Mutu Air Sewaktu Perlu Dipantau

- Editor

Selasa, 9 Januari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Saat ini telah ada teknologi untuk memantau mutu air sewaktu yang bisa dipakai untuk mengukur kualitas air sungai atau danau. Data yang terekam dari peralatan itu bisa diamati jarak jauh. Dengan teknologi itu, pelaku pencemaran di suatu lokasi bisa dicari.

Dosen manajemen bencana Universitas Pertahanan, Sutopo Purwo Nugroho, yang juga Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, memaparkan hal itu, Minggu (7/1), di Jakarta. Itu terkait kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang rusak parah, antara lain pencemaran limbah industri, limbah rumah tangga, peternakan, dan lahan kritis.

”Teknologi itu mudah dan murah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah bisa membuatnya. Pemantauan bisa dilakukan secara time series (deret waktu) dan dipasang secara spasial (ruang), jadi bisa dibuat peta. Dibuat jaringan pemantau yang mencakup daerah luas, dipantau 24 jam. Pemegang aplikasinya bisa memantau,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia bersama BPPT mengembangkan sistem peringatan dini mutu air dengan teknologi itu. Saat limbah melampaui ambang batas, itu bisa diketahui melalui aplikasi di gawai.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO–Saluran pembuangan limbah yang masuk ke dalam aliran Sungai Citarum di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/1). Pembuangan limbah pabrik tekstil ke aliran sungai di kawasan ini hingga kini tidak pernah dihentikan oleh pemerintah setempat dan tidak pernah diawasi secara ketat.

Perangkat itu dipasang di Danau Maninjau. Pihaknya mengamati upwelling (massa air panas naik ke lapisan atas) yang mengancam ikan-ikan di keramba jaring apung (KJA).

Penggunaan teknologi dengan pemantauan jarak jauh dan dilakukan menerus seperti itu harus dilakukan. ”Tak bisa lagi memakai cara konvensional dengan mengambil sampling di lokasi tertentu. Saat mengambil sampling, mereka tak membuang limbah,” ujarnya.

Saat ini ada teknologi untuk peringatan dini mutu air. Regulasinya pun lengkap, mulai dari undang-undang hingga peraturan pemerintah yang mengatur tata ruang, sampah, limbah, dan penanganan bencana. Namun, kondisi DAS Citarum amat parah.

”Selama ini ada pembiaran sehingga kondisinya parah. Setahun 12-15 kali banjir di Baleendah, Dayeuhkolot. Warga tambah miskin dan kian susah,” ujarnya. Laju mitigasi kalah cepat dengan laju penyebab banjir. Upaya sejak 2007 berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi bencana di DAS Citarum, tetapi tak membuahkan hasil (Kompas, 5/1).

Penegakan hukum
Sejauh ini, penegakan hukum lemah. Padahal, pembuang limbah dan pembuat pencemaran bisa diancam tuntutan pidana, perdata, dan administrasi. ”Jika penegakan hukum terus dilakukan seperti pada kasus kebakaran, ada hasilnya. Ada sanksi pidana, perdata, dan administrasi. Bisa didenda triliunan rupiah dan dicabut izinnya. Banyak pabrik nakal. Banjir jadi kesempatan membuang limbah,” kata Sutopo.

Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nur Hidayati mengatakan, penegakan hukum tak bisa dilakukan konvensional. ”Harus diterapkan tanggung renteng, siapa saja terlibat dalam pencemaran itu,” ujarnya.

Pemilik industri juga seharusnya memberi dana di depan untuk risiko pencemaran, seperti dana di pertambangan. ”Pihak perusahaan harus dimintai dana pemulihan lingkungan,” katanya. (ISW)

Sumber: Kompas, 9 Januari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB