Ujian Penaklukan Manusia atas Mars

- Editor

Rabu, 16 November 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jatuh bebasnya Schiaparelli saat akan mendarat di permukaan Mars, Rabu (19/10), menambah panjang kegagalan usaha manusia menaklukkan Mars. Meski upaya pendaratan di “Planet Merah” dilakukan sejak 1960-an, hingga kini baru badan antariksa Amerika Serikat, NASA, yang sukses melakukannya. Pengendalian wahana saat memasuki atmosfer Mars masih jadi tantangan besar.

Schiaparelli adalah wahana pendarat dalam misi ExoMars 2016 milik Badan Antariksa Eropa (ESA) dan Rusia Roskosmos. Misi yang diluncurkan dari Bandar Antariksa Baikonur, Kazakhstan, 14 Maret 2016, itu memiliki dua wahana, Schiaparelli dan wahana pengorbit Trace Gas Orbiter (TGO).

Tujuan misi ExoMars sama seperti penjelajahan Mars sebelumnya, mencari tanda kehidupan di planet kembaran Bumi itu. TGO mendeteksi gas dari proses biologi dan geologi Mars, sementara Schiaparelli menguji teknologi pendaratan wahana penjejak pada misi ExoMars 2020 nanti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Setelah menempuh perjalanan 496 juta kilometer (jarak rata-rata Bumi-Mars 225 juta km) selama tujuh bulan, kedua wahana yang mencapai Mars itu berpisah Minggu (16/10). Lalu, TGO bermanuver untuk mengorbit di Mars dan Schiaparelli turun ke daratan Mars.

Schiaparelli dijadwalkan memasuki atmosfer Mars pada Rabu (19/10) pukul 21.48 WIB. Pendaratan itu menurunkan ketinggian wahana dari 121 km ke tanah Mars selama 5 menit 53 detik. Itu tahap terpenting karena dalam waktu singkat kecepatan wahana harus diturunkan dari 21.000 km per jam menjadi 10 km per jam.

Terjun bebas
Meski rencana diatur rinci, pendaratan tak sesuai rencana. Tahap awal penurunan wahana berjalan mulus. Perisai penahan panas bekerja. Parasut untuk memperlambat kecepatan wahana membuka sempurna. Namun, 50 detik sebelum menyentuh tanah Mars, kontak Schiaparelli dengan pengendali misi di Darmstadt, Jerman, terputus. “Setelah itu, pendaratan tak sesuai harapan,” ujar kepala operasi misi keplanetan ESA, Andrea Accomazzo.

Analisis sementara data telemetri wahana menunjukkan, parasut Schiaparelli mengembang terlalu cepat dari waktu yang direncanakan. Sembilan roket kecil pendorong untuk mengerem laju wahana saat mendekati permukaan Mars hanya menyala 3-4 detik dari rencana 29 detik.

Ketidaksesuaian dua hal itu membuat Schiaparelli yang direncanakan jatuh bebas dari ketinggian 2 meter dari muka Mars justru terjun bebas dari ketinggian 2-4 km. Akibatnya, wahana menghantam permukaan Mars dengan kecepatan katastropik, lebih dari 300 km per jam, jauh lebih tinggi ketimbang kecepatan yang dirancang, 10 km per jam.

Bukti dugaan terjun bebasnya Schiaparelli itu didapat dari citra wahana pengorbit NASA, Mars Reconnaisance Orbiter, Kamis (20/10). Citra sekitar rencana lokasi pendaratan wahana di daerah Meridiani Planum menunjukkan benda diduga parasut dan titik bekas tumbukan wahana. Schiaparelli tak terlihat karena diameternya hanya 1,65 meter.

“Kemungkinan wahana pendarat meledak saat menumbuk Mars karena tangki bahan bakar propelan roket pendorongnya masih penuh,” kata pejabat ESA.

Risiko tinggi
Kegagalan pendaratan Schiaparelli menambah panjang kegagalan manusia menaklukkan Mars. Sejak 1960, lebih dari 50 misi ditujukan ke Mars oleh Uni Soviet atau Rusia, AS, Uni Eropa, Jepang, India, dan Tiongkok. Itu menambah luka Eropa karena misi pendaratan sebelumnya, Beagle 2, 2003, gagal.

Pada masa awal penjelajahan Mars, aktivitas misi hanya terbang melintasi Mars. Berikutnya, mengirim wahana pengorbit atau satelit mengitari Mars. Seiring membaiknya pemahaman manusia tentang lingkungan Mars, misi pendaratan dan mengirim wahana penjejak jadi primadona.

Wahana pertama yang menyentuh daratan Mars ialah misi Mars 2 milik Uni Soviet pada 1970, tapi jatuh ke permukaan Mars. Wahana pertama selamat mendarat di Mars ialah Viking 1 milik AS atau NASA pada 1976.

Sementara wahana pertama yang berhasil berjalan di Mars ialah Sojourner milik AS pada 1997, dibawa wahana pendarat Mars Pathfinder. Wahana penjejak NASA berikut ialah Opportunity (2004) dan Curiosity (2011).

Kesulitan terbesar mengirim wahana pendarat atau penjejak ke permukaan Mars ialah mengatasi kecepatan tinggi wahana saat masuk atmosfer Mars. Wahana itu dilepaskan dari pesawat induknya dari ketinggian tertentu.

Penentuan sudut masuk wahana saat memasuki atmosfer Mars jadi hal penting. Jika sudut turun wahana terlalu besar atau curam, bisa membakar wahana. Sebaliknya, jika sudut terlalu kecil, wahana bisa hilang, tak bisa memasuki atmosfer Mars.

Selanjutnya, proses memasuki atmosfer sulit dikendalikan. Semua proses wahana memasuki atmosfer hingga menyentuh tanah Mars dikontrol komputer di wahana, tak dikendalikan dari Bumi. Itu membuat pendaratan kerap tak sesuai rencana.

Lintasan turun wahana itu dipengaruhi variasi kepadatan atmosfer, turbulensi atau kecepatan angin Mars. Akibatnya, rancangan lintasan yang diprogram di komputer kerap tak sesuai kondisi riil. Itu membuat lokasi pendaratan wahana di Mars tak bisa ditentukan di titik tertentu, tapi di daerah beradius besar.

Namun, perlahan tapi pasti, penaklukan manusia atas Mars akan terwujud.

(BBC/SPACE.COM/ESA.INT/ UNIVERSETODAY.COM/M ZAID WAHYUDI)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul “Ujian Penaklukan Manusia atas Mars”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB