Ditanya Dokter Soal Diet, 80 Persen Pasien Berbohong

- Editor

Senin, 3 Desember 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Anda berkata jujur atau bohong ketika ditanya dokter? Hasil survei di Amerika Serikat menunjukkan, sebanyak 60 persen hingga 80 persen responden berbohong ketika ditanya dokter tentang informasi kesehatan mereka, termasuk ketika ditanya tentang diet dan olahraga. Salah satu alasannya karena pasien tidak mau “dikuliahi” dokter.

KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA–Dokter berbicara dengan pasien di ruang tunggu pasien klinik, Cianjur, Senin (16/7/2018).

Penelitian berjudul “Prevalensi dan Faktor Terkait dengan Pasien yang Tidak Merujuk Informasi Medis yang Relevan kepada Dokter” itu dimuat dalam jurnal JAMA Network Open edisi 30 November 2018 yang juga dipublikasikan sciencedaily.com.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penelitian dilakukan tim ilmuwan AS dari Middlesex Community College, Middletown, Connecticut; Universitas Iowa; Universitas Michigan; Universitas Negeri Wayne, Detroit, Michigan; dan Universitas Utah, Salt Lake City.

Peneliti menjawab pertanyaan utama adalah informasi medis apa yang relevan yang ditahan pasien dari dokter mereka, dan mengapa mereka melakukannya?

Untuk menjawab pertanyaan penelitian utama itu, ilmuwan melakukan survei. Dari 16 Maret hingga 30, 2015, tim merekrut sampel orang dewasa AS berusia 18 dan lebih tua dari pengguna internet yang berpartisipasi di survei MTurk. MTurk adalah populasi pengguna internet yang berpartisipasi dalam tugas (misalnya survei) dengan imbalan kompensasi kecil dan telah terbukti menjadi sumber data yang andal.

KOMPAS/RIZA FATHONI (RZF)–Dokter berbicara dengan pasien di Klinik Berhenti Merokok RS Persahabatan, Jakarta, 23 April 2015.

Untuk melengkapi data ini, tim merekrut sampel kedua dari Survey Sampling International (SSI). Sampel SSI adalah orang dewasa AS yang lebih tua (berusia ?50 tahun). Mereka disurvei dari tanggal 6 hingga 17 November 2015. Analisis akhir dilakukan dari 28 September hingga 8 Oktober 2018.

Total terdapat 4.510 responden mengikuti survei. Usia rata-rata dari para peserta adalah 36 tahun – 61 tahun. Sampel didominasi kulit putih.

Peserta survei mendapat pernyataan apakah “pernah menghindari memberi tahu penyedia layanan kesehatan” bahwa mereka (1) tidak memahami instruksi penyedia layanan kesehatan, (2) tidak setuju dengan rekomendasi penyedia layanan kesehatan, (3) tidak berolahraga atau tidak berolahraga secara teratur, (4) memiliki pola makan yang tidak sehat atau tidak sehat pola makan mereka, (5) mengambil obat tertentu (yaitu, dengan sengaja tidak menyebutkan obat tertentu), (6) tidak mengambil obat seperti yang diresepkan, dan (7) mengambil obat resep orang lain.

Survei mendefinisikan “penyedia layanan kesehatan” sebagai dokter, asisten dokter, atau perawat.

KOMPAS/FRANS PATI HERIN–Seorang bakal calon anggota legislatif sedang mengikuti tes wawancara terkait kesehatan rohani atau kejiwaan di Rumah Sakit Khusus Daerah Kota Ambon, Maluku, beberapa waktu lalu.

Hasil survei menunjukkan, sebanyak 1.630 peserta survei MTurk (81,1 persen) dan 1.535 peserta SSI (61,4 persen) menghindari pengungkapan setidaknya satu jenis informasi. Tidak setuju dengan rekomendasi dokter (MTurk: 918 dari 2.010 responden [45,7 persen]; SSI: 785 dari 2.497 responden [31,4 persen]) dan tidak memahami instruksi dokter (MTurk: 638 responden 2009 [31,8 persen]; SSI: 607 dari 2.497 responden [24,3 persen]) adalah kejadian yang paling umum.

“Kebanyakan orang ingin dokter mereka berpikir tentang hal baik tentang kesehatan mereka. “Mereka khawatir akan dikhianati sebagai seseorang yang tidak membuat keputusan yang baik,” kata Angela Fagerlin, peneliti dari Universitas Utah.

Alasan yang paling sering dilaporkan untuk tidak mengungkapkan termasuk tidak ingin dinilai atau diberi “kuliah” (MTurk: 81,8 persen; SSI: 64,1 persen), tidak ingin mendengar bagaimana perilaku berbahaya (MTurk: 75,7 persen; SSI: 61,1 persen), dan merasa malu (MTurk: 60,9 persen; SSI: 49,9 persen).

“Saya terkejut bahwa sejumlah besar orang memilih untuk menahan informasi yang relatif tidak berbahaya. Peserta survei mungkin telah menahan informasi tentang apa yang mereka dirahasiakan, yang berarti bahwa penelitian kami telah meremehkan betapa lazimnya fenomena ini,” ujar Andrea Gurmankin Levy, peneliti Middlesex Community College.

Kesulitan dengan ketidakjujuran pasien adalah bahwa dokter tidak dapat menawarkan saran medis yang akurat ketika mereka tidak memiliki semua fakta.

“Jika pasien menahan informasi tentang apa yang mereka makan, atau apakah mereka meminum obat mereka, itu dapat memiliki implikasi yang signifikan terhadap kesehatan mereka. Terutama jika mereka memiliki penyakit kronis,” kata Levy.

Fagerlin mengatakan, memahami masalah lebih mendalam dapat mengarah ke cara-cara untuk memperbaiki masalah ketidakterbukaan pasien kepada dokternya ini. Pasien mungkin bukan satu-satunya yang disalahkan. “Ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada cara melatih dokter untuk membantu pasien mereka merasa lebih nyaman? Lagi pula, percakapan yang sehat adalah jalan dua arah,” kata Fagerlin.–SUBUR TJAHJONO

Sumber: Kompas, 2 Desember 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB