan harus dipastikan tidak ada batuan besar dengan diameter lebih dari 50 sentimeter. Kepastian itu diperlukan untuk menghindari Hayabusa-2 membentur batu.
JAXA, UNIVERSITY OF TOKYO, KOCHI UNIVERSITY, RIKKYO UNIVERSITY, NAGOYA UNIVERSITY, CHIBA INSTITUTE OF TECHNOLOGY, MEIJI UNIVERSITY, UNIVERSITY OF AIZU, AIST.–Potret asteroid Ryugu yang diambil menggunakan Teleskop-Kamera Navigasi Optik (ONC-T) yang ada di wahana antariksa Hayabusa-2 yang sedang mengorbit asteroid pada ketinggian 6 kilometer. Citra diambil pada 20 Juli 2018.
”Kondisi asteroid Ryugu cukup mengejutkan karena berbeda dengan karakter asteroid dekat Bumi yang telah dikunjungi dan diteliti sebelumnya yang didominasi oleh partikel yang kecil,” kata Alan Fitzsimmons dari Universitas Queen’s, Belfast, Irlandia Utara.
Selain itu, sebelum mendarat di Ryugu, para ahli menduga permukaan asteroid itu akan ditutupi lapisan berbutir halus dari bahan regolith. Nyatanya, bagian atas asteroid itu tertutup kerikil dan bongkahan baru dengan diameter beberapa sentimeter.
Bentuk Ryugu yang unik, mirip berlian, diduga disebabkan asteroid itu berputar pada porosnya lebih cepat di masa lalu dibandingkan masa sekarang. Situasi itu diyakini sangat memengaruhi ukuran partikel yang ada di permukaan asteroid.
Dekat Bumi
Komposisi asteroid Ryugu tak kalah spesial. Asteroid ini termasuk asteroid tipe C yang kaya karbon. Umur kelompok asteroid ini lebih tua dibandingkan asteroid lain dan merupakan sisa-sisa dari pembentukan Tata Surya.
Meski demikian, dari aspek posisi, asteroid Ryugu yang berdiamater sekitar 880 meter itu terletak di dekat bumi atau near-earth asteroid (NEA), yaitu asteroid yang mengorbit Matahari dengan lintasan berada di dekat Bumi.
Menurut Fitzsimmons, asteroid yang kaya karbon umumnya terletak di Sabuk Asteroid, sebuah daerah yang kaya asteroid dan terletak di antara orbit Planet Mars dan Jupiter. Sementara asteroid dekat Bumi umumnya tersusun atas batuan silikat yang lebih mirip dengan batuan Bumi. Nyatanya, Ryugu ada di dekat Bumi.
Selain itu, berdasar misi Rosetta yang mendarat di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko pada 2014, air di Bumi tidak berasal dari komet yang terbentuk di awal pembentukan Tata Surya. Asteroid tipe C-lah yang diyakini membawa air dan berbagai bahan organik yang dibutuhkan untuk memulai kehidupan di Bumi.
”Asteroid yang kaya karbon itu kemungkinan besar mengandung sejumlah air yang terkunci di bebatuannya,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Fitzsimmons, pengambilan sampel asteroid Ryugu yang dilakukan Hayabusa-2 penting untuk menyelidiki berbagai kemungkinan itu, mulai dari bagaimana asteroid itu bermigrasi atau berpindah orbitnya dari Sabuk Asteroid ke dekat Bumi hingga proses pelapukan batuan asteroidnya oleh partikel energi tinggi dari Matahari ataupun ruang antarbintang.
Oleh M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 23 Februari 2019