Wahana Antariksa Hayabusa2 Tiba di Asteroid Ryugu

- Editor

Jumat, 29 Juni 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wahana antariksa Jepang Hayabusa2, Rabu (27/6/2018), terbang mendekati obyek tujuannya, asteroid Ryugu. Untuk mencapai asteroid yang berjarak sekitar 280 juta kilometer dari Bumi itu, Hayabusa2 harus menempuh lintasan sejauh 3,2 miliar kilometer.

Badan Eksplorasi Penerbangan Antariksa Jepang (JAXA) meluncurkan Hayabusa2 dari Bandar Antariksa Tanegashima, Jepang pada 3 Desember 2014. Misi wahana ini adalah untuk mengumpulkan material dari permukaan asteroid secara langsung dan mengirimkannya kembali ke Bumi untuk dipelajari lebih lanjut.

Mengetahui langsung material di permukaan asteroid itu penting untuk mempelajari asal usul dan evolusi Tata Surya. Asteroid adalah obyek yang berasal dari material sisa pembentukan Tata Surya 4,6 miliar tahun lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

JAXA/AKIHIRO IKESHITA–Gambar rekaan saat wahana antariksa milik Jepang Hayabusa2 terbang mendekati asteroid Ryugu.

Selain itu, misi juga dilakukan untuk melihat peluang penambangan asteroid di masa akan datang. Asteroid banyak mengandung air, senyawa organik karbon, hingga sejumlah logam mulia. Kandungan logam mulia itulah yang membuat sejumlah perusahaan sedang menilai kelayakan penambangan asteroid.

Unik
Asteroid Ryugu pertama kali ditemukan pada 1999 sehingga nama awal yang disematkan padanya adalah 1999 JU3. Nama Ryugu yang artinya istana milik naga baru diberikan pada 2015 berdasar cerita rakyat Jepang tentang istana magis di bawah laut.

JAXA, UNIVERSITY OF TOKYO AND COLLABORATORS–Citra asteroid Ryugu yang dipotret menggunakan teleskop-kamera navigasi optik (ONC-T) yang ada di wahana antariksa Hayabusa2. Citra ini diambil pada Selasa (26/6/2018).

Ryugu memiliki bentuk mirip berlian. Diameternya sekitar 880 meter dan mengorbit Matahari dengan lintasan yang terentang antara orbit Bumi dan Mars.

Asteroid yang memiliki bentuk seperti Ryugu umumnya memiliki kecepatan rotasi tinggi, yaitu 3-4 jam untuk melakukan satu kali putaran. Namun, Ryugu berotasi lebih lambat, yaitu butuh waktu 7,5 jam untuk sekali berputar pada porosnya.

Profesor di Lembaga Ilmu Penerbangan dan Antariksa Jepang (ISAS) Yoshikawa mengatakan banyak ahli menduga, Ryugu berputar sangat cepat di masa lalu. Kini, putarannya melambat. “Namun, belum diketahui mengapa putaran asteroid ini melambat,” katanya.

Namun, belum diketahui mengapa putaran asteroid ini melambat.

Ryugu merupakan asteroid tipe C yang dinilai lebih primitif dibanding asteroid lainnya. Kondisi itu membuat asteroid ini kaya mineral organik dan mineral yang terhidrasi atau mengandung air. Dengan mengetahui material penyusun Ryugu, para peneliti juga berharap dapat mengetahui campuran molekul yang membentuk kehidupan pertama di Bumi.

Permukaan Ryugu juga telah mengalami perubahan signifikan akibat paparan cuaca antariksa. Kondisi inilah yang menjadi salah satu alasan ilmuwan ingin meneliti langsung material Ryugu.

Misi
Manajer Misi Hayabusa 2 Makoto Yoshikawa mengatakan setelah wahana itu sampai di tujuan, mereka akan mempelajari kontur permukaan asteroid dengan hati-hati. Selanjutnya, mereka akan menentukan lokasi pendaratan wahana.

“Itu berarti, saat mendarat, wahana akan sekaligus mengambil material di bagian dalam permukaan asteroid,” katanya.

JAXA / AKIHIRO IKESHITA–Gambar rekaan saat wahana Hayabusa2 milik Jepang mendarat dan melakukan eksplorasi di permukaan asteroid Ryugu (1999 JU3).

Pengambilan sampel material tanah asteroid itu akan dilakukan setelah ditemukan lokasi yang sesuai untuk pendaratan Hayabusa2.

Lokasi itu dideteksi menggunakan sejumlah instrumen, baik yang ada di wahana maupun yang dijatuhkan langsung ke permukaan asteroid. Instrumen yang dijatuhkan itu bernama (mobile asteroid surface scout) milik Jerman.

Mascot akan dijatuhkan dari ketinggian 60 meter pada Oktober 2018 untuk mendeteksi kondisi fisik dan geologi permukaan asteroid. Data yang diperoleh akan dibandingkan dengan data yang diperoleh instrumen lain yang ada di wahana.

Setelah lokasi dipilih, Hayabusa2 akan menjatuhkan penumpuk ke permukaan Ryugu. Namun setelah dilepas, penumpuk itu akan melayang terlebih dulu di permukaan asteroid. Saat Hayabusa2 sudah berada di posisi aman, penumpuk itu akan diledakkan hingga terbentuk kawah buatan di permukaan asteroid.

Selanjutnya, Hayabusa2 akan turun mengambul sampel tanah dari permukaan yang agak dalam dari asteroid. Sampel tanah asteroid diambil melalui melalui instrumen khusus yang berbentuk mirip tanduk dan terletak di bagian bawah wahana. Sampel yang diperoleh akan disimpan dalam wadah khusus berbentuk kapsul yang ada di dalam wahana.

Seluruh proses pengambilan sampel itu diperkirakan akan dilakukan pada pertengahan 2019.

“Ini adalah tantangan besar,” tegas Makoto.

Setelah semua misi selesai, Hayabusa2 akan mulai kembali ke Bumi pada akhir 2019. Saat mendekati atmosfer Bumi pada akhir 2020, kapsul khusus yang berisi sampel tanah asteroid Ryugu akan dijatuhkan ke Bumi. Kapsul itu direncanakan akan dijatuhkan di daratan Australia. (BBC/JAXA.JP/DLR.DE)–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 29 Juni 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB