Eksplorasi Bulan

- Editor

Rabu, 18 Januari 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kami pergi seperti saat kami datang. Dengan seizin Tuhan, kami akan kembali dengan kedamaian dan harapan bagi seluruh umat manusia.
Gene Cernan, Komandan Apollo 17

Gene Cernan adalah satu dari tiga astronot Amerika Serikat yang pernah dua kali ke Bulan sekaligus astronot terakhir yang meninggalkan jejak kaki di Bulan. Pekan ini, tepatnya Senin (16/1), ia meninggal pada usia 82 tahun.

Cernan adalah pilot angkatan laut andal sebelum bergabung dengan lembaga antariksa AS, NASA, 1963. Selama kariernya, ia tiga kali mengikuti misi jelajah antariksa. Misi terakhirnya adalah memimpin Apollo 17. Dari 12 orang yang pernah berjalan di permukaan Bulan, kini tinggal enam orang yang masih hidup.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sepanjang sejarah peradaban, Bulan selalu menjadi bagian imajinasi manusia. Maya, suku berperadaban tinggi yang berjaya pada tahun 300-900 Sebelum Masehi, percaya adanya Ixchel, dewi kesuburan yang menguasai Bulan. Rakyat di Tiongkok, Korea, dan Jepang juga percaya ada perempuan yang hidup abadi di bulan bersama kelincinya. Di beberapa daerah di Indonesia, penguasa bulan adalah Betara Candra, yang harus dibantu kalau sedang dimakan Betara Kala atau Rahu saat terjadi gerhana.

Kunjungan manusia ke Bulan, semula dengan mesin-mesin robot dan kemudian para astronot, membuyarkan semua mitos di atas. Tidak ada dewa-dewi dan kelinci. Yang ada hanyalah permukaan tandus kelabu yang berbatu. Eksplorasi ke Bulan mengajarkan banyak hal, termasuk evolusi jagat raya. Dengan meneliti Bulan, manusia bisa memahami cara kerja semesta sekaligus asal-usul tata surya dan kehidupannya.

NASA menyebut Apollo sebagai salah satu pencapaian terbesar dalam program antariksa. Hanya dalam waktu delapan tahun, NASA berhasil mengirim roket berawak. Adalah Apollo 11 yang berhasil mendaratkan Neil Armstrong dan Buzz Aldrin di Mare Tranquillitatis-disebut juga Sea of Tranquility-20 Juli 1969.

Mereka berjalan-jalan di Bulan selama lebih dari dua jam, mengumpulkan batu dan tanah, serta membuat berbagai percobaan. Dari sampel Apollo 11 itu, para ahli menyimpulkan bahwa sampel “the dark maria” adalah lava vulkanik purba yang sudah terkristalisasi lebih dari 3,6 miliar tahun lalu.

Sampel-sampel yang diambil dari Bulan ternyata memiliki kemiripan struktur kimia dengan batuan di Bumi, hanya sangat kering dan tanpa ada bukti bahwa pernah ada air di Bulan, baik dulu maupun sekarang. Dari berbagai penelitian, akhirnya ilmuwan menyimpulkan bahwa Bulan purba sudah nyaris komplet meleleh dan kemudian dilapisi batuan cair. Kondisi “samudra magma” tampaknya berlangsung di seluruh satelit Bumi ini. Semua terkonservasi dengan baik, sementara di Bumi, sejarah lapisan-lapisannya nyaris hilang akibat aktifnya geologi Bumi.

Setelah Apollo 11, masih ada Apollo 12 sampai Apollo 17 yang terus mengirim misi berawak untuk meneruskan upaya memahami Bulan dan semesta raya. Terima kasih kepada misi Apollo yang telah merevolusi pengetahuan tentang semesta. Bahwa awal tata surya adalah tabrakan antarplanet, melelehnya permukaan, dan ledakan gunung-gunung, yang kemudian menjadi suatu campuran geologi yang hebat dan kompleks.

Meski setelah Apollo 17 tidak pernah lagi ada misi berawak ke Bulan, NASA tidak pernah berhenti memprogramkan pendaratan manusia selanjutnya ke Bulan. Dengan kembali ke Bulan, manusia akan belajar lebih banyak lagi tentang masa lalu dan sekaligus bersiap menghadapi masa depan.

Pihak NASA juga meluncurkan Lunar Catalyst Program, didesain untuk membantu perusahaan swasta yang berminat berangkat ke Bulan. Demikian pula halnya Rusia dan Tiongkok, mereka berencana mengirim misi berawak ke Bulan.

Tahun 2013, Tiongkok sudah menjadi negara ketiga yang berhasil mendaratkan perangkat robot ke permukaan Bulan dan menargetkan pendaratan manusia tahun ini, 2017. Sementara Rusia baru memulai programnya pada tahun 2015.

Indonesia jelas ketinggalan dalam gempita eksplorasi antariksa ini. Seluruh energi tampaknya telah habis untuk mengurusi hal-hal mendasar, termasuk upaya memecah belah bangsa dan pemaksaan kehendak yang merusak demokrasi.–AGNES ARISTIARINI
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Januari 2017, di halaman 13 dengan judul “Eksplorasi Bulan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB