Berawal dari kegusaran I Gede Pawana, Perbekel (Kepala Desa) Duda Timur, Karangasem, Bali, soal pendataan warga miskin yang tak pernah tuntas, kini desa itu punya aplikasi ”Smart Desa” yang memudahkan warganya.
Tinggal di desa tak berarti lantas hidup terbelakang. Justru di tengah musibah erupsi Gunung Agung, Desa Duda Timur di Karangasem yang berjarak 12 kilometer dari kawah di puncak gunung membuktikan hal itu dengan aplikasi ”Smart Desa”.
Aplikasi berisi beragam fitur itu membantu warga desa mendapatkan berbagai layanan publik hingga pengaduan tanpa terhalang selama 24 jam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Tak menyangka, aplikasi ini canggih dan memuaskan warga. Setiap warga dapat mengakses dan menggunakan seluruh pelayanan melalui aplikasi ini, tanpa batas. Semua warga terdaftar, dan jangan salah, detail rumah semua warga pun terekam. Jadi, aplikasi ini benar-benar mengedukasi masyarakat dan aparat desa untuk mengutamakan kejujuran,” kata Pawana (39).
Di aplikasi ini terdapat pilihan fitur, seperti profil, layanan, berita, laporan, komunikasi, dan lokasi. Termasuk lengkap. Sekali klik pula, data terpantau Pawana sebagai perbekel.
Ia memisalkan, warga dapat memotret kejadian apa pun untuk dilaporkan, dan langsung terhubung ke perbekel. Jadi, tak ada alasan aparat desa sedang tidak berada di desa. Aplikasi ini juga terkoneksi dengan PLN, rumah sakit, dan polisi guna mempermudah penanganan pelaporan warga.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI–Sejumlah warga Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Bali , Selasa (3/10/2017).
Seorang warga yang juga Kepala Dusun Pasangkan Anyar, Wayan Gede Juniawan (32), sangat terbantu dengan aplikasi ini. Sebelumnya, ia harus mendata dengan mendatangi rumah-rumah warga. Misalnya, jika ada urusan surat kematian atau kelahiran anak, atau untuk pembuatan kartu keluarga.
Sekarang, yang semacam itu tak perlu lagi karena warga tinggal memasukkan data ke aplikasi tersebut. ”Kalau ada warga yang tidak punya HP Android, cukup SMS saya, lalu saya yang memproses data ke aplikasi. Gampang,” kata Gede.
Ibaratnya, tiada yang bisa disembunyikan warga, juga aparat, dari urusan data warga miskin, sampai pelaporan peristiwa dan surat-menyurat. Semua terekam di ”Smart Desa”. Pawana pun lega karena bisa membawa desanya lebih maju dari desa-desa lain di Bali, dan mungkin di Indonesia.
Melek teknologi
”Smart Desa” bermula saat Pawana penasaran terhadap pendataan warga miskin yang tak pernah selesai. Ia mencari informasi ke salah satu temannya yang melek teknologi, CEO PT Saebo Technology Sonny Kastara Dhaniswara, yang berdomisili di Jakarta.
Ia mengungkapkan keinginannya agar semua warga terdata, mulai dari pekerjaan, penghasilan, sampai ke detail rumahnya. Keinginan ini disebabkan ia anti-manipulasi data sehingga pemetaan desa harus lengkap.
Lewat ”Smart Desa”, ia sebagai perbekel juga tetap bisa dekat dengan warganya di dalam satu aplikasi yang sama, di mana pun berada. ”Kan, tidak semua warga tahu nomor telepon seluler perbekelnya. Jadi, ya, pemikiran saya bisa tertuang lewat aplikasi, dan semua teratasi,” ujarnya.
Pawana menambahkan, sebagai perbekel, ia ingin semua masyarakat Desa Duda Timur maju bersama, dan membangun desa bersama pula. ”Semua bekerja demi kemajuan desanya tanpa harus mengeluh sedang tidak berada di desa. Nah, aplikasi ini membantu sekali,” ujar Pawana bersemangat.
Tantangan teknologi
Bagi Sonny, pembuatan aplikasi ini menjadi tantangan teknologi. Kecanggihan teknologi informasi seharusnya tak membatasi digunakan di desa atau kota, skala kecil atau besar. Semua warga punya hak yang sama untuk mendapatkan akses informasi, dengan teknologi canggih sekalipun. Bisa jadi, aplikasi baru yang muncul di skala kecil justru mempermudah inovasi untuk kepentingan yang lebih besar lagi.
Sonny mengisahkan, pertemuannya dengan Pawana membawa kabar gembira, dan semangat membangun desa. Ia tak menyangka Pawana punya pemikiran ke depan, soal bagaimana warga berkemampuan memanfaatkan teknologi sehingga tak ketinggalan zaman.
”Tanpa pikir panjang, tantangan ini diterima Saebo. Tanpa pikir panjang pula, proyek ini diterima sebagai program CSR perusahaan. Pembicaraan itu terjadi sebelum erupsi Gunung Agung,” kata Sonny.
Serunya, ujar Sonny, ia tak menyangka bahwa hampir 80 persen wilayah Duda Timur tak bisa menangkap sinyal ponsel dengan baik. Kecenderungannya, nol sinyal. ”Wah, tantangan berat ini. Tapi kami pantang menyerah,” ujarnya lagi.
Justru, lanjut Sonny, keunggulan ”Smart Desa” ini ada pada eksistensinya yang tanpa jaringan seluler, tetapi mudah diakses melalui ponsel. Tim Sonny berupaya menggunakan semacam frekuensi tertentu. Hanya, ia belum mau membicarakan detail teknis aplikasi ini karena hak patennya sedang diurus.
Ia pun menjamin data yang masuk dalam aplikasinya itu akurat. Warganya yang berjumlah sekitar 1.000 orang itu tercatat karena berbasis kartu keluarga. Semua laporan yang masuk terekam dan lengkap, mulai dari siapa nama pelapor, berasal dari keluarga siapa, sampai detail pelapornya tinggal di rumah sebelah mana. Akurat!
Begitu pula layanan surat-menyurat prosesnya bisa 24 jam. Ini mengantisipasi jika ada kejadian seperti musibah yang mengharuskan proses surat-menyurat harus segera keluar. Apalagi jika ada warga yang terkena musibah dengan lokasi tidak berada di desa atau kecelakaan menyebabkan pingsan, aplikasi ini membantu, dengan salah satu fiturnya mencocokkan sidik jari. Warga yang pingsan ini dapat segera diketahui identitasnya melalui sidik jari yang terekam di aplikasi ini.
Semua kecanggihan ini bermula dari desa….
AYU SULISTYOWATI
Sumber: Kompas, 14 Februari 2018