Tuhan memang telah memberikan segalanya, tetapi hanya sedikit manusia yang mampu membaca fenomena alam. Sir Isaac Newton, ilmuwan terbesar sepanjang sejarah misalnya, mustahil bisa menemukan hukum gravitasi hanya karena buah apel yang jatuh, jika ia tidak peka terhadap fenomena alam.
Dr M Nurhalim Shahib (49), dosen senior dan Kepala Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung dan staf Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi Institut Teknologi Bandung (ITB) memang hanya meneliti limbah, isi septic tank. Tetapi dari tempat yang selalu dianggap kotor dan dijauhi itu, ia melihat fenomena menarik. ”Orang kalau mau jadi peneliti, harus peka dengan fenomena alam,” katanya.
Mulanya, tahun 1990-an, pikiran itu muncul ketika teman-temannya bicara soal lingkungan. ”Saya hanya ikut-ikutan dalam pemikiran limbah industri,” tutur ayah tiga anak yang berasal dari Lampung itu. Tetapi kemudian terpikir, mengapa perhatiannya tidak pada limbah infektius rumah sakit dan laboratorium klinik. ”Bukankah penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbesar di Indonesia?” kata alumnus Fakultas Kedokteran 1975 itu beralasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
SEBAGAI sarana pelayanan umum, rumah sakit dan laboratorium klinik tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Karena beragamnya penyakit penderita dan pengobatan yang diberikan, rumah sakit dalam kegiatannya menghasilkan limbah yang sangat beragam pula.
Limbah padat baik berupa organ tubuh hasil operasi maupun amputasi, biasanya dimusnahkan dengan cara dibakar. Tetapi tidak demikian dengan limbah cair berupa sisa-sisa jaringan lunak, darah, urine, sputum dan zat organik lainnya.
Limbah cair dan zat organik biasanya dibuang ke bak penampung atau septic tank. Sebelum dibuang ke perairan umum, pengolahannya dilakukan dengan tiga cara. Pertama kolam stabilisasi, kedua kolam oksidasi atau ketiga dengan Anaerobic Filter Treatment System. Setelah dianggap bersih, air dikeluarkan atau dibuang ke perairan umum. Yang jadi pertanyaan, apakah air limbah dari Septic tank tersebut sudah bisa dianggap aman?
Menurut Nurhalim, selama dalam, bak penampungan atau septic tank, limbah cair itu identik dengan media pembiakan bakteri atau mikroorganisme sehingga ia menyamakan septic tank dengan nutrient broth alamiah berskala besar. Keadaan ini dinilai bisa menyebabkan material infektius yang terdiri dari virus, bakteri, parasit dan jamur berkembang subur di dalamnya. Selain itu, komposisi limbah itu menjadi sangat kompleks karena kandungan beberapa bahan kimia, seperti sisa antibiotika, antiseptik, logam berat, deterjen dan zat beracun.
Memang pada awalnya zat beracun akan mengganggu pertumbuhan mikroorganisme dalam septic tank. Tetapi pengenceran yang terus-menerus dan sifat bakteri yang bisa beradaptasi dengan lingkungan akan menyebabkan mikroorganisme itu dapat hidup terus dalam limbah. Lebih dari itu, antara bakteri satu dengan bakteri lain atau antara bakteri dengan mikroorganisme lainnya dapat saling berkomunikasi.
Sebagai konsekuensinya, komunikasi antar sel itu dapat mengakibatkan terjadinya transfer genetika satu sel ke sel lain atau dari satu bakteri ke bakteri lain. Karena itu, bila bakteri pathogen hidup di dalam septic tank, maka sifat patogenitasnya dapat diturunkan ke sel anak atau sel lainnya melalui transfer genetik tersebut.
AHLI biologi molekuler itu melihat kenyataan tersebut sebagai fenomena alam yang menarik. Dalam pendidikan dan perjalanan kariernya, dia banyak meneliti bidang studi tersebut. Tahun 1987, setelah meraih doktor biokimia di Pascasarjana Unpad, dia memilih bidang studi gene manipulation pada bakteri di University College London, Inggris. Tiga tahun kemudian dia memperdalam molecular human genetics di Monash University, Australia. Pengalaman penelitiannya selama ini antara lain mengenai Membrane transport Enzymmology, Mulecular aspect of bacterial resistances dan Molecular human genetics.
Walau demikian dia mengakui, tak mudah membuktikan asumsinya menjadi hipotesa. Ketika itu di hadapannya menghadang kesulitan dana di samping fasilitas laboratorium yang terbatas. “Namun jika sudah saatnya, Tuhan akan membukakan jalan,” katanya mangenangkan masa-masa awal yang sulit. Awal tahun 1992 ia bertemu Pengurus Yayasan Sosial G Group dan sejak itu bisa memulai penelitiannya.
Bahan penelitian diambil dari isi septic tank dua rumah sakit di pusat kota, satu rumah sakit di daerah pinggiran dan satu laboratorium klinik di pusat kota. Ternyata dari penelitian yang dilakukan di Laboratorium Bio Farma, limbah salah satu rumah sakit di pusat kota Bandung mengandung beberapa kuman diaantaranya Bacillus sp, Enterobachter agglomerans, Echerichia colli, Klebsiella sp, Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus viridans, Streptococcus haemolyticus dan Serratia sp. Sedangkan kuman lain seperti Vibrio cholera, Slamonella dan Diphthetia tidak ditemukan.
Di samping bakteri aerob, terdapat pula bakteri anaerob seperti Clostridium sp, yaitu C Histolyicum, C Lentoputrescens, Peptostreptococcus, dan juga tumbuh jamur.
Limbah cair di septic tank rumah sakit daerah pinggiran mengandung Bacillus sp, Citobacter freundii, Enterobacter agglomerans, E colli, Serratia sp, Klebsiella planticola, Klebsiella pneumomae, Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus viridans. Jenis Clostridium yang teridentifikasi adalah C feseri, disamping jamur Aspergilus fumigatus, Candida albicans, Candida trophicalis dan Trichorderma sp.
Sementara pada septic tank laboratorium klinik ditemukan bakteri Bacillus sp, Enteroibacter agglomerans, E colli, E fergusonii, Pseudomonas aeruginosa dan Serratia sp. Sedangkan bakteri anaerob adalah Clostridium sp.
la mengungkapkan, dijumpai 27 bakteri resisten ampisilin dan 19 di antaranya mengandung DNA plasmid. Empat bakteri tidak mengandung plasmid dan empat bakteri lagi belum bisa dipastikan. PIasmid adalah molekul DNA berutas ganda dan dapat bereplikasi sendiri serta berlokasi di luar kromosom.
Molekul DNA mengandung gen yang dapat memproduksi enzim atau peptida yang dapat merusak antibiotika, sehingga bila plasmid DNA itu berpindah ke sel bakteri yang lain, maka bakteri yang baru dapat bertahan terhadap serangan satu antibiotika tertentu; Sifat resistensi itu dapat meluas ke bakteri lain yang semula sensitif terhadap satu antibiotika dan kemudian menjadi resisten. Bakteri resisten itu dapat menimbulkan infeksi nosokomial. Sekarang salah satu dari DNA plasmid sudah dapat diisolasi dan dikatarisasi Pusat Antaruniversitas (PAU) Bioteknologi-ITB dan diberi nama pITB-N2.
NURHALIM mengemukakan empat konsep dalam penanganan limbah infektius rumah sakit dan laboratorium klinik sebelum dibuang ke perairan umum. Karena itu, konsep pemikiran untuk penanggulangannya harus didasari konsep biologi dan teknologi dan di antara yang paling penting adalah biomolekuler.
Untuk itu ia mengajukan, empat konsep penanggulangan. Konsep pertama, seluruh mikroorganisme dalam septic tank itu harus dibunuh. Dalam konsep kedua diupayakan bagaimana transfer genetik
bisa dihambat dan konsep ketiga, bagaimana molekul DNA dan molekul virus dirusak. Konsep keempat,
sisa-sisa antibiotika atau bahkan toksin harus dirusak.
Dari penelitian itu, Nurhalim akhirnya mengembangkan ”Teknologi Pembersih Limbah Infektius”. Melalui teknologi itu, limbah cair yang diendapkan mengalami proses pemanasan dan pendinginan sehingga sel bakteri dan sel jaringan lunak bisa dibunuh. Pada gilirannya, proses komunikasi antar sel bisa dicegah hingga tak terjadi transfer genetik.
Setelah empat tahun diperjuangkan, Nurhalim bersyukur karena hasil penelitiannya itu kini sudah memiliki hak paten dari Direktorat Paten Departemen Kehakiman. Menurut dia, di masa datang, konsep penanganan limbah itu akan sangat dibutuhkan mengingat limbah industri pada tahun 2000 akan lebih banyak menghasilkan logam berat. (Her Suganda).
Sumber: Kompas, Kamis, 14 Maret 1996